Senin pagi, suasana rumah masih sama. Suram dan hening. Sejak hilangnya adikku 8 tahun lalu, rumah yang awalnya sangat hangat dan penuh cinta kini berubah menjadi hampa tanpa ada senyum dan gelak tawa si bungsu. Aku masih ingat senyum itu. Di hari terakhir kita bersama, aku mengantarmu ke sekolah ketika dia melambai kan tangan padaku sebelum masuk kelas. Ah sesak sekali hatiku mengingatnya, oh iya perkenalkan aku Mahesa Digta Alkuna, orang orang biasa memanggilku Mahesa.
"Ma.. Mahesa pamit berangkat kerja" responnya tetap sama diam dengan tatapan kosong. Huft, kapan ini berakhir. Lelah? tentu saja. Kadang aku berpikir mengapa dunia sangat tidak adil kepada keluargaku, tidak terasa aku hampir sampai ke tempat kerja. Yeah menjadi pegawai caffe, aku sangat bersyukur. Bersyukur? Mengapa bersyukur? karena aku hanyalah lulusan SMA tanpa pengalaman dan sangat membutuhkan uang. Memang kondisi ekonomi keluarga ku sedang tidak baik. Sejak ayah meninggal, aku lah yang menggantikan peran ayah menjadi tulang punggung keluarga. Tapi kondisi tersebut tidak membuat ku patah semangat.
Clingg
Lonceng caffe berbunyi, tanda orang masuk
"Ey bro, sudah datang" rekan kerjaku, Haje
"Iya, loh sudah kau bersihkan. bukannya hari ini bagianku?" aku lihat seluruh bagian caffe sudah bersih, meja dan kursi juga sudah diturunkan.
"Gabut, aku datang pagi sekali tadi. jam berapa ya jam setengah 7 atau jam 7? ya gitu deh" aneh sekali, apa ini pengaruh dari kekasihnya yang terobsesi bersih itu? Lupakan.
"Thanks bro, apa bang Dev sudah datang?" tanyaku sambil mengelap meja resepsionis
"Sudah, di belakang dia. eh dah beres semua minta tolong putar 'open' nya dong" aku mengangguk, segera menuju pintu lalu memutar tanda 'open'. Saat aku ingin masuk ke dalam aku salah fokus dengan remaja yang tepat berada di depan caffe, dia sangat familiar.
"MASUK MAHESA KAU MENGHALANGI PINTU" teriak bang Dev
Reflek aku menoleh kepada sumber suara, menatap Bang Dev dengan malas.