Mohon tunggu...
Nawa Mahelsya
Nawa Mahelsya Mohon Tunggu... Guru - MAN 2 Kota Probolinggo

Ibu dari 2 anak yang solih solihah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Si Penakut yang Menanti Merdeka

26 Januari 2024   09:59 Diperbarui: 26 Januari 2024   10:09 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ku tertunduk malu pada realita

Menyergap jiwa karena tak ada jasa

Ambisi mengepung tapi nyata masih terapung 

Tinggallah diriku sendiri tanpa empati

Mengapa batinku seperti ini

Kembali pada hakikat kesadaran

Malam itu....

'' suara itu datang lagi, bapak ibu aku takut''

Sistem geplak namanya

Kode bapak ibuku harus cari suaka

Padahal kami hanya memihak negeri

Mereka yang mencuri tapi mengapa kami yang nyeri

Kampung dibakar, sekalian saja lenyap nyali

Hilanglah papanku,

Kawanku pun memecah

Entah mereka masih hirup pagi atau sudah di pangkuan ilahi

Malam mata berjaga, takut senjata meronta 

Menyobek rumah asingku yang baru 

Yang hanya dibalut anyaman bambu

Ditawan hasrat gairah untuk maju

Katakanlah jika kau Dakar...

''Kami tak mau dijadikan budak

Ini tanah kami , darah kami menyatu dalam baluran sendi negeri''

'' tidak ada kata lengah, sebelum kami lawan''

'' serang!''

Boom..

Ada yang tak sempat ucap kata terakhir pada karibnya

Ini adalah cerita setiap pagi yang terdengar dalam telinga anak itu

Kau pemuda, seorang pengecut dirimu bila kau lari cari mawas diri

Hingga 17 agustus terdengar gema

Indonesia telah merdeka

Anak itu berdiri, hormat pada negeri

Bapak ibunya mati dalam tragedi

Anak itu hidup sendiri

Meski tak ikut perang, namun dia tak takut mati

Tak malukah dirimu pemuda masa kini

Di tunggu pertiwi membangkitkan negeri

Darahmu masih merah, hidupkan Kembali sumpah pemuda

Tak perlu darah biru untuk maju yang jelata pun mau

Buat ciut para pengganggu demokrasi

Berjanji akan hidup dalam moderasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun