4) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
6) Kode Etik Kedokteran
b. Bahan  hukum  sekunder,  yang  memberikan  penjelasan  mengenaibahan  hukum  primer,  seperti  rancangan  undang-undang, hasil-hasil  penelitian, hasil karya ilmiah, buku-buku dan lain sebagainya.
c. Bahan  hukum  tertier,yakni  bahan  hukum  yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan seterusnya
4) Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data PenelitiannyaÂ
Teknik  pengumpulan  datapada  penelitian  dilakukan  dengan  cara melaksanaan penelitian kepustakaan (library reseacrh), yaitu dengan mengadakan studi dokumen atau telaah pustaka dengan cara menelusuri berbagai bahan-bahan hukum  yang  relevan dengan pembahasan  penelitian. Studi  dokumen  bagi  penelitian  hukum meliputi studi bahan-bahan hukum, meliputi: bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier. Data  yang  berhasil  dikumpulkan  dari  penelitian  kepustakaan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, dengan cara menguraikan data dalam bentuk  uraian  kalimat  yang  tersusun  secara sistematis.  Selanjutnya,  alat untuk   menganalisis   data   dalam   penelitian   ini   menggunakan   interpretasi gramatikal, interpretasi sistematis.
Hasil Penelitian & Pembahasan
Undang-Undang  Nomor  36  Tahun  2009  tentang  Kesehatan memberikan ruang terhadap terjadinya aborsi. Melihat rumusan Pasal 75 Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tampaklah bahwa dengan jelas Undang-Undang  Nomor  36  Tahun 2009  melarang  aborsi  kecuali  untuk  jenis abortus  provocatus  medicalis (aborsi  yang  dilakukan  untuk  menyelamatkan  jiwa si  ibu  dan  atau janinnya).  Dalam  dunia kedokteran aborsi  provocatus medicalis dapat dilakukan jika nyawa si ibu terancam bahaya maut dan juga dapat dilakukan  jika  anak  yang  akan  lahir  diperkirakan  mengalami  cacat  berat  dan diindikasikan  tidak  dapat hidup  diluar  kandungan,misalnya  janin  menderita kelainan Ectopia Kordalis (janin yang  akan  dilahirkan tanpa dinding  dada sehingga  terlihat  jantungnya),  Rakiskisis (janin  yang  akan  lahir  dengan  tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit) maupun Anensefalus (janin akan dilahirkan  besar).
Secara hukum, pengguguran kandungan dengan alasan non-medis dilarang keras.   Tindakan   yang   berhubungan  dengan pelaksanaan   aborsi   meliputi melakukan, menolong, atau menganjurkan aborsi, tindakan ini diancam hukuman pidana  seperti yang  diatur  dalam  Undang-Undang  Kesehatan  Nomor  36  Tahun 2009 dan KUHP Pasal 346. Kelebihan  dari pasal-pasal  aborsi menurut Undang-Undang  Nomor  36 tahun 2009 adalah ketentuan pidananya. Ancaman pidana yang diberikan terhadap pelaku aborsi provocatus kriminalis jauh lebih berat dari ancaman pidana sejenis KUHP.  Pasal 194  Undang-Undang  Nomor  36Tahun  2009 pidana  yang  diancam adalah  pidana  penjara  paling  lama  10  tahun.Dan  pidana  denda  paling  banyak Rp.1.000.000.000.000,-(satu milyar).Sedangkan  dalam  KUHP,  Pidana  yang diancam  paling lama  hanya  4  tahun penjara  atau  denda  paling  banyak  tiga  ribu rupiah  (Pasal  299  KUHP),  paling  lama empat  tahun  penjara  (Pasal  346  KUHP) paling  lama  dua  belas  tahun  penjara  (Pasal  347 KUHP),  dan  paling  lama  lima tahun enam bulan penjara (Pasal 348KUHP).
Mengenai  ancaman  sanksi  pidana  bagi  pelaku abortus  provocatus,  dalam hukum  pidana  (KUHP)  dirumuskan  adanya  ancaman pidana  bagi  mereka  yang melakukan pengguguran  kandungan. KUHP  tidak  memperdulikan  latar  belakang atau alasan dilakukannya  pengguguran  kandungan  itu.  Dengan  demikian,  apabila abortus  provocatus adalah  pilihan  yang  harus  diambil  dan  dilakukan  oleh perempuan  korban  perkosaan,  baik  atas  permintaan  diri  sendiri  maupun  melalui bantuan orang lain atas persetujuan ataupun tanpa persetujuan perempuan korban perkosaan,  maka  dengan  menggunakan  ketentuan  KUHP,  perempuan korban perkosaan  tidak  dapat  lepas  dari  jeratan  hukum. .
Dihubungkan  dengan penerapan  sanksi pidana  terhadap  pelaku  tindak pidana aborsi illegal berdasarkan putusan Nomor 88/Pid.Sus/2018/PN.Tka, maka sanksi pidana bagi orang yang melakukan kejahatan tersebut adalah sebagaimana diatur  dalam Pasal 194  Undang-Undang  Nomor  36  Tahun  2009  Tentang Kesehatan  Jo  Pasal55  ayat (1)  ke  1 KUHP  dan  Pasal  348  ayat  (2)  Jo Pasal  55 ayat (1) ke 1 KUHP.Perbuatan terdakwa  telah  memenuhi  seluruh  unsur-unsur  dari  pasal dakwaan  gabungan  alternatif komulatif  sehingga  Majelis  berkesimpulan  bahwa terdakwa  telah  terbukti  secara  sah  dan  menyakinkan  melakukan  tindak pidana yang  didakwakan  kepadanya,  sehingga  terdakwa  Halijah  Binti  Rollah  terbukti secara  sah  dan  meyakinkan  bersalah  melakukan  tindak  pidana  turut  serta melakukan  perbuatan  sengaja  melakukan  aborsi  yang  mengakibatkan  matinya wanita dan  janin  tersebut sebagaimana  dalam  dakwaan  Penuntut  Umum.