Mohon tunggu...
Naurah munabbihatus shobahy
Naurah munabbihatus shobahy Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar PPIP Ar-Rohmah

Sekertaris IST 22'23

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Mencetak Generasi Rabbani?

18 April 2023   22:30 Diperbarui: 18 April 2023   22:42 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Abu Hanifah menjelajah menjelajahi bidang-bidang keilmuan lainnya secara mendalam, akhirnya beliau pun memilih bidang fiqih sebagai konsentrasi kajian. Beliau mulai mempelajari beragam persoalan fiqih dengan cara berguru kepada salah satu syekh ternama di kota kufah (kota kufah saat itu menjadi tempat domisili bagi para ulama fiqih Iraq). 

Di situ, beliau terus menimba ilmu dari syekhnya hingga rampung. Menurut Abu Hanifah sendiri, seorang penganut ilmu fiqih seharusnya lah berguru kepada berbagai Syah, tinggal di lingkungan mereka, dan disaat yang sama secara terus-menerus harus menemani seorang faqih ternama, sehingga ia bisa menimba ilmu secara tuntas termasuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang pelit dan rumit khas fiqih. "Aku berada di dalam pusat ilmu dan fiqih, maka aku pergauli pakarnya, dan aku selalu menemani seorang faqih diantara mereka "kata beliau.

Beliau belajar fiqih kepada seorang syekh yang ternama, yaitu syekh Hammad. Ada sebuah riwayat yang mengisahkan saat pertama kali beliau datang kepada syekhnya, terlihat belum siap untuk menyampaikan pelajaran. Abu Hanifah pun mengambil inisiatif untuk memberi salam, "assalamualaikum wahai syekh Hammad!" syekh segera menjawab salamnya, lalu memintanya untuk duduk. Tidak lama setelah itu, ia kelihatan telah terlibat pembicaraan dengannya setelah berdialog, sang faqih Hammad kata, "katakanlah terlebih dahulu padaku, siapa namamu?" "Nama saya Abu Hanifah An-nu'man " jawab beliau. 

"Apa ada apa keperluan tertentu? "Tanyanya syekh lagi." Bener ya syekh, saya ingin belajar fiqih kepada anda "jawab Abu Hanifah dengan tegas."Dengan senang hati wahai Abu Hanifah, engkau bisa belajar kepadaku tiga masalah fikih tiap hari "

Abu Hanifah sangat antusias dalam menghadiri dan menyertai gurunya. Hanya saja ia terkenal sebagai murid yang banyak bertanya dan berdebatan dan, serta senantiasa bersikeras dalam mempertahankan pendapatnya, dan terkadang menjadikan syekhnya sangat kesal padanya. Namun karena kecintaan nya pada sang murid, yang merupakan buah dari kecerdasannya, semua itu tak jadi soal. Selama 18 tahun penuh, Abu Hanifah menimba ilmu dari gurunya syekh Hammad bin Abi Sulaiman. Saat itu, ia masih berusia 22 tahun. Karena telah dianggap sanggup, beliau mencari waktu yang tepat untuk dapat mandiri. Namun anehnya, setiap kali beliau mencoba lepas dari gurunya, di waktu yang sama ia merasakan bahwa beliau masih membutuhkannya.

Sampai akhirnya, kabar buruk terhembus dari Basrah untuk gurunya syekh Hammad, seorang keluarga dekat gurunya telah wafat, sementara ia menjadi salah satu ahli warisnya. Ketika ia memutuskan untuk pergi ke Basrah ia meminta Abu Hanifah untuk menggantikan posisinya sebagai pengajar, dan memberi fatwa.

Syekh melihat bahwa Abu Hanifah sangat layak untuk menduduki posisi ini. Beliau menggantikan posisi gurunya, segera saja beliau dihujani oleh pertanyaan-pertanyaan dalam jumlah yang sangat banyak dan terkena sebagian belum pernah IA dengar sebelumnya, maka sebagian ia jawab dan sebagian lain ia tangguhkan. Ketika syekhnya datang dari Basrah beliau segera mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, yaitu yang tidak kurang dari 60 pertanyaan. 40 diantaranya sama dengan jawaban Abu Hanifah, dan beberapa pendapat dalam 20 jawaban.

Dari peristiwa ini, ia merasa bahwa masih banyak kekurangan yang ia rasakan. Maka ia memutuskan untuk menunggu sang guru di halaqah ilmu, sehingga ia dapat mengoreksikan kepada ilmu yang telah ia dapatkan, serta mempelajari permasalahan yang belum ia ketahui. Dalam penggambarannya ke daerah di sekitar kota kufah, ia sering ditanya tentang banyak permasalahan, namun ia belum merasa yakin untuk menjawabnya, maka ia memutuskan untuk menunda kepergiannya. Ketika umurnya menginjak 40 tahun, di mana kesiapan untuk mandiri telah sempurna, di sisi lain gurunya syekh Hammad telah wafat, maka ia segera menduduki posisi gurunya. 

Di sini ia menampakkan kemampuan yang luar biasa dalam menyampaikan pengajaran dan fatwa.

Perlu diketahui, bahwa Abu Hanifah tidak hanya mengambil ilmu dari gurunya syekh Hammad saja. Akan tetapi, juga mengambil dari banyak ulama selama dalam perjalanannya ke Baitul loh al haram: Mekah dan Madinah. Ia mengkaji berbagai masalah dengan mereka dan mengambil ilmu dari mereka. Diantara ulama-ulama tersebut adalah: imam Malik bin Anas, ketika ia bertemu dan banyak mendiskusikan banyak permasalahan dengan imam Malik, beliau sangat kagum padanya. Ia juga telah bertemu dengan Zaid bin Ali bin Zainal Abidin, dan Jafar as-shodiq, dan beberapa ulama lainnya yang mempunyai konsen besar terhadap masalah fiqih dan hadis. Banyak sekali pujian para ulama terhadap Abu Hanifah. Diantaranya seperti yang diriwayatkan oleh imam as-Syafi'i.

Suatu hari dikatakan kepada imam Malik, "apakah anda telah bertemu dengan Abu Hanifah?" Imam Malik menjawab, "sudah, subhanallah, aku belum melihat sosok seperti dia. Demi Allah, jika Abu Hanifah berpendapat bahwa sebuah alat terbuat dari emas, maka pasti dia sanggup mengetengahkannya kebenaran atas perkataan yaitu ".

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun