"Bagus! Gas deh, yok, guys! C'mon, time to have fun!" Vania namanya, dia menggandeng tanganku menuju mobilnya.
Padahal hari ini ada kelas, tetapi aku lebih memilih untuk bermain dengan temanku. Ya, aku tahu itu salah. Namun, aku tak kuasa untuk menolak ajakan mereka. Lagi pula, rasanya memang mengasyikkan bersenang-senang dengan mereka.
Saking asyiknya dengan mereka, aku melupakan kewajibanku sebagai seorang muslimah. Aku baru mengingat bahwa aku melupakan salat Zuhur dan Asar begitu sampai di kamar kosku. Aku sampai tepat saat azan Magrib berkumandang.
Perasaanku kacau. Hal ini kerap kali terjadi. Saat di luar aku seakan melupakan segalanya, termasuk kewajibanku kepada Yang Mahakuasa. Namun, begitu sampai di kamar, rasa malu dan bersalahku pada-Nya begitu besar.
"Magrib mulu pulangnya, bolos lagi. Nggak mikirin orang tua apa? Heran." Dan, selama beberapa minggu ini, teman sekamarku pun mulai mengomentari diriku.
Namanya Assyifa Raina---biasa dipanggil Syifa. Awalnya, aku dan dia hampir memiliki sikap yang sama. Rajin dalam hal beribadah, karena kami sama-sama dari keluarga dengan agama yang cukup kuat. Sayangnya, aku berubah ke arah yang buruk, sedangkan dia justru menjadi lebih baik lagi.
"Kamu jangan ngadu deh, ke Ibu sama Bapak aku, caper banget!" sahutku tidak mau kalah. Karena dia yang seperti memusuhiku, aku akan bersikap sama.
"Mikir, kuliah jauh-jauh malah disia-siain!" Syifa juga masih tidak mau kalah ternyata.
"Ck! Bacot banget!" Aku memilih mengabaikannya dan menuju kamar mandi, membersihkan badan dan melaksanakan salat Magrib.
Selepas salat, biasanya aku dan Syifa akan membaca Al-Qur'an bersama, saling mengoreksi jika ada kesalahan saat membaca. Namun, kegiatan itu sudah berhenti semenjak aku sering pulang menjelang Magrib---bahkan sampai waktu Magrib hampir habis.
Aku terdiam, mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibaca oleh Syifa. Kepalaku menunduk, masih dalam posisi duduk sila sehabis salat, mukena pun belum aku lepas. Perlahan, dengan bergetar, aku mengangkat tanganku, berdoa pada-Nya.