Mohon tunggu...
Naufal Nabilludin
Naufal Nabilludin Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Ternyata mikir itu lebih susah dari pada dapet ranking

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Politik: Realitas Pesta Demokrasi

2 Oktober 2021   08:15 Diperbarui: 2 Oktober 2021   08:23 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tumben nih bahas pesta demokrasi segala, karena pilkades yang sempet ditunda kemarin mau diadain sebentar lagi ya"

"Iya nih Mat, Mukhlis juga malah ngomongin calon nomor 1 yang baru aja jual mobil sama tanah warisan bapaknya"

"Bukan cuma calon nomor 1 sih, nomor 2 sama 3 juga pasti persiapan duit nya gak sedikit" sambung Doyok

"Bener tuh Mat, apa pesta demokrasi makan uang banyak ya" tanya Bi Ijah sambil memberikan kopi yang dipesan Mamat

"Jadi binggung jawabnya, satu belum dijawab udah dikasih pertanyaan lagi"

"Pesta demokrasi itu sebenarnya cuma istilah keren aja dari pemilihan, mau itu pemilihan presiden, pemilihan gubernur, sampe pemilihan kades"

"Tapi Kenapa disebut pesta Mat, kan cuma memilih?" Tanya pak Mukhlis

"Karena dalam demokrasi, sistem pemerintahannya diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dimana kita sebagai warga punya hak dalam mengambil bagian perihal keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan dalam bernegara, salah satunya dalam hal memilih pemimpin, termasuk kepala desa. Jadi pesta disini artinya kita semua punya hak yang sama untuk bisa memilih secara bebas"


"Tapi Mat, saya gak terlalu peduli dengan keputusan yang mempengaruhi kehidupan bernegara, lagian juga warga disini kebayakan gak peduli sama hal yang kamu bicarakan tadi. Yang penting saya dapat sembako dan amplop. Yang namanya pesta demokrasi itu, para cakades yang mengadakan pesta dan kita semua yang menikmati pesta tersebut. Siapa yang paling gede isi amplop nya dan paling banyak isi sembako nya, dia yang akan dipilih oleh warga dan jadi kepala desa" Sanggah Pak Doyok

"Nah bener tuh Mat, dari Pilkades sebelum-sebelumnya juga udah membudaya cakades bagi-bagi sembako dan amplop ke warga" Tambah Bi Ijah

Mamat yang baru saja menjadi mahasiswa kebingungan, pasalnya pemahaman yang selama ini ia dapat di kampus berbeda dengan pemahaman warga di desa nya. Walau hanya beberapa kali mengikuti mata kuliah pengantar Ilmu Politik, tapi Mamat tau ia sebagai mahasiswa punya peranan sebagai agent of change. Dalam hal ini bagaimana caranya merubah pandangan warga desa tentang politik dan demokrasi. Mamat tidak boleh menjawab secara spontan dan sembarangan, ia harus berpikir keras bagaimana menyampaikan cara berdemokrasi yang benar dengan cara sesederhana mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun