Mohon tunggu...
inaya muhtar
inaya muhtar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Peranan Farmasis dalam Menyongsong Indonesia Sehat 2025

16 Januari 2018   02:02 Diperbarui: 16 Januari 2018   02:08 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

farmasi adalah salah satu bidang profesional kesehatan yang mempelajari seni dan ilmu dalam penyiapan,pendistribusian,penyimpanan obat dan disertai dengan pemberian informasi kepada publik, sehingga bertanggung jawab dalam pemastian efektivitas dan keamanan penggunaan obat.

profesi farmasi hingga kini masih belum sangat dikenal oleh masyarakat. Padahal sebenarnya, farmasi juga mememiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Hal ini karena yang paling kompeten tentang obat-obatan adalah seorang farmasis.

Keterkaitan farmasi dalam fungsi kesehatan masyarakat terutama dalam menyusun

kebijakan (menyangkut) kesehatan,baik oraganisasi,lokal,regional,nasional maupun internasional

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.

Kesehatan merupakan bagian penting dalam hidup. Banyak orang akan melakukan apapun, mengupayakan dana berapapun demi kesehatan. Kesehatan sering dikaitkan dengan dokter dan apoteker. Dokter yang bertugas mendiagnosa penyakit, kemudian menentukan jenis obat yang diperlukan, sedangkan apoteker bertugas untuk memberikan obat kepada pasien. Namun itu bukan berarti bahwa apoteker hanya bertugas untuk meracik obat saja. Apoteker bertanggung jawab secara langsung kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan pasien dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien      

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Nawacita agenda prioritas kelima, berkomitmen meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Sebagai bagian dari Kabinet Kerja, Kementerian Kesehatan mengambil peran untuk mewujudkannya melalui program Indonesia Sehat yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).      

Pada saat ini, pengetahuan dan tingkat ekonomi masyarakat sudah semakin meningkat, konsekwensinya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pun menjadi semakin tinggi, termasuk pelayanan informasi obat yang dirasa masih kurang. Di sisi lain produk obat semakin bervariasi dan lebih poten tetapi minim informasi atau malah informasinya menyesatkan sehingga peran apoteker sangat dibutuhkan sebagai drug informer yang memang mempunyai pengetahuan dan keahlian dibidang itu, ditambah lagi apoteker memiliki legalitas kewenangan yang sah menurut peraturan undang-undangan yang berlaku.

Tetapi kenyataannya hal itu sulit dilakukan karena apotek-apotek yang ada sekarang kebanyakan bukan dimiliki oleh apoteker melainkan orang awam (pemilik sarana apotek) yang notabene lebih berorientasi profit dan seringkali tidak mempedulikan hak masyarakat akan informasi obat. Maka sudah saatnya apoteker mengambil alih bisnis apotek agar fungsi utama

apotek sebagai salah satu sarana kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan informasi obat kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik.      

Idealnya memang apotek seharusnya hanya boleh didirikan, dimiliki dan dikelola oleh seorang apoteker. Asumsinya adalah jika apotek dipegang oleh orang yang berkompeten di bidangnya maka fungsi apotek dapat berjalan sebagaimana mestinya, yakni sebagai sarana kesehatan, bukan sekedar bisnis semata. Ini adalah pelaksanaan murni dari PP No. 25 Tahun 1980. Boleh saja apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana apotek tetapi apotek tetap menjadi milik dan atas nama apoteker. Memang saat ini di dalam Surat Izin Apotek (SIA) disebutkan izin apotek diberikan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA), tetapi karena ada PSA di dalamnya, kenyataan yang terjadi adalah apotek dianggap milik PSA sedangkan APA hanya sebagai pengelola.

Bagi seorang farmasis kita tentu mengetahui bahwa obat merupakan racun jika dikonsumsi bukan dengan dosis yang di tentukan. Sebagai farmasis kita dapat membantu masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi penyakit tetapi ada beberapa hal yang harus kita perbaiki sebagai seorang farmasis kita mengetahui tentang obat dan kita harus memberitahukan kepada masyarakat cara penggunaan obat yang sebaiknya dan seharusnya salah satu contoh yang perlu di perbaiki disini adalah polifarmasi.

Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan 5 macam atau lebih obat-obatan oleh pasien yang sama. Namun, polifarmasi tidak hanya berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi. Secara klinis, kriteria untuk mengidentifikasi polifarmasi meliputi

1. Menggunakan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas

2. Menggunakan terapi yang sama untuk penyakit yang sama

3. Penggunaan bersamaan obat-obatan yang berinteraksi

4. Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat

5. Penggunaan obat-obatan lain untuk mengatasi efek samping obat.

Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi antara obat dengan obat atau obat dengan penyakit. Populasi lanjut usia memiliki risiko terbesar karena adanya perubahan fisiologis yang terjadi dengan proses penuaan. Perubahan fisiologis ini, terutama menurunnya fungsi ginjal dan hepar, dapat menyebabkan perubahan proses farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut.

Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien mengacu pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayan kefarmasian yang semula berfokus pada pegelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien m. Untuk mejamin mutu pelayanan farmasi kepada masyarakat, telah dikeluarkan standar pelayanan farmasi

Untuk mencegah terjadinya hal hal seperti ini mungkin di perlukan beberapa cara yaitu dengan melakukan teknik Komunikasi,Informasi dan Edukasi serta Konseling antara pasien dengan apoteker.    

Konselingberasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran, melakukan diskusi dan pertukaran pendapat (Depkes RI, 2006). Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus senantiasa memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan lainnya (Depkes RIa, 2004).

Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat dengan cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat (Depkes RI, 2006).

Tujuan umum dari konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi,memaksimalkan efek terapi,meminimalkan resiko efek samping dan tujuan khusus dari konseling adalah meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien,menunjukkan kepedulian serta pergatian kepada pasien,membantu pasien untuk mengatur serta terbiasa dengan obatnya,membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya,menibgkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan,mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan dan yang paling penting adalah membimbing pasien dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.

Untuk mencapai tujuan konseling dalam membantu pasien kita dengan berbagai cara, apoteker juga harus melakukan tindakan mengedukasi pasien. Edukasi berarti meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dengan tujuan menimbulkan perubahan sikap dan perilaku dalam hal-hal yang berkaitan. Tujuan edukasi oleh apoteker adalah memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuan spesifik pasien. Tujuan lain dari edukasi meliputi pemberian keterampilan dan teknik yang dibutuhkan pasien untuk mengoptimalkan terapi yang diresepkan bagi pasien tersebut.

Manfaat konseling bagi pasien adalah sebagai berikut menjamin keamanan efektifitas pengobatan, mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya, membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri, membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu, menurunkan kesalahan penggunaan obat, meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi, Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan, meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya kesehatan. Sedangkan bagi apoteker antara lain: menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayan kesehatan, mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi apoteker, menghindarkan apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat (medication error), suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanannya.

1. Deskripsi dan kekuatan obat

Apoteker harus menberikan informasi kepada pasien mengenai:

a) Bentuk sediaan dan cara pemakaiannya

b) Nama dan zat aktif yang terkandung didalamnya

c) Kekuatan obat (mg/g)

2. Jadwal dan cara penggunaan

Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus seperti "minum obat sebelum makan", "jangan diminum bersama susu" dan lain sebagainya. Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman dan perilaku sosial ekonominya.

3. Mekanisme kerja obat

Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit/gejala yang sedang diobati sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus dijelaskan. Penjelasan harus sederhana dan ringkas agar dipahami oleh pasien.

4. Dampak gaya hidup

Regimen obat banyak memaksa pasien untuk merubah gaya hidup. Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai manfaat perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.

5. Penyimpanan

Pasien harus diberikan tentang cara penyimpanan obat terutama penyimpanan obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya dan lain sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-anak

6. Efek potensial yang tidak diinginkan

Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya toksisitas secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk obat yang menyebabkan perubahan warna urin, yang menyebabkan kekeringan pada mukosa mulut, dan lain sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda dan gejala keracunan (Depkes RI, 2006).

Cara yang digunakan untuk melontarkan pertanyaan dan susunan kata yang digunakan untuk menyampaikan informasi kemungkinan sangat menentukan hasil yang dicapai dari sesi konseling. Hal yang terpenting adalah harus terjadi komunikasi dua arah, yaitu dengan memberi banyak kesempatan bagi pasien untuk berdiskusi dan mengajukan pertanyaan.  

Apoteker perlu menyadari bahwa konseling adalah layanan apotek, tetapi ternyata masih banyak apoteker yang masih menemui kesulitan untuk terlibat dalam konseling pasien. Apoteker sepertinya menghadapi begitu banyak tantangan untuk menjadikan konseling pasien sebagai aktivitas rutinnya untuk menerapkan layanan-layanan apotek. Tantangan utama yang harus dihadapi apoteker dalam memberikan layanan konseling pada pasien meliputi: tantangan yang melekat pada sistem, lingkungan tempat praktik apoteker, tantangan yang ditimbulkan oleh apoteker sendiri dan oleh pasien dan perubahan.

Harapan saya untuk farmasi kedepannya,kita sebagai farmasis seharusnya lebih sering beribteraksi dengan pasien karena dengan berinteraksi langung,membuat pasien merasa lebih baik dan tidak ragu untuk mengonsumsi obat yang seharusnya dia konsumsi serta mencegah terjadinya kesalahan penggunaan obat,pemakaian berlebihan obat serta ibat yang todak seharusnya digunakan secara berlebihan,pasien harus mengetahui konsekuensi dari penggunaan obat tersebut,karena kita tahu bahwa obat adalah racun apabila melebihi dosis yang ditentukan tetapi jika sesuai dosis akan berbuah hasil yang baik untuk kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun