Mohon tunggu...
Natasya TamaraCantika
Natasya TamaraCantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hanya suka menulis cerita fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

tb-2 Gaya Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara dalam Upaya Pencegahan Korupsi

13 November 2023   22:33 Diperbarui: 13 November 2023   22:33 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Input sumber gambar canva.com
Input sumber gambar canva.com

Input sumber gambar canva.com
Input sumber gambar canva.com

Nama : Natasya Tamara Cantika 

NIM : 43123010433

Matkul : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB 

Dosen Pengampu: Apollo Berikut biodata Ki Hajar Dewantara :

Nama Lengkap: Ki Hajar Dewantara

Nama Asli: Raden Mas Soewardi Soerjaningrat

Tanggal dan Tempat Lahir: 2 Mei 1889, Kadipaten Paku Alaman, Yogyakarta

Meninggal: 26 April 1959, Yogyakarta

Anak: Bambang Sokawati Dewantara, Syailendra Wijaya, Ratih Tarbiyah, Asti Wandansari, Subroto Aria Mataram, Sudiro Alimurtolo

Pasangan: Nyi Sutartinah

Tempat pemakaman: Taman Wijaya Brata, Yogyakarta

Jabatan sebelumnya: Menteri Pengajaran Republik Indonesia (1945--1945).

Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Sebagai bangsawan Jawa, Soewardi Soerjaningrat bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS), sebuah sekolah dasar untuk anak-anak Eropa. Kemudian ia mendapat kesempatan luar biasa untuk masuk ke Sekolah Anak Opleiding for Inlandsche Artsen (STOVIA) atau yang sering disebut Sekolah Pakar Jawa. Namun karena alasan kesehatannya tidak memungkinkan, Soewardi Soerjaningrat tidak melanjutkan sekolah tersebut. Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) selain mengenyam pendidikan formal di kediaman kerajaan Paku Alam, juga mengenyam pendidikan formal, antara lain: 

1. Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Belanda III.

2. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.

3. School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran yang berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tidak dapat diselesaikan karena ia sakit.

Sebagai tokoh keluarga terhormat Pakualaman, Soewardi Soerjaningrat mempunyai sifat lugas dan sangat dekat dengan individu (mata pelajaran). Semangatnya diwujudkan melalui pendidikan dan budaya lokal (Jawa) untuk melakukan korespondensi sosial-politik di masyarakat provinsi. Kekuatan-kekuatan inilah yang menjadi alasan Soewardi Soerjaningrat memperjuangkan solidaritas dan keseimbangan melalui patriotisme sosial hingga patriotisme politik.

Perjuangan Ki Hadjar Dewantara Muda

Ki Hajar Dewantara memulai karirnya sebagai kolumnis atau penulis esai di beberapa media. Salah satu karya Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah, "Seandainya Aku Orang Belanda" yang diberi judul pertama Als ik een Nederlander was. Artikel ini disebarkan di Dr. Douwes Dekker, 1913.

Artikel tersebut disusun sebagai bentuk perbedaan pendapat terhadap rencana pemerintah Belanda yang mengumpulkan hadiah dari Hindia Belanda (Indonesia), untuk memperingati kemerdekaan Belanda dari Perancis. Selain tugasnya sebagai kolumnis, Ki Hajar Dewantara juga bergabung dengan perkumpulan Boedi Oetomo (BO) pada tahun 1908. Ia bergabung dalam segmen publisitas yang menyesatkan untuk berbaur dan mengangkat isu-isu di kalangan masyarakat Indonesia mengenai solidaritas dan kejujuran dalam negeri dan negara.

Mendirikan Indische Partij

Selain mengarang, bersama rekan-rekannya, Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara juga mendirikan Indische Partij. Kelompok ideologi pertama ini berdiri pada tanggal 25 Desember 1912. Indische Partij adalah partai Indonesia yang paling berkesan dalam memajukan peluang Hindia dengan patriot yang dipelintir dengan jenaka "merdeka untuk orang indira". Pembentukan partai tersebut dimaksudkan untuk bergabung dengan Hindia Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia

Partai ini menggabungkan kelompok masyarakat, seperti kelompok Indo (campuran Eropa dan Pribumi), dan Pribumi atau Bumi putera.

Indische Partij efektif bergerak ke seluruh Hindia Belanda dengan tekad menyebarkan kemungkinan patriotisme, dan memperoleh dukungan dari individu, bertekad mengakhiri ekspansionisme yang terjadi di Tanah Air. 

Mengalami Pengasingan di Belanda 

Menghadapi Pengasingan di Belanda Perkembangan dan petunjuk Ki Hajar Dewantara dalam karya-karyanya dan dalam beberapa karya lainnya akhirnya menimbulkan kemarahan Belanda. Hingga akhirnya Wakil Pemimpin Jenderal Idenburg meminta agar Ki Hajar Dewantara diasingkan di Pulau Bangka.

Namun, menurut kedua rekannya yang juga ditolak dan dibuang, yaitu Dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, pengasingan mereka dipindahkan ke Belanda. Ki Hajar Dewantara tidak menyia-nyiakan pengasingan ini. Di Belanda, ia berkonsentrasi bersekolah dan mendidik, hingga akhirnya mendapatkan surat wasiat Europeesche Akte. Setelah menjalani masa pengasingan pada tahun 1918, Soewardi mulai melakukan pemikiran yang luar biasa dalam bidang pendidikan, bertekad penuh untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa

Pada 3 Juli 1922, ia bersama rekan-rekannya mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Perguruan Nasional Taman Siswa.

Taman Siswa merupakan perguruan tinggi berwawasan publik yang mengedepankan rasa kesukuan dan cinta tanah air, serta jiwa juang untuk meraih kemerdekaan. Tak hanya melalui pendirian Taman Siswa, perjuangan Ki Hajar Dewantara juga terus dimuat di berbagai surat kabar. 

Yang penting, kali ini tulisannya tidak lagi bernuansa politis, melainkan lebih pada pengajaran dan budaya. Karya-karyanya mengandung ide-ide instruktif dan sosial yang luas dan memiliki sudut pandang publik.

Tulisan-tulisannya tersebut berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang luas dan berwawasan kebangsaan.

Semboyan Ki Hadjar Dewantara 

1. Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan).

2. Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide).

3. Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik).

Korupsi

Korupsi berasal dari kata Latin Corruptus dan Defilement, yang berarti kata-kata yang mengerikan, merendahkan, menyimpang dari kata-kata yang tidak bernoda, menjengkelkan atau bermusuhan.

Dalam referensi Kata Regulasi Gelap pada modul Penindakan Pencemaran Nama Baik KPK, Pencemaran nama baik adalah suatu demonstrasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu keuntungan yang bertentangan dengan kewajiban yang sebenarnya dan pandangan-pandangan lain "pertunjukan suatu kekuasaan atau kepercayaan seseorang yang tidak mengindahkan hukum dan bersifat sarat dengan keburukan yang melibatkan berbagai keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kewajiban dan wawasan yang berbeda.

Dalam ilmu pidana atau ilmu yang mempelajari perbuatan salah, ada sembilan macam pencemaran, yaitu: 

1. Imbalan politik mengingat kekuasaan bagi daerah sebagai badan pembuat peraturan. Secara strategis, organisasi ini dibatasi oleh kepentingan dengan alasan bahwa aset yang dikeluarkan selama pengambilan keputusan umum dalam banyak kasus terkait dengan pelaksanaan organisasi tertentu. Pengelola uang percaya bahwa individu yang duduk di parlemen dapat membuat pedoman yang menguntungkan mereka. 

2. Imbalan politik, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan kerangka kontrak kerja sementara antara pejabat pelaksana dan pelaku usaha yang memberikan peluang mendapatkan banyak uang untuk pihak-pihak yang bersangkutan.

3. Pemerasan keputusan politik adalah kekotoran batin yang berhubungan langsung dengan penafsiran keliru ras politik secara umum. 

4. Praktek misi yang merosot adalah tindakan perang salib yang memanfaatkan jabatan-jabatan Negara atau uang Negara yang dilakukan oleh pesaing-pesaing yang saat ini memegang kekuasaan Negara. 

5. Penurunan nilai opsional, yaitu kekotoran batin yang spesifik diselesaikan mengingat adanya peluang dalam pendekatan pengambilan keputusan. 

6. Penghinaan yang melanggar hukum adalah pencemaran yang dilakukan dengan cara mengacaukan bahasa yang sah atau terjemahan yang sah. Kekotoran batin semacam ini tidak berdaya untuk diselesaikan oleh pihak kepolisian, baik itu polisi, penyidik, penasihat hukum, maupun hakim. 

7. Kekotoran batin filosofis adalah campuran dari kekotoran batin opsional dan kekotoran batin yang melanggar hukum yang dilakukan untuk tujuan banyak.

8. Kekotoran batin prajurit sewaan, khususnya penggunaan kekuasaan secara eksklusif untuk penambahan individu.

ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut:

1. Kekotoran batin umumnya mempengaruhi lebih dari satu individu. 

2. Kekotoran batin sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kecuali jika kekotoran batin tersebut tidak terkendali sedemikian mendalamnya sehingga orang-orang berpengaruh dan orang-orang yang berada dalam situasi tersebut tidak tergoda untuk menyembunyikan aktivitas mereka. 

3. Kekotoran batin mencakup komponen komitmen dan keuntungan bersama. 

4. Komitmen dan manfaat yang disebutkan umumnya tidak dalam kerangka uang tunai. 

5. Individu yang menerapkan strategi yang buruk biasanya berusaha menyembunyikan aktivitas mereka dengan berlindung di balik pertahanan yang sah. 

6. Pihak-pihak yang terkait dengan penurunan nilai memerlukan pilihan yang tegas dan dapat berdampak pada pilihan tersebut. 

7. Setiap pameran fitnah mengandung komponen pemaksaan yang sebagian besar dilakukan oleh badan terbuka atau masyarakat umum (masyarakat). 

8. Setiap tindakan yang menunjukkan kontaminasi merupakan persilangan ganda dari kepercayaan. 

Perilaku korupsi di Indonesia erat kaitannya dengan unsur pembayaran, perolehan tenaga kerja dan produk, serta penyalahgunaan anggaran yang umumnya dilakukan oleh pertemuan rahasia dan perwakilan pemerintah.

Oleh karena itu, upaya pencegahan korupsi sangat diperlukan. Memusnahkan korupsi batin tidaklah cukup jika dilakukan hanya dengan tanggung jawab. Upaya preventif dan penanggulangan yang tegas agar demonstrasi pencemaran nama baik tidak lagi terjadi adalah dengan membatasi unsur-unsur yang membuat atau membuka pintu terbuka bagi terjadinya pencemaran nama baik dan mempercepat cara mengambil tindakan terhadap pelaku demonstrasi pencemaran nama baik. 

Strategi Preventif 

Prosedur Pencegahan Upaya preventif adalah upaya untuk mencegah terjadinya kekotoran batin yang bertujuan untuk membatasi sebab-sebabnya dan membuka pintu bagi seseorang untuk melakukan demonstrasi kekotoran batin.

Upaya preventif dapat dilakukan dengan:

1. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.

2. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya.

3. Membangun kode etik di sektor publik.

4. Membangun kode etik di sektor partai politik, organisasi profesi, dan asosiasi bisnis.

5. Meneliti lebih jauh sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.

6. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia atau SDM dan peningkatan kesejahteraan pegawai negeri.

7. Mewajibkan pembuatan perencanaan strategis dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah.

8. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen.

9. Penyempurnaan manajemen barang kekayaan milik negara atau BKMN.

10. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

11. Kampanye untuk menciptakan nilai atau value secara nasional.

Strategi Detektif

Upaya penyidikan adalah upaya yang bertujuan untuk mengidentifikasi kasus pencemaran nama baik secara cepat, tegas, dan biaya minimal. Jadi sebaiknya segera ditindaklanjuti. Berikut ini adalah upaya penyelidik untuk mencegah pencemaran:

1. Bekerja pada kerangka kerja dan kembali ke protes dari masyarakat umum. 

2. Eksekusi komitmen untuk melaporkan pertukaran moneter tertentu. 

3. Mengungkap sumber daya dan kemampuan publik yang dimiliki oleh pemegang jabatan. 

4. Dukungan Indonesia dalam menentang debasement dan memusuhi perkembangan penghindaran pajak ilegal di bidang global. 

5. Memperluas kapasitas Majelis Mekanik Pengawasan Utilitarian Otoritas Publik atau APFP dalam mengidentifikasi demonstrasi kriminal pencemaran nama baik

Strategi Represif 

Upaya-upaya yang bersifat melecehkan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk menjamin bahwa setiap demonstrasi kekotoran batin yang terlihat dapat ditangani dengan cepat, tegas, dan dengan biaya yang minimal. Sehingga pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai dengan peraturan dan pedoman terkait. 

Upaya keras untuk mencegah terjadinya demonstrasi kriminal pencemaran nama baik adalah: 

1. Memperkuat batasan permusuhan terhadap badan atau komisi pencemaran nama baik. 

2. Pemeriksaan, pendakwaan, pendahuluan dan pendisiplinan terhadap koruptor besar yang mempunyai dampak hambatan. 

3. Memutuskan jenis-jenis atau kelompok-kelompok perusakan yang ditujukan untuk pemusnahan.

4. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.

5. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus.

6. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak korupsi secara terpadu.

7. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya.

8. Merevisi hubungan dan prinsip kerja antara kewajiban petugas pemeriksa umum, pegawai pemerintah spesialis atau PPNS, dan penyidik publik.

Menurut S. H. Alatas korupsi terjadi disebabkan faktor faktor berikut:

1. Tidak adanya atau kekurangan administrasi pada posisi-posisi kunci yang dilengkapi untuk memberi motivasi dan mempengaruhi cara berperilaku yang menahan kehinaan, 

2. Kurangnya pelajaran yang ketat dan bermoral, 

3. Imperialisme, 

4. Tidak adanya sekolah, 

5. Kebutuhan, 

6. Adanya tidak ada disiplin yang kejam, 

7. Kurangnya iklim yang bermanfaat untuk perilaku yang bermusuhan dengan kekotoran batin 

8. Struktur pemerintahan, 

9. Perubahan ekstremis, dan 

10. Kondisi masyarakat.

Gaya Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara 

Gaya otoritas adalah cara seorang individu memimpin banyak individu, baik dalam suatu perkumpulan maupun organisasi. Setiap organisasi umumnya memiliki gaya inisiatif alternatif. Hal ini dipengaruhi oleh kerangka organisasi, jumlah pekerja, dan fokus yang harus dicapai.

Wewenang sebagai gagasan administrasi dalam kehidupan Perkumpulan mempunyai tempat yang sangat esensial yang senantiasa dijalankan dalam kehidupan yang hierarkis. Gagasan tentang kewibawaan yang dikonsepkan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam cara berpikirnya menelusuri Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang mengandung makna sebelum menjadi teladan yang baik, di tengah memberi arahan dan di belakang memberi penghiburan.

Dalam pola pikir ini terdapat hubungan-hubungan antar manusia, khususnya hubungan-hubungan antara mempengaruhi dan unggul antara para pionir dengan individu-individunya karena dipengaruhi oleh kekuasaan pionir tersebut. Adanya hubungan kewenangan dalam dakwah para pengurus akan mendorong terciptanya sosok yang optimal dalam dakwah perkumpulan, karena makna dakwah pengurus secara keseluruhan merupakan suatu ilmu gagasan yang menitikberatkan pada pengawasan perkumpulan dakwah yang dibutuhkan perkumpulan. pionir yang keteladanannya sesuai pelajaran Islam.

Konsep filosofi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara (Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani) berkorelasi dan merupakan interpretasi dari empat sifat yang dimiliki Rasulullah yang masuk dalam setiap unsur-unsurnya. Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi Teladan) tidak akan berjalan tanpa adanya shidiq (jujur) dan amanah (terpercaya), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah memberi motivasi) tidak akan bisa tersampaikan dengan baik tanpa fathonah (cerdas) dan tabligh (disampaikan), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan dan semangat) juga tidak akan terlaksana jika yang di belakang/ di bawah tidak cerdas (fathonah) dikarenakan kurang memahami apa yang diharapkan dari atasannya.

Gagasan kewibawaan Ki Hadjar Dewantara dijunjung tinggi dan diingatkan bahwa Inisiatif harus disertai dengan tiga hal, yaitu konsistensi tertentu (menuju fokus pusat), konkuren (menyeluruh) dan progresif (nonstop).

Konsep kepemimpinan Ki Hadjar dewantara sesuai dengan ajaran Islam dengan berbagai bukti bahwa sebagi pemimpin harus memberi teladan yang baik, teladan yang baik dalam islam dikenal dengan uswatun hasanah. Selain itu, dalam islam juga mengajarkan untuk kembali pada inti yakni Allah Yang Maha Kuasa dan istiqomah dalam menjalankan kebaikan sebagaimana juga diajarkan oleh Ki Hadjar dewantara bahwa konsep yang baik akan percuma jika tidak mengamalkan secara konsentris (berpusat pada inti) dan secara terus menerus (mengamalkan kontinuitas). 

Daftar Pustaka

Thohir, Mohon Muafi Bin. "Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara dalam Manajemen Dakwah." Dakwatuna : Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam 7.2 (2021) : 367-392.

Sentono, T.(2019). PENGEMBANGAN MODEL KEPEMIMPINAN (Berbasis Trilogi Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara).

Https://www.orami.co.id/magazine/ki-hajar-dewantara?page=all

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun