5. Berfungsinya jalur-jalur logistik pergerakan partai dalam kemenangan politik
6. Spekulasi politik soal Anies Baswedan dan menghadapi serangan anti-Anies oleh kubu "Ahokers"
7. Berpindahnya kelompok kelas menengah penggemar Metro TV karena kecewa terhadap rangkulan Nasdem ke Anies dan PKS
Ancaman Kubu Baru Poros Nasdem ke Arah Soliditas Kabinet 2024
Realitas politik Nasdem 2024 bagaimanapun juga sekarang adalah Anies Baswedan, sementara Anies selalu melakukan 'positioning politics' menjadi antitesis dari Jokowi.Â
Anies amat memerlukan kesan bahwa dia yang bisa menjadi revisi atas kebijakan-kebijakan Jokowi yang dianggap salah sehingga dalam gambaran publik terkesan Anies sering berwajah cemberut. Secara tersirat ia mengabarkan ke publik melalui gestur tubuhnya ia tidak nyaman dengan pemerintahan Jokowi yang di luar garis rel politiknya.Â
Kesan Anies berseberangan dengan Jokowi adalah substansi dari gerakan-gerakan politik Anies yang konsisten, sehingga apabila Paloh menjadi fasilitator atas kemunculan Anies maka mau tidak mau Paloh akan melakukan politik penggembosan pada kubu Jokowi dan pendukung partai politik Jokowi utamanya PDI Perjuangan.
Usaha penggembosan inilah yang ditengarai akan menjadikan Kabinet Jokowi jilid II mengalami kesulitan-kesulitan politik. Jelas ini ancaman bagi soliditas Kabinet Jokowi dan bila kemudian Anies butuh panggung maka mau tidak mau kelompok Poros Nasdem 2024 akan melancarkan serangan politik ke arah Jokowi yang dianggap sebagai representatif dari kekuatan politik PDI Perjuangan.
Anies, PKS, dan Bencana Elektabilitas Nasdem
Nasdem berdiri dari lingkup partai kecil dan digerakkan oleh sekelompok intelektual yang masuk melalui ormas Nasional Demokrat tahun 2011. Awalnya Surya Paloh menolak bila Nasdem menjadi partai. Namun pada akhirnya ia justru menjadikan Nasdem sebagai partai politik dan ikut dalam Pemilu 2014.Â
Taktik yang digunakan Nasdem adalah "Taktik Nebeng Kader". Di tahun 2014 muncul beberapa nama yang dianggap bisa menjadi boncengan Nasdem seperti Gita Wirjawan, Dahlan Iskan, atau Jokowi.Â
Namun kemudian mencuat nama Jokowi membuat Nasdem secara cepat menyambar Jokowi dan seolah-olah Nasdem adalah bagian tak terpisahkan dari Jokowi.
Hal ini dilakukan juga tanpa menghormati fatsoen politik di mana PDI Perjuangan-lah yang seharusnya menjadi wilayah klaim politik Jokowi. Paloh nampak memanfaatkan sekali ewuh pekewuh PDI Perjuangan dengan melakukan banyak "serobotan politik".