Abad 21 merupakan abad perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKs). Perkembangan IPTEKs diabad sebelumnya dan diabad 21 mengalami perbedaan.
Dimana pada abad sebelumnya banyak pekerjaan yang sifatnya pekerjaan rutin dan berulang-ulang namun diabad 21 telah digantikan oleh teknologi, baik teknologi komputer maupun digital (Wijaya et.all, 2016).
UNESCO merumuskan empat pilar pendidikan untuk menyongsong abad 21 yaitu: Learning to know, Learning to do, Learning to live to gether, dan Learning to be.
Nurhayati (2013) menjelaskan siswa harus diberdayakan agar memiliki pemahaman dan pengetahuan (learning to know) terhadap dunia nyata, dengan pengetahuan itu dia dapat berbuat (learning to do), kemudian dapat memperkaya pengalaman belajarnya melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya serta bisa menjalin kerjasama antar sesama manusia (learning to live together).
Dengan pengetahuan yang dimiliki, kemampuan berbuat dan bekerja sama, peserta didik dapat membangun kepercayaan diri dan membangun jati dirinya sehingga bisa hidup mandiri (learnig to be).
Sementara itu Sani (2013) menyatakan adapun keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa untuk bertahan hidup di abad 21 yaitu kreativitas dan inovasi, kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, komunikasi dan kolaborasi, ketrampilan sosial dan lintas budaya, serta penguasaan teknologi informasi.
Menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul, kreatif, inovatif, berkarakter dan berbudaya atau yang memiliki keterampilan abad 21 merupakan tanggung jawab semua pihak termasuk guru. Oleh karna itu sebagai pendidik profesional guru  harus memiliki bekal dalam membimbing serta mendidik generasi abad 21, diantaranya:
1. Penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini terjadi perkembangan teknologi yang sangat cepat dan selalu berubah. Kemajuan teknologi menyebar diseluruh lini kehidupan termasuk dibidang pendidikan.
Akibat kemajuan teknologi dibidang pendidikan proses pembelajaran tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Proses pembelajaran dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja.
Misalnya dengan adanya teknologi internet dan smartphone. Dengan smartphone atau handphone android siswa dapat mempelajari terlebih dahulu mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya sehingga didalam kelas ia memiliki pengetahuan awal terkait pelajaran yang akan diajarakan. Namun apabila smartphone disalahgunakan oleh siswa seperti digunakan untuk melihat video porno, games online maupun judi online. Maka kehadiran smartphone akan merusak akhlak siswa bahkan dapat menyebabkan prestasi belajar siswa rendah. Â
Oleh karna itu menghadapi abad 21 guru harus mampu beradaptasi dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Guru harus menciptakan suasana pembelajaran yang inovatif sehingga siswa aktif dan senang ketika mendengarkan materi yang disampaikan.
Seperti menyiapkan materi dalam bentuk power point (PPT), mampu mengoperasikan LCD, memanfaatkan internet untuk mencari referensi kekinian, menyusun instrumen berbasis android  dan sebagainya. Saat ini banyak hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait manfaat TIK dalam kegiatan pembelajaran.
Hasil penelitian Rahayu et.all (2019) bahwa penggunaan modul pembelajaran online dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Begitupun dengan hasil penelitian Firdaus dan Arini (2015) bahwa pengembangan media pembelajaran elektronik learning (e- learning) efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Mengintegrasikan pendidikan karakter dan budaya lokal dalam pembelajaran
Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yaitu terkait kemerosotan moral generasi muda. Saat ini tidak sedikit pelajar kita sudah melakukan perbuatan menyimpang seperti narkoba, minuman keras, geng motor, melanggar aturan lalu lintas, dan perkelahian antara pelajar. Selain dari pada itu pelajar Indonesia saat ini cenderung mengadopsi budaya barat yang materialistik dan identik dengan hura-hura. Padahal budaya tersebut tidak sesuai dengan budaya asli masyarakat Indonesia.
Perilaku seperti ini harus segera diselesaikan sebab masa depan bangsa Indonesia kedepannya berada ditangan generasi muda. Menyikapi degradasi moral dikalangan pelajar Indonesia pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan agar disisipkan pendidikan karakter berbasis budaya pada setiap mata pelajaran.
Pendidikan karakter adalah proses penanaman nilai karakter kepada siswa di sekolah yang meliputi religius, gotong royong, nasionalisme, peduli lingkungan, jujur, mandiri, serta disiplin sehingga menjadi manusia yang memiliki kompetensi yang utuh.
Berdasarkan hasil penelitian Irwansyah dan Ariyansyah (2019) bahwa perangkat pembelajaran berorientasi pendidikan karakter dapat meningkatkan sikap dan pengetahuan siswa. Sedangkan hasil penelitian Mulyaningsih et. all (2013) menyimpulkan bahwa pembelajaran problem solving berbasis budaya lokal dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.
3. Menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan abad 21 siswa.
Sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional saat menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sunarto dalam Agustin (2011) yang menyatakan bahwa sekolah-sekolah di Jawa Tengah hampir 80% pendidik masih menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.
Akibatnya, proses belajar tidak berjalan secara kreatif, efektif dan menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang didominasi oleh metode ceramah sudah tidak sesuai dengan konteks pembelajaran abad 21.
Dimana pendidikan abad 21 seharusnya guru mengarahkan siswa agar terbiasa melakukan aktivitas seperti mencari informasi atau mengumpulkan data, menganalisa, berpikir kritis, berpikir kreatif berkomunikasi, memiliki sikap ilmiah, dan memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
Adapun beberapa model pembelajaran abad 21 yang  menawarkan hal tersebut yaitu model pembelajaran kontekstual  (contekstual teaching and learning/ CTL), model pembelajaran berbasis masalah  (problem based learning/ PBL), model pembelajaran inkuiri (inkuiri learning), model pembelajaran penemuan (discovery learning), dan model pembelajaran berbasis proyek (Projed Based Learning/ PjBL).
Model pembelajaran ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang jelas berdasarkan hasil penelitian kekinian berbagai model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan keterampilan abad 21 siswa.
Referensi:
Agustin, M. 2011. Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran. Bandung: PT. Refika Aditama.
Firdaus & Arini. 2015. Pengembangan Media Pembelajaran Biologi Berbasis E-Learning pada Materi Ekskresi Kelas XI IPA 3 SMAN 4 Makassar. Jurnal Bionature. Volume 16 (1).
Irwansyah, M & Ariyansyah. 2019. Perangkat Pembelajaran Biologi Berorientasi Pendidikan Karakter untuk Meningkatkan Sikap dan Pengetahuan Siswa. Jurnal Lentera Pendidikan. Volume 22 (1).
Mulyaningsih et.all. 2013. Pengaruh Model Problem Solving Berbasis Budaya Lokal terhadap Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar IPS. Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Volume 3.
Nurhayati, B. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Makassar. UNM.
Rahayu, et.all (2019). Pengembangan Modul Pembelajaran Online pada Mata Pelajaran Kimia. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan. Volume 5 (1).
Sani, A.R. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.
Wijaya, et.all. 2016.  Transformasi  Pendidikan  Abad  21  sebagai  Tuntutan  Pengembangan Sumber Daya Manusia Era Global. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika. 1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H