Mohon tunggu...
Dina Nazwa Sabilah
Dina Nazwa Sabilah Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Suka jajan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Islam

10 Oktober 2024   23:59 Diperbarui: 11 Oktober 2024   00:10 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

Harta adalah salah satu karunia Allah yang diberikan kepada manusia sebagai bentuk nikmat yang harus dimanfaatkan dengan baik dan bertanggung jawab. Dalam Islam, harta tidak hanya dilihat sebagai sumber materi, tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai tujuan spiritual dan sosial. 

Sebagai agama yang menyeluruh, Islam memiliki pandangan yang komprehensif mengenai harta dan kepemilikan, mulai dari cara memperolehnya, mengelolanya, hingga membelanjakannya. Artikel ini akan membahas konsep harta dan kepemilikan dalam Islam dengan merujuk pada ayat Al-Qur'an dan hadits yang relevan.

1. Harta sebagai Titipan Allah

Dalam pandangan Islam, harta yang dimiliki oleh manusia sejatinya bukanlah milik mutlak individu, melainkan titipan dari Allah. Manusia hanyalah wakil atau pemegang amanah atas harta yang diberikan oleh-Nya. Konsep ini menegaskan bahwa segala bentuk kekayaan yang dimiliki harus digunakan sesuai dengan aturan dan kehendak Allah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

> "Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya."
> (QS. Al-Hadid: 7)

Ayat ini menegaskan bahwa harta yang ada di tangan manusia sebenarnya adalah milik Allah, dan manusia hanya diberi kekuasaan sementara untuk mengelola harta tersebut. Oleh karena itu, harta harus dipergunakan sesuai dengan aturan-aturan Allah yang terkandung dalam syariat.

2. Kepemilikan Pribadi dalam Islam

Walaupun Islam menegaskan bahwa harta sejatinya adalah milik Allah, Islam juga mengakui adanya kepemilikan pribadi. Setiap individu memiliki hak untuk memiliki harta, baik berupa tanah, properti, atau kekayaan lainnya, selama harta tersebut diperoleh melalui cara yang halal.

Namun, dalam Islam, kepemilikan pribadi tidak bersifat mutlak. Artinya, meskipun seseorang memiliki hak atas hartanya, hak tersebut dibatasi oleh kewajiban sosial dan moral terhadap masyarakat. Misalnya, Islam mewajibkan setiap individu yang mampu untuk menunaikan zakat, yang merupakan bagian dari harta pribadi yang harus diberikan kepada mereka yang membutuhkan.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

> "Setiap Muslim wajib bersedekah." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika ia tidak memiliki sesuatu yang bisa disedekahkan?" Beliau menjawab, "Ia bekerja dengan tangannya sendiri, lalu ia memberikan manfaat dari hasil usahanya itu kepada dirinya sendiri dan bersedekah."

Hadits ini menunjukkan pentingnya bekerja untuk memperoleh harta dengan cara yang halal dan menggunakan harta tersebut untuk kepentingan diri sendiri sekaligus membantu orang lain.

3. Cara Memperoleh Harta yang Halal

Islam sangat menekankan pentingnya mencari harta dengan cara yang halal. Dalam hal ini, segala bentuk penipuan, riba, judi, dan perolehan harta secara zalim dilarang keras. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT mengingatkan:

> "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
> (QS. Al-Baqarah: 188)

Ayat ini menekankan pentingnya keadilan dan larangan memakan harta orang lain dengan cara yang batil, seperti melalui penipuan atau pemalsuan. Prinsip keadilan dan transparansi dalam memperoleh harta sangat diutamakan dalam ajaran Islam.

Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda:

> "Tinggalkanlah apa yang meragukanmu dan ambillah apa yang tidak meragukanmu, karena kejujuran adalah ketenangan dan kebohongan adalah keraguan."
> (HR. Tirmidzi)

Hadits ini mengajarkan pentingnya kejujuran dalam setiap transaksi dan bisnis yang dilakukan. Harta yang diperoleh dari jalan yang halal akan membawa keberkahan, sementara harta yang diperoleh dengan cara yang batil akan mendatangkan kerugian, baik di dunia maupun di akhirat.

 4. Pemanfaatan Harta dalam Islam

Setelah memperoleh harta dengan cara yang halal, Islam juga mengatur bagaimana seharusnya harta itu dimanfaatkan. Pemanfaatan harta dalam Islam tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi juga harus memperhatikan hak orang lain, terutama kaum fakir miskin dan mereka yang membutuhkan.

Allah SWT berfirman:

> "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian."
> (QS. Adz-Dzariyat: 19)

Ayat ini menegaskan bahwa di dalam harta yang dimiliki oleh setiap individu terdapat hak orang lain, yang harus dipenuhi melalui zakat, infak, dan sedekah. Hal ini merupakan wujud solidaritas sosial yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam.

 5. Pembelanjaan Harta yang Bijak

Islam mengajarkan keseimbangan dalam membelanjakan harta. Seorang Muslim tidak boleh bersikap boros atau terlalu kikir dalam mengelola hartanya. Allah SWT berfirman:

> "Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."
> (QS. Al-Isra: 26-27)

Dalam ayat ini, Allah melarang perilaku boros dan mengingatkan bahwa pemborosan adalah salah satu sifat setan. Sebaliknya, Islam mengajarkan untuk hidup sederhana dan seimbang, di mana kebutuhan pribadi terpenuhi, tetapi tetap memperhatikan kewajiban sosial terhadap orang lain.

6. Zakat: Kewajiban Sosial atas Harta

Salah satu kewajiban yang berkaitan dengan harta dalam Islam adalah zakat. Zakat merupakan rukun Islam yang keempat dan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang telah mencapai nisab, yaitu jumlah harta minimum yang harus dimiliki sebelum diwajibkan untuk berzakat. Zakat berfungsi untuk membersihkan harta dan jiwa dari sifat kikir serta membantu meringankan beban hidup orang-orang yang membutuhkan.

Allah SWT berfirman:

> "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka..."
> (QS. At-Taubah: 103)

Dengan berzakat, seorang Muslim tidak hanya membersihkan hartanya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan bersama.

7. Kesimpulan

Konsep harta dan kepemilikan dalam Islam tidak hanya bersifat materialistis, tetapi juga memiliki dimensi spiritual dan sosial. Harta dalam Islam harus diperoleh dengan cara yang halal, dikelola dengan bijak, dan dimanfaatkan untuk kebaikan bersama. Setiap Muslim diwajibkan untuk menjaga keseimbangan antara memenuhi kebutuhan pribadi dan memberikan perhatian kepada orang lain melalui zakat, infak, dan sedekah. Dengan demikian, Islam mengajarkan bahwa harta adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki hubungan sosial di antara manusia.

Manusia hanyalah pemegang amanah atas harta yang dimilikinya, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah tentang bagaimana ia memperoleh dan membelanjakan hartanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun