Mengenai efisiensi pembelajaran, jika dihubungkan dengan nilai biaya pengembangan dan penggunaannya, hasil penilaian dari responden sebagai berikut: Secara keseluruhan (dalam interval waktu tertentu) persepsi terhadap efisiensi pembelajaran dengan menggunakan media VR (yang telah komprehensif), pembelajaran akan lebih baik (efisien) jika diikuti oleh penggunaan yang massive terhadap media tersebut. Namun jika dilihat secara parsial terhadap persepsi posisi penggunaan teknologi VR sebagai media dalam pembelajaran ada perbedaan. Untuk dosen denganketersediaan materi ajar dan media belajar teknologi VR posisinya sebagai media belajar sifatnya menjadi suplemen sehingga karakteristik penggunaannya perlu tapi tidak penting (essential), sehingga ekspektasi terhadap nilai guna media VR menjadi rendah karena tujuan kompetensi yang dituju level-nya tinggi (dalam taksonomi bloom) (Sunarni & Budiarto, 2014).
Hal itu disebabkan karena ketersediaan dan kelengkapan fasilitas dalam pengajaran sehingga belum perlu untuk menggunakan media VR. Namun media VR akan menjadi perlu dan penting (essential) jika media VR bisa mengintegrasikan fasilitas laboratorium yang ada atau untuk praktikum dengan menggunakan mesin-mesin yang mahal. Dengan adanya kinerja yang baik dari media akan memberikan daya tarik tersendiri dalam pengajaran. Dukungan yang positif dari instansi terhadap materi/bahan ajar akan meminimalkan usaha yang akan dikeluarkan oleh pengajar dalam pengorganisasian pengajaran. Dari hal-hal positif tersebut efektivitas pengajaran juga akan positif tercapai. Karena minat dalam teknologi Realitas Virtual telah meningkat, demikian juga jumlah alat yang tersedia untuk para pengembang dunia virtual.
Virtual Reality (VR) merupakan salah satu teknologi mutakhir yang mulai terjangkau, teknologi ini memudahkan siswa dalam menerima materi yang diberikan (Herlambang & Aryoseto, 2016). Melalui taman sejarah virtual, guru dan siswa tidak diharuskan untuk keluar kelas. Karyawisata bisa dilakukan di dalam kelas, guru dan siswa tidak perlu pergi ke tempat-tempat bersejarah, guru dan siswa tidak perlu menyiapkan waktu khusus di luar jam sekolah serta manajemen guru dan siswa juga tidak terlampau sulit (M. B. Sinambela, 2018).
Peranan multimedia dalam pendidikan memungkinkan penghematan biaya jika suatu peralatan pendidikan berharga tinggi. Namun, tetap saja, untuk dapat menghasilkan mutu pembelajaran yang maksimal, media maupun cara-cara konvensional masih tetap dipertahankan, dengan menjadikan multimedia sebagai pelengkap bagi media pembelajaran konvensional.
Sebuah hasil literatur yang telah dilakukan tentang penggunaan Immersive VR dan HMD dalam pendidikan. Immersive VR dapat menawarkan keuntungan besar untuk belajar: memungkinkan perasaan langsung terhadap objek dan fakta yang ada di dalam fisik kami, mendukung pelatihan di lingkungan yang aman, menghindari tantangan yang potensial dan, berkat memperoleh permainan, ini meningkatkan peluang belajar. dan belajar sambil meningkatkan gaya belajar yang didukung (Freina & Ott, 2015). Virtual reality merupakan sebuah teknologi yang memiliki kualitas sangat baik dan layak untuk dijadikan media pembelajaran baik itu sejarah maupun bidal ilmu lainnya (Kusumaningsih, Angkoso, & Anggraeny, 2018).
PERAN MEDIA DALAM LAYANAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DI SEKOLAH
Era globalisasi yang berkembang pesat saat ini, yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di berbagai segi kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, politik, sosial dan budaya serta pendidikan. Salah satu kemajuan yang  sangat  bermanfaat  adalah  kemajuan di bidang teknologi informasi yang menawarkan berbagai kemudahan dalam komunikasi dan interaksi sosial manusia di belahan bumi manapun berada. Hal ini membuat planet  bumi yang dihuni manusia ini, layaknya sebuah miniatur mungil yang dapat dijelajahi dengan mudahnya, melalui salah satu media komunikasi yang canggih seperti internet.
Komunikasi dan interaksi dalam rangka membangun hubungan sosial antar manusia ini juga merupakan kebutuhan pokok yang setiap saat perlu dan harus selalu dilakukan manusia. Bahkan dalam  kondisi  diampun  komunikasi  sering juga dilakukan, baik melalui bahasa tubuh, ekspresi wajah, maupun atribut yang dikenakan manusia. Semuanya dapat memberikan suatu informasi tertentu bagi manusia lainnya. Komunikasi sebagai sebuah kebutuhan, juga mencakup segala bidang kehidupan manusia termasuk dalam bidang pendidikan yang di dalamnya juga mengandung adanya bidang kajian bimbingan dan konseling.
Komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.1 Komunikasi dalam konteks bimbingan konseling adalah syarat mutlak, karena proses bimbingan dan konseling itu sendiri merupakan proses komunikasi. Oleh sebab itu, menurut faqih metode bimbingan konseling dapat diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi tersebut. Ada metode langsung atau komunikasi langsung dan metode tidak langsung atau komunikasi tidak langsung. Metode komunikasi langsung adalah metode yang menuntut proses bimbingan dan konseling itu dilakukan dengan komunikasi langsung (bertatap  muka) dengan  konselinya, baik secara individual maupun kelompok. Kemudian metode lainnya adalah metode  komunikasi  tidak langsung,metode ini mensyaratkan adanya bantuan media sebagai sarana berkomunikasi dalam proses bimbingan dan konseling, baik dilakukan secara individual, kelompok, maupun secara massal.2
Konsekuensi logis lainnya yang menuntut layanan bimbingan dan konseling menggunakan media adalah dalam rangka mengikuti kemajuan era globalisasi untuk mengimbangi pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan  informasi, agar dapat memberikan bantuan yang maksimal bagi permasalahan yang dihadapi konseli. Apalagi pemerintah juga telah merespon kondisi global tersebut dengan penyempurnaan kurikulum pendidikan yang menekankan pada basis kompetensi
dasar dalam rangka meningkatkan  kualitas  mutu  pendidikan di Indonesia yang dapat merespon tuntutan perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara nasional telah dimulai secara bertahap sejak tahun pelajaran 2006/2007 bagi sekolah-sekolah yang sudah siap dan pada tahun 2010 ini diharapkan semua sekolah sudah menggunakan kurikulum KTSP tersebut. Terkait dengan hal itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).