Ki Hajar Dewantara memulai karirnya sebagai kolumnis atau penulis esai di beberapa media. Salah satu karya Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah, "Seandainya Aku Orang Belanda" yang diberi judul pertama Als ik een Nederlander was. Artikel ini disebarkan di Dr. Douwes Dekker, 1913.
Artikel tersebut disusun sebagai bentuk perbedaan pendapat terhadap rencana pemerintah Belanda yang mengumpulkan hadiah dari Hindia Belanda (Indonesia), untuk memperingati kemerdekaan Belanda dari Perancis. Selain tugasnya sebagai kolumnis, Ki Hajar Dewantara juga bergabung dengan perkumpulan Boedi Oetomo (BO) pada tahun 1908. Ia bergabung dalam segmen publisitas yang menyesatkan untuk berbaur dan mengangkat isu-isu di kalangan masyarakat Indonesia mengenai solidaritas dan kejujuran dalam negeri dan negara.
Mendirikan Indische Partij
Selain mengarang, bersama rekan-rekannya, Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara juga mendirikan Indische Partij. Kelompok ideologi pertama ini berdiri pada tanggal 25 Desember 1912. Indische Partij adalah partai Indonesia yang paling berkesan dalam memajukan peluang Hindia dengan patriot yang dipelintir dengan jenaka "merdeka untuk orang indira". Pembentukan partai tersebut dimaksudkan untuk bergabung dengan Hindia Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
Partai ini menggabungkan kelompok masyarakat, seperti kelompok Indo (campuran Eropa dan Pribumi), dan Pribumi atau Bumi putera.
Indische Partij efektif bergerak ke seluruh Hindia Belanda dengan tekad menyebarkan kemungkinan patriotisme, dan memperoleh dukungan dari individu, bertekad mengakhiri ekspansionisme yang terjadi di Tanah Air.Â
Mengalami Pengasingan di BelandaÂ
Menghadapi Pengasingan di Belanda Perkembangan dan petunjuk Ki Hajar Dewantara dalam karya-karyanya dan dalam beberapa karya lainnya akhirnya menimbulkan kemarahan Belanda. Hingga akhirnya Wakil Pemimpin Jenderal Idenburg meminta agar Ki Hajar Dewantara diasingkan di Pulau Bangka.
Namun, menurut kedua rekannya yang juga ditolak dan dibuang, yaitu Dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, pengasingan mereka dipindahkan ke Belanda. Ki Hajar Dewantara tidak menyia-nyiakan pengasingan ini. Di Belanda, ia berkonsentrasi bersekolah dan mendidik, hingga akhirnya mendapatkan surat wasiat Europeesche Akte. Setelah menjalani masa pengasingan pada tahun 1918, Soewardi mulai melakukan pemikiran yang luar biasa dalam bidang pendidikan, bertekad penuh untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa
Pada 3 Juli 1922, ia bersama rekan-rekannya mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Perguruan Nasional Taman Siswa.