Lagi-lagi aku hanya diam, tak berminat memberi jawaban.
“Aku adalah kakak kandungmu? apakah kau lupa? kita dulu tinggal di panti asuhan sampai panti asuhan itu terbakar dan akhirnya kita terpisah,” Ucapnya penuh getaran.
Ia kemudian melanjutkan ceritanya “ Saat itu, aku diadopsi oleh dua pasang suami istri, mereka seorang pengusaha, dan sayangnya mereka saat ini telah tiada. Sejak kejadian kebakaran empat tahun lalu, aku selalu mencari keberadaanmu, tapi tak ada satu orang pun yang mengetahuinya. Akhirnya, setelah bertahun-tahun aku menemukanmu berkat rekanku yang merupakan polisi baru disini.”
Aku pun melihatnya “Aku sama sekali tak ingat apapun.”
Ia merengkuh badanku “Tak apa, aku paham keadaanmu, mari keluar dari sini, dan membuka lembaran baru kehidupan kita.”
Sekarang aku terduduk, menunggu laki-laki yang mengatakan bahwa ia kakakku. Ia sedang mengurus berkas kebebasanku. Sekitar 1 jam kemudian, ia kembali dengan penuh tawa “Akhirnya kau bebas Juna! Mari kembali ke negara kita!”
Aku ingin tersenyum, tapi entah mengapa rasanya sangat kaku. “Mengapa kau tak menjawab perkataanku Juna? Apakah kau masih tak percaya padaku?” Ucapnya lirih.
Aku menghadap ke arahnya “tidak bukannya begitu, aku hanya benar benar bingung dengan semua keadaan yang menimpaku.”
Ia menggenggam tanganku “Maafkan kakakmu yang bodoh ini, begitu lambat untuk menemukanmu.”
Kedua tanganku bergetar “Tak apa, memang sudah takdirku seperti ini.”
Kami pun menaiki pesawat, kemudian duduk dibagian paling belakang. Aku mengubah posisi agar dapat berhadapan dengannya “Eum, namamu? dan sebenarnya kita berasal dari mana?”