Hasratnya mempelajari agama Islam belum berhenti dan semakin meningkat seiring dengan kepindahannya ke Surabaya pada 1921.
Tatkala tinggal di Surabaya, A. Hassan hanya berniat menjadi pekerja tenun di sebuah perusahaan milik saudaranya. Kala itu ia sempat mendengar kabar dari beberapa orang bahwa sedang terjadi pergolakan pemikiran keagamaan antara Kaum Tua dan Kaum Muda di kalangan umat Islam. Akan tetapi, A. Hassan tidak begitu memedulikannya.
Manakala A. Hassan dikirim ke Bandung oleh saudaranya untuk mengikuti kursus menenun. Secara tidak sengaja, ia mulai intens menyelami pemikiran Islam melalui perspektif beragama Kaum Muda. Lantaran, selama berada di Bandung, A. Hassan tinggal serumah dengan Haji Mohamad Junus, salah seorang pendiri studieclub PERSIS, sebuah kelompok pengajian umat Islam yang berafiliasi dengan pemikiran Kaum Muda.
A. Hassan merasa cocok dengan wacana-wacana pembaharuan Islam yang dikembangkan oleh organisasi itu. Akhirnya, ia bergabung dengan PERSIS pada 1926. Dirinya lekas menjadi guru utama bagi kelompok tersebut.
Ketika A. Hassan diminta pulang ke Surabaya oleh saudaranya, orang-orang PERSIS bernegosiasi dengan mereka hingga akhirnya pria kelahiran Singapura itu menetap di Bandung sampai awal 1940-an.
Selama aktif menjadi guru PERSIS, A. Hassan mengambil peran yang sangat signifkan. Bahkan, boleh dikatakan, pengaruh dirinya lebih besar melampaui para perintis organisasinya. Sampai-sampai ada sebagian literatur yang menganggapnya pendiri PERSIS.
A. Hassan adalah guru utama PERSIS yang berjasa merintis sejumlah pers Islam, sehingga dengannya ide pembaharuan Islam dapat menjangkau pelosok negeri. Beberapa pers Islam yang telah dirintisnya yaitu majalah Pembela Islam (1929), Al-Lisan (1935), dan Al-Fatwa (1931). Selain itu, ia juga menulis pelbagai karya yang ditujukan untuk mencerahkan umat. Sebuah karyanya yang boleh dianggap sebagai magnum opus yaitu sebuah tafsir Al-Qur'an yang diberi judul Tafsir Al-Furqan.
Tuan A. Hassan Sang Kritikus
Sebagai ulama yang piawai menulis sekaligus pendebat yang hebat, kelebihan lain yang dimiliki A. Hassan adalah keberanian dan ketajamannya dalam melancarkan kritik.
Ibarat pemilik pedang terhunus tetapi ini hanya terpatri dalam pikiran. Ia kerap kali membuat sasaran kritiknya seolah mati kutu tak berdaya. Ditusuk dengan kekuatan argumentasi dan oleh bahasanya yang tegas, to the point.
Pada umumnya, kritik-kritik A. Hassan ditujukan pada pelbagai fenomena yang aktual terjadi pada zamannya. Terutama hal-hal yang menyangkut soal pengamalan syariat Islam dan keumatan.