Sebuah upaya pemberdayaan masyarakat dengan mengoptimalkan peran serta pemimpin masyarakat yang paling dekat dengan masyarakat yaitu ketua RT/RW.
Jika setiap individu punya beragam masalah maka wajar saja jika sebuah negara atau sebuah daerah yang menaungi beragam individu memiliki masalah yang kompleks dan kita pasti sudah familiar dengan yang namanya kemiskinan dan pengangguran.Â
Kemiskinan dan pengangguran adalah masalah sosial ekonomi bagi masyarakat di suatu daerah khususnya negara-negara berkembang. Menjadi menakutkan ketika tidak segera terurai untuk memperoleh solusi pengentasan kemiskinan atau menanggulangi pengangguran sehingga memerlukan sebuah skenario sebagai alternatif solusi.
Jika membaca hasil kajian sebuah lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat baik nasional maupun internasional, maka kita akan bisa menarik kesimpulan bahwa kemajuan sebuah wilayah atau daerah sangat ditentukan oleh peran kelembagaan masyarakat di garda terdepan. Karena merekalah yang paling dahulu bersentuhan dengan masyarakat.Â
Kelembagaan masyarakat bisa dibentuk dalam suatu komunitas atas inisiasi pemerintah, maupun oleh lembaga serta institusi yang konsen pada upaya pemberdayaan masyarakat.
Tapi kita semua tentunya tahu bahwa ada lembaga masyarakat yang sudah ada dan sangat familiar dengan kita semua, di mana pastinya mereka adalah lembaga terdepan yang sangat dekat dengan masyarakat. Mereka adalah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW)
Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) dalam sruktur pemerintahan di negeri ini merupakan garda terdepan dari Pemerintahan Desa atau Kelurahan. Tentunya memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.Â
Ketua RT dan RW dipilih oleh warga dan disahkan oleh kepala desa atau lurah. Tentunya figur para ketua tersebut sudahlah sangat dikenal oleh masyarakat. Mereka memiliki kapasitas yang dipercaya oleh masyarakat. Kedekatan serta dukungan masyarakat itulah tentunya menjadi bekal bagi ketua RT/RW dalam menangani masalah-masalah di lingkungannya.
Tapi sebagian besar kita tahu bahwa masalahnya adalah mereka tanpa gaji, hanya diberi insentif yang besar-kecilnya tergantung PAD dan kebijakan Pemerintah Kota atau Kabupaten masing-masing. Mungkin di sebagian daerah mereka mendapatkan intensif yang lumayan besar tapi di daerah lain sebaliknya.Â
Selain itu banyak ketua RT/RW yang justru aktif di dunia kerja dan waktunya terkuras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Peran serta sebagai ketua RT/RW Â pun sebatas menarik pajak, info KTP, sumbangan desa, atau teken persuratan sebagai syarat warga mengurus keperluannya baik ke desa maupun ke instansi di atasnya.
Melihat besaran insentif yang kadang tidak seberapa, maka peran ketua RT/RW dapat dipastikan tidak akan maksimal, karena mereka akan mengutamakan kepentingan dan kehidupan keluarganya.Â
Sementara tidak sedikit bagi ketua RT/RW yang tidak seberuntung lainnya (memiliki pekerjaan tetap), memanfaatkan peluang kedekatan dengan pejabat desa maupun di atasnya untuk membantu masyarakat mengurus kelengkapan administrasi kependudukan. Bahasa kasarnya menjadi calo. Tentu akan merugikan masyarakat dan dia sendiri.
Berbagai permasalahan tersebut sudah pasti menjadi faktor bagi upaya membangun keteraturan, sanitasi, dan kebersihan serta peningkatan pendapatan masyarakat. Upaya-upaya pemberdayaan tersebut akan jauh dari harapan.
Karena itu banyak ketua RT dan RW yang dipilih karena memiliki pekerjaan tetap. Apakah sebagai PNS, pegawai perusahaan, atau pelaku usaha UMKM dengan dasar karena keikhlasan, pengabdian. Bahkan kadangkala setengah dipaksa, karena tidak ada yang bersedia.
Melihat hal itu, tidak jarang pada periode-periode selanjutnya banyak yang menolak atau tidak bersedia lagi. Â Tugas ketua RT/RW yang begitu kompleks tanpa dibarengi pendapatan yang pantas seringkali akan membuat kinerja mereka tidak maksimal.Â
Bahkan banyak yang mengeluh pekerjaan mereka seperti dokter yang tidak kenal waktu dan harus menjalankan tugas. Mulai dari masalah anak-anak berkelahi yang dicampuri orang tua sampai keributan suami istri dalam rumah tangga.
Jangankan berpikir tentang pemberdayaan masyarakat atau meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, menghadapi masalah-masalah seperti di atas saja sudah menguras waktu. Terlebih lagi harus memenuhi kebutuhan ekonomi pribadi.
Selain masalah di atas, realita tersebut juga akan berimbas pada akurasi data pemerintah tentang kependudukan, usaha masyarakat, status ekonomi masyarakat, dan lain sebagainya. Hal itu dikarenakan tidak dimaksimalkannya peran dan fungsi ketua RT/RW.
Mereka hanya jadi penengah masalah-masalah masyarakat yang timbul, bukan difungsikan sebagai pengelola sosial ekonomi kemasyarakatan.
Kita ambil contoh saat ada program sensus ekonomi, sensus penduduk, atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan validasi data kemasyarakatan. Justru diadakan perekrutan petugas sensus, yang terkadang kenyataanya petugas-petugas tersebut bukanlah warga setempat.
Mereka ini orang-orang yang tidak memahami keadaan masyarakat atau daerah tersebut, sehingga kita akan susah mengandalkan akurasi data yang dia ambil. Seberapa banyak pelatihan yang diberikan kepada petugas tidak akan bisa sama dengan kedekatan ketua RT/RW dengan masyarakat.
Karena itu seorang ketua RT/RW harus didudukkan sebagai seorang manajer yang profesional. Tentunya sistem penggajiannya sudah harus mempertimbangkan dengan standar yang ada, agar mereka dapat melaksanakan tugas secara optimal.
Mungkin beberapa daerah khususnya kota-kota yang sudah maju, sudah mampu mewujudkan hal tersebut dan tentunya peran kebijakan pemimpin daerah sangat sentral di sini.Â
Ketika daerah tersebut menerapkan kebijakan ini, maka hasilnya RT dan RW itu dapat membangun keteraturan, ketertiban, kebersihan, serta dapat memberi tambahan pendapatan warganya karena mampu memproduksi pangan, seperti dengan konsep "smart farming" di lahan terbatas.Â
Potensi-potensi masyarakat akan mudah ditumbuhkembangkan dengan dipimpin oleh ketua RT/RW. Misalnya menerapkan aquaponik masyarakat, inisiasi kelompok usaha dalam sebuah komunitas RT, Bahkan hingga sampah yang diproduksi diubah menjadi pupuk kompos.
Semua itu akan menjadi pemicu peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Dengan demikian warga teredukasi untuk lebih produktif, lebih teratur, dan ada tambahan pendapatan yang bisa mengurangi kemiskinan, ketimpangan, pengangguran, serta penyakit sosial.
Atas inisiasi ketua RT/RW yang telah tercerahkan dan diberi kewenangan selayaknya manajer, tentunya dengan intensif yang linier dengan kewenangan tersebut, maka upaya pemberdayaan masyarakat bisa terwujud. Dimulai dari pengorganisasian masyarakat hingga upaya menjalankan usaha bersama.
Pemerintah telah menggulirkan dana desa dengan nilai fantastis. Harusnya itu mampu menjadikan pemberdayaan masyarakat sebagai prioritas pengalokasian dana, bukan justru dibuat bancakan oleh oknum-oknum nakal.Â
Kasus-kasus banyaknya kepala desa yang harus pindah ke jeruji besi di berbagai daerah justru menggambarkan bahwa dana tersebut hanya jadi bahan kenduri bagi mereka-mereka yang tak paham atau justru tak mau paham dengan kondisi masyarakat, apalagi berpikir untuk pemberdayaan masyarakat.
Seharusnya dana desa ini dapat dimanfaatkan membuat RT dan RW percontohan. Peran Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa atau Kelurahan menjadi penting untuk merancang dan mengawal program ini.
RT dan RW yang menjadi percontohan itu misalnya yang menerapkan konsep satu rukun tetangga satu rukun usaha.
Optimalisasi peran bumdes dengan menginisiasi usaha masyarakat berbasis rukun tetangga/rukun warga harusnya mampu menafaatkan dana desa yang besar tersebut dengan menempatkan ketua RT/RW sebagai manajer pemberdayaan masyarakat.
Ketika konsep tersebut dipahami dan bisa dijadikan solusi pemberdayaan masyarakat tentunya akan timbul pertanyaan, mampukah para ketua RT/RW tersebut menjadi seorang manajer pemberdayaan masyarakat yang tentunya bertugas menghimpun, mengembangkan, serta menjaga keberlanjutan usaha tersebut?Â
Di sinilah bagaimana masyarakat memilih figur pemimpin ditentukan. Jika dulu kita memilih mereka yang sudah mapan karena meminta keikhlasannya, maka sekarang harus memilih mereka yang memiliki kompetensi, waktu, serta kinerja yang baik.Â
Selain itu pemerintah daerah bisa memfasilitasi semua ini dengan peningkatan kualitas mereka. Tak kalah penting, bisa juga direkrut dari para milenial yang baru selesai pendidikan yang memiliki pengalaman organisasi dan memiliki kepedulian terhadap masyarakat.
Para milenial bisa mengawali mempersiapkan diri menjadi pemimpin-pemimpin masyarakat, dimulai dari lingkungan RT/RW. Maka strategi ini pula diharapkan mampu mempersiapkan pemimpin-pemimpin berkualitas di masa mendatang.Â
Konsep mendudukan seorang ketua RT/RW menjadi manajer pemberdayaan masyarakat akan berdampak positif bagi pemanfaatan dana desa secara maksimal dan optimal.
Meningkatan sosial ekonomi masyarakat, menyiapkan para pemimpin masa depan dengan menjadikan para milenial sebagi pemimpin-pemimpin dari awal, dan yang terpenting permasalahan-permasalahan RT/RW bisa mendapat solusi sehingga muara dari semua itu adalah kesejahteraan masyarakat bisa teratasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H