“Tadi ada kegiatan di deket rumah, jadi sekalian pulang bentar,” ibu berbicara sambil mengeluarkan sayur-mayur. Selesai mengeluarkan sayur-mayur, ibu mendekati Si Sulung yang ada di depan televisi dan mulai bertanya, “Nak, kamu beneran mau lanjut ke luar negeri?”
Si Sulung menatap ibu dan mengangguk.
“Kenapa, nak?”
“Pengen liat negara lain itu gimana, terus kehidupannya gimana gitu bu”
“Itu aja? Ga ada alasan lain?” Ibu bertanya seolah-olah menginterogasi.
Si Sulung terdiam sejenak, “Sebenarnya aku ngerasa pendidikan kedokteran gigi disini itu masih kurang. Bahkan kalau dibandingkan dengan fakultas kedokteran gigi di Jawa, rasanya seperti ada gap. Apalagi kalau dibandingkan sama pendidikan yang di luar negeri. Aku juga bingung gimana orang-orang luar negeri punya kesadaran untuk memeriksakan gigi rutin sebelum mereka ngerasain sakit gigi gitu, bu” Si Sulung kembali terdiam dan bersuara kecil, “Tapi aku sadar kuliah di luar negeri tanpa beasiswa full itu susah apalagi adek mau kuliah di kedokteran juga, jadi aku mau berusaha dapetin beasiswa supaya ngga ngerepotin ibu sama bapak.”
“Kalau ada niat dan usaha, pasti bisa nak. Ibu ga bisa bantu apa-apa kecuali mendoakan kamu,” tersirat mata yang merasa bersalah dari ibu.
“Gapapa bu, semoga beneran bisa terwujud ya bu supaya bermanfaat buat semua orang.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H