Mohon tunggu...
Naufal Al Zahra
Naufal Al Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNSIL

Dari Sumedang untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Protes Haji Rasul dalam Kongres Khilafah di Mesir

3 Maret 2022   11:10 Diperbarui: 3 Maret 2022   15:26 1573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Haji Rasul, ayah Hamka. (Sumber gambar: Twitter @malakmalakmal)

3 Maret 1924 merupakan hari bersejarah bagi Dunia Islam. Pasalnya, pada tanggal yang sama 98 tahun silam, institusi politik terbesar dalam tarikh umat Islam; Khilafah Turki Utsmani secara resmi dibubarkan oleh Majelis Agung Nasional Turki.

Keputusan Majelis Agung untuk membubarkan Khilafah Utsmani tak syak lagi menuai reaksi dari umat Islam di seluruh  dunia.

Dibubarkannya Khilafah Utsmani menjadi suatu wacana yang cukup ramai diperbincangkan oleh sejumlah tokoh Islam di Hindia Belanda. Bahkan, dari wacana itu lahir sikap yang beragam dan langkah-langkah konkret dari asosiasi umat Islam di negeri ini dalam menghadapi masalah nasib Khilafah.

Hamka dalam buku Ayahku (cetakan 2019), meriwayatkan pengalaman sang ayah dalam mengikuti perkembangan wacana perihal nasib Khilafah pada dasawarsa 1920-an.

Seputar Undangan Kongres Khilafah

Pasca Kekhalifahan Turki Utsmani dibubarkan, negeri-negeri Islam merespon isu ini dengan kekhawatiran. Mengingat institusi ini telah menaungi umat Islam sepanjang zaman. Oleh karena itu, beberapa otoritas negeri Islam berinisiatif mengadakan suatu forum bagi perwakilan umat Islam sedunia untuk berembug mengenai perkara Khilafah.

Saat itu, Mesir dan Arab Saudi mengundang  umat Islam di setiap penjuru mata angin untuk berkumpul, duduk bersama, menyelesaikan masalah tersebut di negeri mereka.

Rencananya, kedua kongres ini akan digelar pada tahun yang berbeda. Akan tetapi, dalam perkembangannya, dua kongres ini terjadi pada waktu yang berhimpitan yakni pertengahan tahun 1926.

Keterlibatan Tokoh-Tokoh Islam Hindia Belanda

Ayah Hamka yaitu Syaikh Dr. Abdul Karim Amrullah (1879-1945) atau masyhur dikenal dengan Haji Rasul merupakan tokoh Islam dari Hindia Belanda yang pernah mengikuti kongres tentang Khilafah di luar negeri.

Ia bukanlah satu-satunya tokoh dari negeri ini yang terlibat dalam kongres Khilafah. Terdapat nama-nama lain seperti Tuan Tjokroaminoto dan K.H. Mas Mansoer yang juga mengikuti kongres serupa.

Hamka menerangkan bahwa Haji Rasul bersama dengan Haji Abdullah Ahmad, diutus oleh Persatuan Guru-Guru Agama Islam di Sumatra Barat untuk menghadiri kongres Khilafah yang diselenggarakan oleh perkumpulan ulama Al-Azhar di Mesir pada pertengahan Mei 1926.

Berbeda dengan Tjokroaminoto dan Mas Mansoer yang berbelok dari Mesir. Mereka justru memilih untuk hadir dalam kongres yang diinisiasi oleh Raja Ibnu Sa'ud di Makkah pada bulan Juni, tahun yang sama.

Sekaitannya dengan pilihan itu. Menurut Nicko Pandawa dalam Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda (2021), opsi ini akhirnya diambil Tjokroaminoto dan Mas Mansoer dengan alasan adanya indikasi ambisi pribadi Raja Fu'ad I untuk melanggengkan kekuasaannya juga adanya indikasi keberpihakan penjajah Inggris kepada Mesir.

Utusan Minangkabau Menghemat Kala di Mesir

Ulama-ulama Minangkabau. (Sumber gambar: Wikipedia.id).
Ulama-ulama Minangkabau. (Sumber gambar: Wikipedia.id).
Haji Rasul dan Haji Abdullah Ahmad pergi ke Mesir sebagai utusan dari Minangkabau. Segala bentuk biaya akomodasi adalah hasil donasi masyarakat Minang. Oleh karenanya, kedua tokoh ini berusaha untuk menghemat selama berada di sana.
Hamka menerangkan bahwa selama lawatannya ke Mesir, ayahnya tinggal di sebuah hotel kecil untuk menghemat biaya.

"Beliau tinggal menyewa kamar pada sebuah hotel yang yang terhitung kecil, yaitu Club Al-Misri, karena sewanya murah. Padahal, utusan-utusan seperti utusan dari India, menginap di hotel besar, yaitu di Continental Hotel.", tulis Hamka.

Haji Rasul Melayangkan Protes

Setibanya pada waktu pelaksanaan kongres, rupanya para peserta yang hadir jauh di luar ekspektasi. Nicko Pandawa dalam bukunya, menuliskan kongres yang digelar ulama-ulama Al-Azhar pada 1926 itu hanya mampu mendatangkan 44 perwakilan umat Islam dari 610 undangan yang telah disebar oleh panitia kongres.

Peserta yang hadir dalam kongres Al-Azhar itu kebanyakan terdiri dari kaum alim ulama. "Hanya satu pemimpin politik, yaitu Abdul Aziz as-Salabi, pemimpin Tunisia yang sejak habis Perang Dunia Pertama dibuang oleh Prancis dari tanah airnya.", terang Hamka.

Tatkala inti dari pembicaraan kongres Al-Azhar dimulai, Haji Rasul sudah dibuat tak karuan oleh sang pembicara yang bernama Syaikh Bakhit.

Dari mulai sisi penampilan, gaya berbicara, hingga intisari masalah yang dibicarakan oleh Syaikh Bakhit di hadapan peserta kongres kala itu, tak bisa lepas jadi bahan kritikan Haji Rasul.

"(Syaikh Bakhit) kalau datang di kongres, datang dengan penuh kemegahan, jubahnya hampir menyapu labuh. Semua orang berdiri dari majelisnya, memberi hormat, dan banyak yang menciun tangannya. Ayah jemu melihatnya." terang Haji Rasul ketika berkisah kepada keluarganya di rumah.

Haji Rasul meneruskan ceritanya, "Caranya memberi keterangan seakan-akan yang hadir, semua, dipandangnya "anak-anak mengaji" yang baru mengaji permulaan."

Perasaan tak karuan Haji Rasul yang sejak awal selalu ditahan oleh koleganya, Haji Abdullah Ahmad agar tak lekas tertumpah ruah di dalam forum akhirnya tak bisa ia tahan-tahan lagi.

Manakala Syaikh Bakhit tengah asyik berpidato, hadirin dikejutkan dengan interupsi dari seorang peserta kongres yang punya perawakan kecil dan berkulit sawo matang. Tetapi berpenampilan rapi dan gagah mengenakan jas, dasi, berpentalon, dan tarbus di atas kepala layaknya cendekiawan modern Mesir.

Ketika suasana hening dan semua perhatian forum tertuju hanya padanya. Haji Rasul melayangkan protes dengan menggunakan bahasa Arab yang fasih dan lantang serta cukup rawan menyinggung perasaan.

"Perkataan Tuan Syaikh amat penting, tetapi bukan sini tempatnya harus dibicarakan. Ini bukanlah majelis muzakarah urusan-urusan hukum. Apalagi, kami yang hadir ini semua adalah utusan, dan yang mengutus kami tidak akan sia-sia mengutus kalau mereka tidak tahu kesanggupan kami.", kata Haji Rasul seperti yang ditulis Hamka dalam Ayahku.

Lalu, Haji Rasul meneruskan protesnya, "Oleh karena itu, aku harap pembicaraan Tuan Syaikh dihentikan hingga itu. Kemudian, kita musyawarahkan adakah kemungkinan pada zaman sekarang untuk menegakkan khalifah-khalifah atau belum masanya?".

Utusan dari Hindia Belanda Mulai Diperhatikan

Sebagai ekses dari protes yang dilayangkan Haji Rasul, dalam perkembangan berikutnya pendapat-pendapat ulama dari Hindia Belanda mulai diperhatikan oleh perwakilan bangsa-bangsa Muslim yang lain. Meskipun, pengaruhnya tidak sebesar yang dibayangkan. Tetapi, setidaknya, mereka tidak asing lagi dengan tempat yang bernama "Hindia Belanda" atau "Hindia Timur".

Tak cukup sampai di sana, setelah kejadian itu, muncul pula orang-orang yang penasaran kepada perwakilan dari Hindia Belanda ini. Misalnya ada yang mempertanyakan penampilan Haji Rasul dan alasan mengapa ia menyewa hotel yang sedemikian murahnya.

Kendati begitu, Haji Rasul tak sedikit pun merasa malu atas pertanyaan maupun tanggapan yang dilontarkan oleh orang-orang selama berada di Mesir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun