Mohon tunggu...
Nathasya Odelia
Nathasya Odelia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Beyond the good law

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dugaan Kasus Korupsi Mardani Maming dan Kaitannya Terhadap Bahaya Korupsi di Indonesia

29 Juli 2022   12:44 Diperbarui: 8 Agustus 2022   19:11 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan pembagian sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi. Korupsi juga dapat di definisikan sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas sebagai pegawai publik untuk mendapatkan keuntungan finansial atau meningkatkan status.

Pada Kasus Korupsi yang dilakukan oleh Mardani Maming selaku Bendahara Umum PBNU sekaligus Eks Bupati Tanah Bumbu akhirnya menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Mardani Maming juga seorang Pengusaha yang merangkap sebagai Ketua Umum HIPMI Periode 2019-2022. Mardani Maming menggantikan Bahlil Lahadalia yang yang saat ini merupakan Menteri Investasi/BKPM. 

Selain itu, Mardani Maming merupakan komisaris sekaligus pendiri PT. Batulicin Enam Sembilan yang bergerak dalam Sektor Batubara. 

Mardani Maming juga tercatat sebagai CEO dari PT. Maming 69, sebuah perusahaan holding yang membawahi 35 entitas anak mulai dari perusahaan yang bergerak di bidang bisnis pertambangan mineral, penyewaan alat berat hingga properti. Dalam Partai PDIP saat ini Mardani Maming menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan. Mardani Maming telah menyerahkan diri pada Kamis 28 Juli 2022. 

Maming pun sempat menjadi buronan KPK atas dugaan suap dan gratifikasi terkait Izin Usaha Pertambangan di Tanah Bumbu. Dikarenakan tidak koopertif dan kerap mangkir dari panggilan KPK, akhirnya Maming dimasukan ke dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) yang dikeluarkan oleh KPK. 

Setelah ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan kasus korupsi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan di Tanah Bumbu, Maming telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Tidak terima usai KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka, Mardani Maming sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin 27 Juni 2022 lalu. 

Pada saat KPK hendak melakukan penyidikan terhadap Mardani Maming sebanyak dua kali tetapi Mardani Maming justru kerap mangkir pada panggilan tersebut. Karena tidak pernah mendatangi panggilan KPK tersebut akhirnya KPK mendatangi kediaman Mardani Maming pada Senin 25 Juli 2022, namun KPK tidak mendapatkan Mardani Maming di tempat kediamannya. Karena hal tersebut akhirnya KPK mengeluarkan DPO (Daftar Pencarian Orang) terhadap Mardani Maming pada Selasa26 Juli. 

Setelah menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) selama dua hari akhirnya Mardani Maming menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis 28 Juli 2022 sekitar pukul 14.00 WIB Mardani Maming pun di dampingi oleh kuasa hukumnya. 

Di dalam kasus ini kita dapat melihat banyak sekali bahaya korupsi yang dapat menyebabkan ekonomi bangsa, masyarakat, individu, generasi muda, maupun politik menjadi suatu generasi yang sangat rentan terhadap kasus korupsi. Di dalam artikel ini saya juga akan membahas mengenai bahaya-bahaya pada korupsi tersebut. 

Bahaya Korupsi Terhadap Masyarakat dan Individu 

Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi santapan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang tidak peka terhadap dugaan kasus korupsi, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. 

Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan masyarakat akan bersikap egois dan tidak peduli (selfishness). 

Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara dan dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukan bahwa korupsi sangat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. 

Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain lain. 

Korupsi juga berbahaya terhadap standart moral dan intelektual dalam masyarakat. Ketika korupsi sudah merajalela, maka tidak ada nilai utama dalam masyarakat. Korupsi juga menyebabkan kepentingan diri sendiri diatas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berpikir tentang dirinya sendiri. 

Bahaya Korupsi Terhadap Generasi Muda

Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Apabila pada kasus korupsi dalam masyarakat telah menjadi asupan sehari-hari yang terjadi ialah anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap korupsi sebagai hal yang biasa atau bahkan sudah menjadi budaya atau tradisi turun temurun, sehingga perkembangan pribadinya menjadi seseorang yang terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. 

Bahaya Korupsi Terhadap Politik 

Kekuasaan Politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legimate di mata publik. Jika demikian keadaannya maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut. Mereka juga tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas para pemimpin. 

Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti contohnya pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, Money Politic, dan lainnya. 

Penguasa yang melakukan korupsi itu sudah pasti akan menggunnakan kekerasan (otoriter) yang dapat menyebabkan korupsi menjadi luas lagi di dalam masyarakat, sehingga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi yang hanya dimanfaatkan untuk mempertahankan kekuasaan. 

Keadaan seperti itu akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadinya pertentangan antara penguasa dan rakyat. 

Bahaya Korupsi Terhadap Ekonomi Bangsa

Korupsi merusak perkembagan ekonomi suatu bangsa jika suatu projek ekonomi dijalankan dengan unsur-unsur korupsi seperti dilakukannya penyuapan untuk kelulusan projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelapan dalam pelaksanaan, maka apabila kejadian itu kian terjadi di bangsa Indonesia maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai. 

Korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri karena para investor akan berpikir dua kali untuk membayar biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi, seperti upah untuk penyuapan pejabat agar mendapatkan izin, biaya keamanan kepada pihak keamanan agar investasinya berjalan dengan aman dan lancar. 

Perlu untuk diketahui sejak tahun 1997 para investor dari negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris cenderung lebih memilih menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) kepada negara negara yang tingkat korupsinya kecil. 

Sementara itu sebab terjadinya kasus korupsi karena adanya aspek individu pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada.
Penyebab terjadinya korupsi diantaranya adalah:

1. Aspek Individu Pelaku korupsi
Apabila dilihat dari segi si pelaku korupsi, sebab-sebab dia melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadarannya untuk melakukan. Sebab-sebab seseorang terdorong untuk melakukan korupsi antara lain sebagai berikut:

a. Sifat Tamak Manusia

Kemungkinan orang yang melakukan korupsi adalah orang yang penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya. Dalam hal seperti ini, berapapun kekayaan dan penghasilan sudah diperoleh oleh seseorang tersebut, apabila ada kesempatan untuk melakukan korupsi, maka akan dilakukan juga.

b. Moral Yang Kurang Kuat Menghadapi Godaan. 

Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung lebih mudah untuk terdorong berbuat korupsi karena adanya godaan. Godaan terhadap seorang pegawai untuk melakukan korupsi berasal dari atasannya, teman setingkat, bawahannya, atau dari pihak luar yang dilayani.

c. Penghasilan Kurang Mencukupi Kebutuhan Hidup

Apabila ternyata penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang wajar, maka mau tidak mau harus mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Usaha untuk mencari tambahan penghasilan tersebut sudah merupakan bentuk korupsi, misalnya korupsi waktu, korupsi pikiran, tenaga, dalam arti bahwa seharusnya pada jam kerja, waktu, pikiran, dan tenaganya dicurahkan untuk keperluan dinas ternyata dipergunakan untuk keperluan lain.   

d. Kebutuhan Hidup Yang Mendesak

Kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk membayar hutang, kebutuhan untuk membayar pengobatan yang mahal, kebutuhan untuk membiayai sekolah anaknya, merupakan bentuk-bentuk dorongan seseorang yang berpenghasilan kecil untuk berbuat korupsi.

e. Gaya Hidup Konsumtif

Gaya hidup yang konsumtif di kota-kota besar, mendorong seseorang untuk dapat memiliki mobil mewah, rumah mewah, pakaian yang mahal, hiburan yang mahal, dan sebagainya. Gaya hidup yang konsumtif tersebut akan menjadikan penghasilan yang sedikit semakin tidak mencukupi. Hal tersebut juga akan
mendorong seseorang untuk melakukan korupsi bilamana kesempatan untuk melakukannya ada.

f. Malas Atau Tidak Mau Bekerja Keras

Kemungkinan lain, orang yang melakukan korupsi adalah orang yang ingin segera mendapatkan sesuatu yang banyak, tetapi malas untuk bekerja keras guna meningkatkan penghasilannya.

g. Ajaran-Ajaran Agama Kurang Diterapkan Secara Benar

Para pelaku korupsi secara umum adalah orang-orang yang beragama. Mereka memahami ajaran-ajaran agama yang dianutnya, yang melarang korupsi. Akan tetapi pada kenyataannya mereka juga melakukan korupsi. Ini menunjukkan bahwa banyak ajaran-ajaran agama yang tidak diterapkan secara benar oleh pemeluknya.

2. Aspek Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Diantara penyebabnya adalah:

a. Kurang Adanya Teladan Dari Pemimpin

Dalam organisasi, pimpinannya baik yang formal maupun yang tidak formal (sesepuhnya) akan menjadi panutan dari setiap anggota atau orang yang berafiliasi pada organisasi tersebut. Apabila pimpinannya mencontohkan gaya hidup yang bersih dengan tingkat kehidupan ekonomi yang wajar, maka anggota-anggota organisasi tersebut akan cenderung untuk bergaya hidup yang sama.

b. Tidak Adanya Kultur Organisasi Yang Benar

Kultur atau budaya organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat kepada anggota-anggota organisasi tersebut terutama pada kebiasaannya, cara pandangnya, dan sikap dalam menghadapi suatu keadaan. Kebiasaan tersebut akan menular ke anggota lain dan kemudian perbuatan tersebut akan dianggap sebagai kultur di lingkungan yang bersangkutan. Misalnya, di suatu bagian dari suatu organisasi akan dapat muncul budaya uang pelicin, “amplop”, hadiah, dan lain-lain yang mengarah ke akibat yang tidak baik bagi organisasi.

c. Sistem Akuntabilitas di Instansi Pemerintah Kurang Memadai

Pada organisasi dimana setiap unit organisasinya mempunyai sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai yang kemudian setiap penggunaan sumber dayanya selalu dikaitkan dengan sasaran yang harus dicapai tersebut, maka setiap unsur kuantitas dan kualitas sumber daya yang tersedia akan selalu dimonitor dengan baik. Pada instansi pemerintah, pada umumnya instansi belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tepat tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Demikian pula dalam memonitor prestasi kerja unit-unit organisasinya, pada umumnya hanya melihat tingkat penggunaan sumber daya (input factor), tanpa melihat tingkat pencapaian sasaran yang seharusnya dirumuskan dengan tepat dan seharusnya dicapai (faktor out-put). Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasarannya atau tidak. Keadaan ini memunculkan situasi
organisasi yang kondusif untuk terjadi korupsi.

d. Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen

Pada organisasi di mana pengendalian manajemennya lemah akan lebih banyak pegawai yang melakukan korupsi dibandingkan pada organisasi yang pengendalian manajemennya kuat. Seorang pegawai yang mengetahui bahwa sistem pengendalian manajemen pada organisasi di mana dia bekerja lemah, maka akan timbul kesempatan atau peluang baginya untuk melakukan korupsi.

e. Manajemen Cenderung Menutupi Korupsi Di Dalam Organisasinya

Pada umumnya jajaran manajemen organisasi di mana terjadi korupsi enggan membantu mengungkapkan korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut sama sekali tidak melibatkan dirinya. Kemungkinan keengganan tersebut timbul karena terungkapnya praktek korupsi di dalam organisasinya. Akibatnya, jajaran manajemen cenderung untuk menutup-nutupi korupsi yang ada, dan berusaha menyelesaikannya dengan cara-cara sendiri yang kemudian dapat menimbulkan praktek korupsi yang lain.

3. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada

a. Nilai-Nilai Yang berlaku Di Masyarakat Ternyata Kondusif Untuk Terjadinya Korupsi

Korupsi mudah timbul karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat kondusif untuk terjadinya hal itu. Misalnya, banyak anggota masyarakat yang dalam pergaulan sehari-harinya ternyata dalam menghargai seseorang lebih didasarkan pada kekayaan yang dimiliki orang yang bersangkutan.

b. Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Yang Paling Dirugikan Oleh Setiap Praktik Korupsi Adalah Masyarakat Sendiri

Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa apabila terjadi perbuatan korupsi, maka pihak yang akan paling dirugikan adalah negara atau pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa apabila Negara atau pemerintah yang dirugikan, maka secara pasti hal itu juga merugikan masyarakat sendiri.

c. Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Hanya Akan Berhasil Kalau Masyarakat Ikut Aktif Melakukannya

Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pemberantasan korupsi adalah pemerintah. Pandangan seperti itu adalah keliru, dan ini terbukti bahwa selama ini pemberantasan korupsi masih belum berhasil karena upaya pemberantasan korupsi tersebut masih lebih banyak mengandalkan pemerintah.

d. Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Masyarakat Sendiri Terlibat Dalam Setiap Praktik Korupsi

Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa apabila terjadi perbuatan korupsi, yang terlibat dan yang harus bertanggung jawab adalah aparat pemerintahnya. Masyarakat kurang menyadari bahwa pada hampir setiap perbuatan korupsi, yang terlibat dan mendapatkan keuntungan adalah termasuk anggota masyarakat tertentu. Jadi tidak hanya aparat pemerintah saja.

Masyarakat secara nasional mempunyai berbagai potensi dan kemampuan diberbagai bidang, yang apabila dipergunakan secara terencana dan terkoordinasi maka akan lebih memberikan hasil pada upaya pemberantasan korupsi. Sebagai contoh, peran serta secara aktif dari kalangan pemuka agama memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil mengurangi ketamakan manusia. Demikian peran serta secara aktif dari para pendidik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun