Mohon tunggu...
nazwafebriyanaputri
nazwafebriyanaputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa universitas bhayangkara

saya adalah mahasiswa bhayangkara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menganalisis Dampak Kampanye Calon Pilkada Tri Adhianto - Abdul harris bobihoe di Masyarakat Bekasi memalui Media Instagram

15 Januari 2025   11:57 Diperbarui: 15 Januari 2025   11:57 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: radarbekasi.id)

Secara keseluruhan, komunikasi politik adalah proses yang kompleks, melibatkan berbagai elemen dan aktor, serta memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat. Sebagai alat strategis, komunikasi politik digunakan untuk membangun citra, mengarahkan opini publik, dan mencapai tujuan politik tertentu. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada kredibilitas pesan yang disampaikan, media yang digunakan, serta kemampuan audiens untuk memproses informasi dengan kritis.

Kampanye Politik

Kampanye politik adalah serangkaian aktivitas terencana yang dilakukan oleh individu atau kelompok politik, seperti partai atau calon, untuk mempengaruhi pemilih agar mendukung mereka dalam pemilihan umum atau pilkada. Kampanye politik bertujuan untuk membangun citra kandidat yang positif, membujuk pemilih untuk memberikan dukungan, serta memperkuat visi dan misi yang ingin mereka capai. Kampanye ini melibatkan komunikasi strategis, yang meliputi penyampaian pesan politik yang relevan, penggunaan media yang efektif, dan interaksi dengan masyarakat.

Kotler dan Keller (2009) menyatakan bahwa kampanye politik memiliki beberapa aspek utama: penyampaian pesan, media yang digunakan, serta audiens yang menjadi sasaran. Penyampaian pesan dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti pernyataan publik, debat, atau publikasi melalui media cetak dan digital. Media yang digunakan juga beragam, mulai dari media tradisional seperti televisi dan radio hingga media sosial, yang saat ini menjadi platform dominan dalam kampanye politik modern. Media sosial menawarkan kemampuan untuk menjangkau pemilih dengan cepat, serta memungkinkan kandidat berinteraksi langsung dengan pemilih (Effendy, 2009).

Model komunikasi politik klasik oleh Lasswell (1948) menunjukkan bahwa kampanye politik yang efektif harus mempertimbangkan elemen "siapa mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dan dengan efek apa." Elemen-elemen ini penting dalam merancang kampanye yang mampu menjangkau audiens yang tepat dan menghasilkan dampak yang diinginkan, seperti peningkatan dukungan atau partisipasi pemilih. Salah satu tantangan dalam kampanye politik adalah potensi munculnya kampanye negatif, seperti penyebaran hoaks atau berita palsu. McQuail (2010) mencatat bahwa kampanye negatif dapat mengakibatkan polarisasi di antara pemilih, mengganggu keharmonisan masyarakat, dan mengurangi kepercayaan publik terhadap kandidat. Oleh karena itu, kampanye yang sukses harus dilakukan dengan strategi yang etis dan transparan, guna membangun kepercayaan publik dan menciptakan keterlibatan masyarakat yang konstruktif. Dengan berbagai strategi ini, kampanye politik bertujuan untuk memengaruhi sikap, persepsi, dan keputusan pemilih, serta memperkuat demokrasi melalui partisipasi aktif masyarakat.

 

Persepsi Publik

Persepsi publik adalah pandangan, penilaian, atau pemahaman yang dimiliki oleh masyarakat terhadap suatu isu, individu, atau fenomena. Persepsi publik terbentuk dari serangkaian proses mental dan sosial, di mana informasi yang diterima melalui berbagai saluran, seperti media, lingkungan sosial, dan pengalaman pribadi, diproses dan diinterpretasikan oleh individu-individu dalam masyarakat. Dalam konteks komunikasi dan psikologi sosial, persepsi publik sering kali menjadi salah satu elemen penting karena mempengaruhi sikap dan perilaku kolektif terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk isu politik, kebijakan pemerintah, dan fenomena sosial.

Menurut Kotler dan Keller (2009), persepsi adalah proses di mana individu memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran yang bermakna tentang dunia di sekitarnya. Persepsi publik adalah hasil dari proses ini ketika terjadi dalam skala kolektif, yakni di tingkat masyarakat atau kelompok sosial yang lebih luas. Secara sederhana, persepsi publik dapat dipahami sebagai pandangan bersama yang dihasilkan dari persepsi-persepsi individual yang, meskipun mungkin berbeda, cenderung memiliki kesamaan dalam menilai suatu isu atau individu. Persepsi publik sering kali terbentuk dan dipengaruhi oleh pengalaman langsung serta berbagai sumber informasi seperti media massa, media sosial, perbincangan di lingkungan sosial, dan pendidikan. Misalnya, citra seorang pemimpin politik akan dibentuk dari bagaimana media menampilkan sosok tersebut, isu-isu apa yang dikaitkan dengannya, dan bagaimana kelompok-kelompok sosial memberikan respons terhadap tindakan atau kebijakan yang diambil pemimpin tersebut (Effendy, 2009).

Persepsi publik sangat dipengaruhi oleh media massa dan media sosial. Media memiliki kekuatan untuk mempengaruhi isu-isu apa yang dianggap penting oleh publik. Dengan kata lain, media bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk agenda publik dengan memusatkan perhatian pada isu-isu tertentu. Dalam konteks persepsi publik, media sering kali memiliki pengaruh yang besar karena dapat menampilkan suatu isu atau individu dari sudut pandang tertentu yang pada akhirnya membentuk persepsi masyarakat. Sebagai contoh, jika media terus-menerus menampilkan berita negatif tentang seorang tokoh atau peristiwa, persepsi publik akan cenderung negatif, meskipun pada kenyataannya isu tersebut bisa saja tidak seburuk yang diberitakan. Sebaliknya, jika media menyoroti sisi positif dari suatu kebijakan atau tokoh, masyarakat mungkin akan memiliki persepsi yang lebih positif. Ini menunjukkan bahwa media dapat menjadi alat yang sangat kuat dalam membentuk persepsi publik, terutama dalam masyarakat yang akses informasi utamanya masih bergantung pada media massa.

Persepsi publik juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dan opini dari orang-orang terdekat. Hal ini berkaitan dengan teori konformitas, di mana individu mungkin mengubah persepsi atau pendapat mereka untuk selaras dengan kelompok atau lingkungan sosial yang mereka anggap penting. Dalam konteks persepsi publik, hal ini berarti bahwa opini masyarakat terhadap suatu isu atau tokoh tertentu dapat dibentuk oleh pengaruh kelompok. Jika suatu kelompok besar di masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap suatu kebijakan, misalnya, individu-individu dalam kelompok tersebut kemungkinan besar akan mengadopsi pandangan yang sama, baik karena pengaruh sosial maupun karena mereka merasa terikat secara emosional dengan kelompok tersebut. Media sosial saat ini juga memiliki pengaruh besar terhadap persepsi publik. Media sosial memungkinkan penyebaran informasi yang cepat dan luas, tetapi juga membuka peluang bagi penyebaran disinformasi atau berita palsu yang bisa membentuk persepsi yang keliru di kalangan masyarakat. Dalam media sosial, algoritma yang digunakan oleh platform sering kali menampilkan konten yang sesuai dengan minat atau pandangan pengguna, yang dikenal sebagai "echo chamber" atau ruang gema. Efek dari fenomena ini adalah bahwa pengguna hanya akan terpapar pada informasi yang menguatkan pandangan atau persepsi mereka sendiri, yang pada akhirnya memperkuat bias dan membentuk persepsi publik yang kurang beragam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun