Selain itu Presiden Joko Widodo terlihat memberikan salam namaste untuk menghindari kontak atau jabat tangan dengan orang-orang di Pemerintahan maupun Pejabat-Pejabat lainnya.
Dampak Covid-19 masih belum dapat dilihat secara luas oleh masyarakat Indonesia secara luas. Hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang keberadaan dari virus ini.Â
Selain itu karena gejala yang ditimbulkan dari penyakit ini hampir seperti flu biasa, orang yang telah terkontaminasi oleh virus ini cukup sulit dikenali gejala-gejalanya kecuali dengan melakukan uji laboratorium oleh instansi kesehatan, hal ini tentu menyebabkan banyak dari masyarakat yang menyepelekan tentang virus ini dan tetap beraktivitas seperti biasanya.
Dampak coronavirus terhadap perekonomian dunia sangat besar. Beberapa negara di belahan dunia melakukan Lockdown untuk membatasi penyebaran virus ini. Lockdown ini bertujuan untuk membatasi penyebaran yang dikhawatirkan semakin luas dan cepat.Â
Sehingga beberapa kebijakkan dilakukan oleh pemerintah di beberapa Negara salah satunya adalah dengan Lockdown. Lockdown dilakukan dengan cara melarang WNA (Warga Negara Asing) untuk keluar-masuk kedalam suatu negara.Â
Membatasi aktivitas penduduk di luar rumah dengan menerapkan Work From Home atau Bekerja dari Rumah. Kemudian meliburkan institusi-institusi pendidikan, pemerintahan dan sebagainya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, Indonesia rentan terhadap krisis ekonomi. Apalagi kini sedang merebaknya virus corona atau COVID-19 di Indonesia yang berdampak terhadap perekonomian. Ia pun memaparkan lima faktor alasan Indonesia rentan masuk dalam krisis ekonomi.Â
Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan yang cukup tajam, yang diperkirakan hanya 4,5-4,8 persen di tahun 2020. "Bahkan Tahun 2008 pada saat krisis subprime mortgage di AS, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 6,1 persen.Â
Baru setelahnya turun tajam ke 4,5 persen. Jadi kondisi saat ini jauh lebih beresiko dibandingkan krisis tahun 2008," kata Bhima kepada Liputan6.com, Senin (16/3/2020). Kedua, terkait aliran modal keluar sepanjang enam bulan terakhir, tercatat investor asing melakukan aksi jual sebesar Rp16 triliun. Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 24 persen di periode yang sama.Â
Sementara itu kurs rupiah melemah 5,41 persen dalam 6 bulan terakhir sebagai akibat dari keluarnya dana asing. Selanjutnya, ketiga, Indonesia makin rentan terpapar kepanikan pasar keuangan global. Â
Menurut Asian Development Bank (ADB), sebanyak 38,5 persen surat utang pemerintah Indonesia dipegang oleh investor asing. Lebih tinggi dari negara Asia lainnya. Jika terjadi aksi jual secara serentak tentunya ini beresiko tinggi terhadap krisis ekonomi.