Mohon tunggu...
Nazwa Azzahra
Nazwa Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Harapan di Negara Seberang

10 Juli 2024   15:42 Diperbarui: 10 Juli 2024   16:02 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku pengen lanjut studi di luar negeri”

Seolah tidak mendengar apa-apa, seisi rumah nampak mengacuhkan ucapan Si Sulung.

“Lanjut disini aja. Kuliah di luar negeri mahal, belum uang kampus, apalagi biaya hidup. Adekmu juga masih perlu biaya buat kuliah,” ujar ibu seraya menatap Nadia Omara di televisi.

Mendengar ucapan ibu lantas tidak membuat Si Sulung kehabisan ide, “tapi kalau aku dapat full beasiswa boleh ngga?”

“Nanti kalau Bapa kangen gimana?”

“Kan sekarang bisa telpon atau video call, pak.”

Percakapan itu berhenti seiring terdengarnya kumandang adzan. Bulan menampakkan bentuknya dan seisi rumah kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat. Si Sulung duduk termenung di atas sajadah. Segala pemikiran nampak ramai bersuara di kepalanya. Begitu banyak hal yang dipertimbangkan tentang masa depannya 10 tahun mendatang.

Bulan ini bayar UKT sama beli alat. Belum lagi beli kacamata. Apa ga usah beli kacamata ya? Kata dokternya ga bisa di cover BPJS, pasti mahal.

Lelah dengan pikiran itu, kedua tangannya mulai menengadah ke atas. Dengan mata tertutup, hatinya mulai berbicara kepada Pemilik Alam Semesta. Walaupun kamar Si Sulung senyap, namun di suara hatinya begitu ramai memanjatkan harapan-harapan tampaknya sulit digapai. Tidak dirasa sebuah kehangatan mengalir di sisi kiri mata Si Sulung.

Si Bungsu datang ke kamar Si Sulung, “Kak, adek mau tidur disini”

“Kenapa?”

“Ada cicak di kasur adek,” Si Bungsu tersenyum dengan mata yang berkedip cepat seolah ingin diperbolehkan tidur disitu.

“Iya bawa selimut mu,” mendapatkan persetujuan, Si Bungsu berlari mengambil selimut dan mulai berbaring.

“Dek, kamu dah nentuin mau SMA Dimana?” Si Sulung juga merebahkan diri di samping Si Bungsu dengan ponsel di tangannya.

“Mau MAN IC. Biar ngerasain asrama kayak kakak”

“Disana ada bayaran bulanan?”

“Kata ibu ada, berapa juta gitu. Lupa”

Si Sulung dan Si Bungsu kembali fokus dengan aktivitas ponsel mereka. Setiap malam Si Sulung diam-diam membuka akun Instagram yang membahas pendidikan di luar negeri hingga beasiswa apa saja yang dapat membawa penerimanya ke luar negeri. Si Sulung menaruh ponselnya dan mulai menarik selimut. Sekelebat skenario masa depan mulai dia bentuk sebelum benar-benar tertidur.

Bulan sudah menyelesaikan tugasnya. Namun, suhu dingin seolah tidak ingin meninggalkan malam. Matahari pun tampak bersembunyi di balik awan yang semakin membuat dingin seisi rumah. Bapak dan ibu telah meninggalkan rumah sedari tadi untuk mencari nafkah sebagai PNS sedangkan Si Bungsu pergi sekolah. Si Sulung baru bangun dan mendapati rumah dalam keadaan senyap, semua orang telah pergi. Dia bergegas mandi dan pergi ke perpustakaan di dekat rumah. Sudah 4 hari Si Sulung selalu pergi kesana untuk mendapatkan suasana belajar baru atau sekadar membaca buku.

Si Sulung menatap sekitar, melihat pengunjung lain yang duduk dan melakukan aktivitas masing-masing. Si Sulung mulai membuka laptop dan belajar untuk seminal proposalnya minggu depan. Baru 20 menit belajar, Si Sulung mulai kehilangan fokus dan memutuskan rehat sejenak dengan membaca berita online. Setelah membaca-baca berita, Si Sulung kembali berkutat dengan materi belajarnya. Si Sulung memutuskan untuk pulang setelah 3 jam di perpustakaan.

“Dari mana, nak?” Ibu bersuara dari dapur.

“Tumben ibu pulang cepat,” Si Sulung sedikit terkejut melihat ibu sudah di rumah.

“Tadi ada kegiatan di deket rumah, jadi sekalian pulang bentar,” ibu berbicara sambil mengeluarkan sayur-mayur. Selesai mengeluarkan sayur-mayur, ibu mendekati Si Sulung yang ada di depan televisi dan mulai bertanya, “Nak, kamu beneran mau lanjut ke luar negeri?”

Si Sulung menatap ibu dan mengangguk.

“Kenapa, nak?”

“Pengen liat negara lain itu gimana, terus kehidupannya gimana gitu bu”

“Itu aja? Ga ada alasan lain?” Ibu bertanya seolah-olah menginterogasi.

Si Sulung terdiam sejenak, “Sebenarnya aku ngerasa pendidikan kedokteran gigi disini itu masih kurang. Bahkan kalau dibandingkan dengan fakultas kedokteran gigi di Jawa, rasanya seperti ada gap. Apalagi kalau dibandingkan sama pendidikan yang di luar negeri. Aku juga bingung gimana orang-orang luar negeri punya kesadaran untuk memeriksakan gigi rutin sebelum mereka ngerasain sakit gigi gitu, bu” Si Sulung kembali terdiam dan bersuara kecil, “Tapi aku sadar kuliah di luar negeri tanpa beasiswa full itu susah apalagi adek mau kuliah di kedokteran juga, jadi aku mau berusaha dapetin beasiswa supaya ngga ngerepotin ibu sama bapak.”

“Kalau ada niat dan usaha, pasti bisa nak. Ibu ga bisa bantu apa-apa kecuali mendoakan kamu,” tersirat mata yang merasa bersalah dari ibu.

“Gapapa bu, semoga beneran bisa terwujud ya bu supaya bermanfaat buat semua orang.”

Sumber: dokumentasi Kompasiana
Sumber: dokumentasi Kompasiana

https://bit.ly/KONGSIVolume1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun