Mohon tunggu...
Nazwa Aulia Rahadian
Nazwa Aulia Rahadian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

43223010030 || S1 Akuntansi || Fakultas Ekonomi dan Bisnis || Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

3 Desember 2024   20:30 Diperbarui: 4 Desember 2024   18:38 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPT Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

1. Pembuktian Kejahatan yang Jelas

  • Actus Reus mengacu pada tindakan fisik atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa, misalnya penerimaan suap atau penggelapan dana publik.
  • Mens Rea mengacu pada niat jahat atau sikap batin terdakwa saat melakukan tindak pidana tersebut. Dalam konteks korupsi, hal ini mencakup kesengajaan untuk merugikan keuangan negara atau memperoleh keuntungan pribadi dengan cara melawan hukum

2. Asas Kesalahan sebagai Dasar Pemidanaan

  • Asas dalam hukum pidana menyatakan bahwa "tiada pidana tanpa kesalahan." Artinya, meskipun tindakan terdakwa memenuhi unsur Actus Reus, tetapi tanpa unsur Mens Rea, tindakannya tidak dapat dipidana.
  • Konsep ini penting untuk membedakan antara tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan melanggar hukum dan tindakan yang terjadi akibat kelalaian yang tidak disengaja

3. Mencegah Kekaburan Norma Hukum

  • Kehadiran kedua elemen ini menghindari munculnya ketidakjelasan norma atau penafsiran ganda dalam pelaksanaan hukum. Aturan hukum yang jelas dan tegas (lex certa) sangat penting agar proses pembuktian bisa berlangsung sesuai dengan asas keadilan dan prinsip-prinsip hukum pidana.

4. Penggunaan Alat Bukti

  • Dalam tindak pidana korupsi, alat bukti sering kali melibatkan bukti elektronik, seperti penyadapan atau dokumen digital. Pembuktian Mens Rea menjadi kunci untuk membedakan antara tindakan yang dilakukan demi kepentingan umum (contoh, whistleblower) dengan niat jahat untuk kepentingan pribadi.

5. Pertanggungjawaban Pidana yang Berkeadilan

  • Konsep Mens Rea menegaskan bahwa hanya individu yang benar-benar memiliki niat jahat yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Ini relevan dalam kasus di mana tindakan korupsi melibatkan lebih dari satu pihak dengan peran dan niat berbeda.

Penerapan konsep Actus Reus dan Mens Rea dalam kejahatan korupsi membantu menciptakan proses hukum yang transparan dan adil, serta menjamin bahwa hanya orang yang secara hukum bersalah yang dapat dihukum. Ini mencerminkan tujuan utama dari sistem hukum pidana untuk memastikan keadilan dan juga menjaga kepastian hukum.

Power Point Dokpri
Power Point Dokpri

Bagaimana penerapan konsep Actus Reus dan Mens Rea oleh aparat penegak hukum dalam proses penyidikan dan penuntutan kasus korupsi di Indonesia?

Perbedaan penerapan Actus Reus dan Mens Rea memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap hasil vonis dalam kasus pidana, termasuk kasus korupsi, di Indonesia. Dalam kasus korupsi, apabila hanya Actus Reus yang terbukti tanpa adanya Mens Rea, pelaku dapat dilepaskan dari tanggung jawab pidana. Hal ini disebabkan prinsip hukum pidana yang mendasarkan pemidanaan pada pembuktian kedua elemen tersebut secara lengkap. Namun, jika Mens Rea terbukti, vonis dapat lebih berat karena menunjukkan bahwa pelaku tidak hanya melakukan tindakan terlarang, tetapi juga memiliki niat untuk melakukannya demi keuntungan tertentu. Kesalahan fokus pada salah satu elemen dapat menyebabkan vonis tidak sesuai harapan, baik terlalu ringan maupun tidak dapat dijatuhkan sama sekali.

Kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) (dulu bernamakan PT Duta Graha Indah)

Pada 24 Juli 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan perusahaan PT NKE terlibat dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan, salah satunya pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010. Penetapan perusahaan ini sebagai tersangka adalah hasil pengembangan dari penyidikan yang sama dengan tersangka Dudung Purwadi, Direktur Utama PT DGI dan Made Meregawa, pejabat pembuat komitmen. Perbuatan ini diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 25, 953 miliar.

PT NKE juga dianggap telah memperkaya diri sendiri atau sebagai sebuah perusahaan sejumlah Rp 24,778 miliar. Selain itu, diduga juga memperkaya Muhammad Nazarudin beserta perusahaan yang dipimpin olehnya, yaitu PT Anak Negeri, PT Anugerah Nusantara, dan Grup Permai sebanyak Rp 10,290 miliar. Atas tindakannya, jaksa KPK meminta PT NKE membayar denda sebesar Rp 1 miliar. PT NKE juga diminta membayar uang pengganti tambahan sejumlah Rp 188.732.756.416. Jaksa juga meminta agar hak PT NKE untuk ikut lelang proyek pemerintah dicabut selama dua tahun.

Vonis yang dijatuhkan hakim kepada PT NKE lebih rendah dari tuntutan jaksa. Terdapat beberapa alasan yang disampaikan oleh majelis hakim dalam putusan. Uang pengganti ditentukan berdasarkan keuntungan perusahaan dari delapan proyek yang didapat melalui bantuan Muhammad Nazaruddin, sebesar Rp 240 miliar. Setelah itu, dikurangi uang sebesar Rp 51,3 miliar yang telah disetorkan ke kas negara atas pelaksanaan putusan pengadilan terhadap terpidana mantan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi. Majelis hakim juga mempertimbangkan replik dari penuntut umum bahwa uang pengganti Rp 188 miliar dikurangi dengan jumlah commitment fee yang dibayarkan terdakwa kepada Nazaruddin dan rekan-rekannya sekitar Rp 67 miliar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun