Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Solusi Alternatif terhadap Kemiskinan Nelayan

8 Januari 2023   07:56 Diperbarui: 8 Januari 2023   18:40 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KOMPAS.ID/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Kekayaan laut Indonesia yang melimpah ruah seperti potensi sumberdaya perikanan tangkap yang melimpah sehingga Indonesia dengan kenal dengan Negara yang memiliki Marine Biodiversity justru berbanding terbalik dengan kondisi kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB yang hanya berkisar pada angka 2 % jika dihitung atas dasar bahan baku dan hanya berkisar pada nilai 4 % dari PDB jika hitungan memasukkan produk perikanan olahan.

Namun, walau memiliki kontribusi kecil pada PDB sub sektor perikanan tangkap justru memiliki peran dan kontribusi ysng cukup siginifikan  bagi pembangunan ekonomi riil dan kehidupan sosial-ekonomi-budaya masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pesisir.

Masyarakat pesisir terdiri dari nelayan dan pekerja pendukung subsektor perikanan tangkap serta beberapa kelompok masyarakat lainnya yang tidak terkait dengan industri perikanan tangkap yang jumlahnya sangat kecil. 

Dimana pada tahun 2021 jumlah nelayan sekitar 2,7 juta yang sebagian besar yaitu sekitar 2,3 Juta adalah nelayan perairan laut dan sisanya perairan lainnya serta kurang lebih 5,4 juta orang bekerja di industri hulu, industri hilir, dan jasa-jasa pendukung perikanan tangkap. Oleh karena itu secara keseluruhan orang yang bekerja di sub sektor perikanan tangkap kurang lebih berjumlah 8,1  juta orang.

Jika kita asumsikan dalam keluarga nelayan terdapat 5 orang (ayah, ibu, dan 3 anak), maka sekitar dapat ditemukan angka sebesar 40,5 juta jiwa atau sekitar 14,7 % dari total  penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya sehari-hari pada subsektor Perikanan Tangkap. Selain itu berdasarkan data puslitbang Gizi bahwa sekitar 60 % total asupan protein hewani rakyat Indonesia berasal dari ikan dan seafood. 

Sedangkan  telur, susu, daging sapi, ayam, dan hewan darat lainnya hanya mampu memasok 40 % dari kebutuhan gizi masyarakat. Belum lagi efek lain dari subsektor perikanan tangkap bagi Negara, seperti peran dan kontribusi masyarakat nelayan dalam menjaga kedaulatan laut serta konservasi laut dan masih banyak lagi. 

Namun Ironisnya, sampai sekarang mayoritas nelayan, terutama ABK (buruh nelayan) bersama petani dan buruh merupakan tiga kantong kemiskinan di Indonesia.

Kondisi ekonomi nasional dan global serta bergulirnya kebijakan non populis seperti kenaikan harga BBM sangat berdampak bagi nelayan, karena nilai pengeluaran untuk BBM adalah nilai mayoritas dari modal yang dikeluarkan nelayan, selain itu kondisi seperti pandemi juga turut berkontribusi terhadap nilai tukar nelayan atau NTN, oleh karena itu kesejahteraan nelayan paling terdampak akibat kebijakan kenaikan BBM dibanding kelompok masyarakat lainnya.

Indonesia memiliki potensi produksi lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) Sumber Daya Ikan (SDI) laut yang paling besar di dunia, sekitar 12,5 juta ton/tahun, dan pada 2021 baru dimanfaatkan sekitar 6,7 juta ton (53,6 %).

Disisi lain MSY sumberdaya ikan pada perairan darat sebesar 3,3 juta ton/tahun, dan baru dimanfaatkan sekitar 640 ribu ton (20 %). Maka, tentunya peluang untuk mengembangkan ekonomi perikanan tangkap dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan secara berkelanjutan (sustainable) masih sangat  terbuka lebar. Dan harusnya sub sektor perikanan tangkap mampu dioptimalkan kontribusinya untuk PDB Nasional.

Untuk mengoptimalkan produktivitas sub sektor perikanan tangkap serta menanggulangi kemiskinan nelayan maka perlu adanya sebuah kebijakan fundamental yang memiliki tujuan jelas yaitu upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan, kedaulatan pangan, dan pertumbuhan ekonomi inklusif secara berkelanjutan. 

Di mana kebijakan tersebut harus dijalankan secara komperehensif dan mampu mendorong kontribusi semua pihak untuk mendukungnya. Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya:

Pertama, Peralihan konsep pengelolaan penangkapan ikan dari konsep penangkapan ikan bersifat akses terbuka atau open access Managed Fisheries pada konsep penangkapan ikan secara terkendali dan terukur atau Controlled And Measurable Managed Fisheries. Dimana konsep pengelolaan penangkapan ikan adalah hal yang  sangat mendasar dan krusial untuk memastikan bahwa usaha penangkapan ikan menguntungkan, mensejahterakan nelayan serta menjaga kelestarian sumberdaya ikan.

Harus ada kebijakan yang bisa mengelola proses penangkaan ikan seperti penetapan jumlah kapal ikan beserta ukuran GT atau Gross Tonnage dan spesifikasi jenis alat tangkapnya di setiap zona penangkapan ikan dalam setiap  Wilayah Pengelolaan Perikanan. Sehingga hasil tangkapan ikan per satuan upaya penangkapan atau Catch per Unit of Effort (CPUE) pada setiap zona mampu menjaga keseimbangan ekonomi yaitu upaya mensejahterakan nelayan serta ekologi yaitu menjaga kelestarian sumberdaya ikan.

Penetapan atau perhitungan diatas menjadi dasar untuk pengelolaan wilayah pengelolaan perikanan yang mengalami status penangkapan ikan berlebih atau Over Fishing  yaitu dengan mengurangi jumlah armada yang beroperasi hingga menutup sementara secara periodic atau melakukan pemberlakuan musim penangkapan. 

Serta menjadi dasar untuk menyiapkan kebutuhan Armada kapal ikan modern yang mampu mengoptimalkan penangkapan ikan di setiap WPP dan bagi kapal-kapal tradisional yang berjumlah 95 % dari jumlah armada penangkapan ikan nasional harus menjadi perhatian untuk dilakukan modernisasi dengan penerapan teknologi mutakhir dibidang penangkapan ikan.

Kedua, Standarisasi skala ekonomi usaha perikanan tangkap yaitu pada nilai minimum pemdapatan nelayan perbulannya, hal ini untuk mengoptimalkan kesejahteraan nelayan. 

Standarisasi skala ekonomi tersebut bisa didorong dengan program pendampingan serta pemberdayaan nelayan dalam mengoptimalkan produksi seperti penyediaan BBM, Bahan perbelakan yang terjangkau, fasilitas penangkapan ikan, dan penyediaan sarana pendukung seperti data daerah penangkapan dan sebagainya. 

Disisi lain pemerintah menyiapkan  mata pencaharian substitusi (alternatif) saat nelayan tidak bisa menangkap ikan seperti masalah musim pennagkapan, dan faktor lainnya.

Substitusi mata pencaharian adalah upaya untuk mendorong nelayan tetap mendapatkan penghasilan, sehingga tidak terjerat rentenir yang justru memperburuk kondisi ekonomi nelayan. Program substitusi mata pencaharian nelayan bisa berupa pengembangan usaha pengolahan ikan, usaha perikanan budidaya ikan, atau  usaha lainnya sesuai dengan potensi pembangunan dan kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat.

Ketiga,  Penguatan SDM Nelayan dimana nelayan harus mendapatkan pendidikan dan pelatihan serta fasilitas dalam rangka menerapkan cara penaangkapan ikan yang baik, aman dan ramah lingkungan atau Good Fishing Practices serta menerapkan cara penanganan yang baik atau Good Handling Practices diatas kapal ikan dari saat menangkap ikan hingga ikan sampai ke konsumen atau pembeli. 

Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas ikan serta memiliki nilai jual yang tinggi. Pengunatan SDM dengan mengoptimalakn peran pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan terhadap nelayan.

Keempat, Pembanguna sentra perikanan terintegrasi dengan konsep revitalisasi dan pembangunan baru pelabuhan perikanan berkelas dunia  sesuai kebutuhan. Dimana pelabuhan perikanan tidak hanya menjadi tempat tambat labuh dan bongkar muatan tapi juga menjadi kawasan industri perikanan terintegrasi. Pelabuhan harus memiliki sarana pabrik es, cold storage, industri (pabrik) pengolahan ikan, mobil angkutan berpendingin sebagai bagian integral dari sistem rantai dingin dan rantai pasok.

Selain itu Pelabuhan perikanan harus juga menyiapkan fasilitas ekonomi lainnya seperti koperasi, perusahaan, atau unit bisnis lainnya yang menyediakan (menjual) kepada nelayan semua sarana produksi perikanan tangkap (kapal ikan, mesin kapal, alat tangkap, BBM, energi terbarukan, beras, dan lainnya). 

Hal tersebut bertujuan untuk memastikan kebutuhan nelayan terpenuhi dengan biaya yang murah dan berkualitas serta mudah diakses dan upaya untuk memastikan hasil tangkapan nelayan bisa terjual dengan nilai yang baik dan menguntungkan nelayan.

Kelima, Konservasi dengan konsep restorasi ekosistem pesisir dan laut yang mengalami kerusakan seperti kerusakan mangrove, kerusakan terumbu karang, dan pencemaran laut.  

Hal tersebut bisa dengan menerapkan kebijakan zero tolerance terhadap upaya pengrusakan mangrove, pengrusakan terumbu karang serta pembuangan limbah dilaut. Selain itu perlu kebijakan dan motivasi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah dilaut, tidak merusaka ekosistem mangrove dan terumbu karang dengan dalih apapun.

Keenam, Penguatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, kebijakan ini tidak hanya berbicara tentang upaya pemberantasan penangkapan ikan tidak berizin atau illegal fishing, pennagkapan ikan tidak terlapor atau unreported fishing dan penangkapan ikan tidak sesuai perizinan atau unregulated fishing tapi juga upaya pengawasan dari segala bentuk kegiatan penangkapan ikan baik oleh nelayan asing mauoun nelayan Indonesia yang merusak potensi kelesatian sumberdaya ikan.  

Selain itu pengawasan juga harus mengoptimalkan diplomasi terhadap Negara tetangga kawasan, sehingga tercipta kesepahaman dalam memanfaatkan sumberdaya ikan dalam kerangka keseimbangan ekologi dan ekonomi.

Ketujuh, Konservasi keaneka regaman hayati perairan laut berbasis konsep penyetokan ulang atau restocking terhadap wilayah-wilayah perairan yang telah overfishing secara tepat dan benar, revitalisasi manajemen kawasan konservasi laut dan pengembangan kawasan konservasi laut yang baru sesuai kebutuhan. serta konservasi keanekaragaman hayati perairan pada tingkat spesies, ekosistem, dan genetik.

Kedelapan, Perlindungan pesisir dan masyarakat pesisir termasuk nelayan dengan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim global, tsunami, gempa bumi, dan bencana alam lain. 

Konsep perlindungan yang tepat dan berkelanjutan akan berdampak positif pada pengembangan pembangunan sektor perikanan tangkap, sektor perikanan budidaya, sektor pariwisata, sektor ekonomi maritim lain. Mitigasi bisa dilakukan dengan penerapan teknologi detensi dini kebencanaan, serta penyiapan kampung nelayan tahan dan tangguh terhadap kebencanaan.

Upaya pengelolaan sub sektor perikanan tangkap dengan mengaktualisasikan serta mengimplementasikan kebijakan dan program diatas, tentunya akan berdapak pada subsektor Perikanan tangkap bukan hanya  mampu mensejahterakan seluruh nelayan secara berkelanjutan dan berkeadilan, namun tentunya juga mampu menyumbangkan lebih signifikan terdapat PDB nasional, menyumbang erekonomian nasional, pertumbuhan ekonomi inklusif, dan peningkatan daya saing Indonesia khususnya dibidang maritim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun