Ku tertunduk malu pada realita
Menyergap jiwa karena tak ada jasa
Ambisi mengepung tapi nyata masih terapungÂ
Tinggallah diriku sendiri tanpa empati
Mengapa batinku seperti ini
Kembali pada hakikat kesadaran
Malam itu....
'' suara itu datang lagi, bapak ibu aku takut''
Sistem geplak namanya
Kode bapak ibuku harus cari suaka
Padahal kami hanya memihak negeri
Mereka yang mencuri tapi mengapa kami yang nyeri
Kampung dibakar, sekalian saja lenyap nyali
Hilanglah papanku,
Kawanku pun memecah
Entah mereka masih hirup pagi atau sudah di pangkuan ilahi
Malam mata berjaga, takut senjata merontaÂ
Menyobek rumah asingku yang baruÂ
Yang hanya dibalut anyaman bambu
Ditawan hasrat gairah untuk maju
Katakanlah jika kau Dakar...
''Kami tak mau dijadikan budak
Ini tanah kami , darah kami menyatu dalam baluran sendi negeri''
'' tidak ada kata lengah, sebelum kami lawan''
'' serang!''
Boom..
Ada yang tak sempat ucap kata terakhir pada karibnya
Ini adalah cerita setiap pagi yang terdengar dalam telinga anak itu
Kau pemuda, seorang pengecut dirimu bila kau lari cari mawas diri
Hingga 17 agustus terdengar gema
Indonesia telah merdeka
Anak itu berdiri, hormat pada negeri
Bapak ibunya mati dalam tragedi
Anak itu hidup sendiri
Meski tak ikut perang, namun dia tak takut mati
Tak malukah dirimu pemuda masa kini
Di tunggu pertiwi membangkitkan negeri
Darahmu masih merah, hidupkan Kembali sumpah pemuda
Tak perlu darah biru untuk maju yang jelata pun mau
Buat ciut para pengganggu demokrasi
Berjanji akan hidup dalam moderasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H