Nelayan, sebuah panggilan yang taka sing
Sedari kecil aku sudah di kenalkan
Para pejuang keluarga dan negaranya
Mengais rizki pada deburan samudera
Senja merona memerahkan cakrawala
Berderet lelaki berkalung sarung
Menenteng ember menuju riak air pantai
Melompat pada bahtera tambat dermaga
Semua sedang tersenyum
Semangat melanjutkan cerita demi cerita
Cerita bercengkrama dengan angin malam
Bergumul dengan jaring dan asinnya air garam
Mereka semua adalah bapak kita
Mereka menjadi bagian cerita peradaban ini
Dari mereka kita lihat menu meja makan
Penuh dengan kreasi bunda dengan ikan
Tapi mari kita bertanya
Bertanya pada simponi peradaban
Pada lembar puisi regulasi
Pada suara sumbang bibir-bibir demokrasi
Sudahkan nelayan kita terbayarkan?
Atas peluh keringat dan hitam legam
Saat terus menebar jala
Di ombang ambing gelombang
Setelah bertanya
Simpulkan jawaban kita
Lalu bergegaslah
Peluk, dan beri mereka senyuman
(Nawawi)
Refleksi hari Nelayan nasional 06 April 2018, walau sejujurnya aku belum begitu faham tentang tonggak sejarah hari nelayan, tapi bagiku itu semua adalah sebuah penghormatan bagi sang pejuang gizi, bagi pejuang keluarga, para nelayan yang dengan jerih payah, berpeluh-peluh dan hitam legam kulit terpapar sinar mentari dan siraman air garam.Â
Dihari yang semua orang tau, sebagai bukti kita masih diingatkan akan adanya nelayan, mereka terus bekerja, mereka terus berkarya walau tanpa terlihat karena berada pada pinggiran peradaban. Tapi ada kalanya nelayan menjadi pemberitaan luar biasa, seperti biasa karena konflik, atau karena menjelang masa - masa elektasi, tapi ya sudahlah mereka tetap saja bekerja tanpa peduli dengan hiruk pikuk gemerlap euforia demokarasi dan apalah itu.
Nelayan banyak kita tahu adalah para pelaku pemanfaat sumberdaya perikanan, para penghasil komoditi tinggi penghasil protein gizi, tapi ada saatnya nelayan juga jadi bahan komiditi kepentingan dan ambisi. Iya memang itu faktanya, tapi tak perlulah kita menutup mata, mari melihat, mari bercerita dan bercengkrama dengan mereka, mari bertanya bagaimana keadaannya, lalu mari kita peluk dengan cinta, dan berikan mereka senyuman.
Senyuman perubahan agar tidak terlindas laju peradaban, bukan hanya senyuman ibarat pepesan kosong musiman.
SELAMAT HARI NELAYAN Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H