Pak Domu dan Mak Domu selama ini tinggal bertiga dengan anak perempuan mereka, Sarma, yang bekerja sebagai PNS di kecamatan. Ketiga anak lelaki mereka kurang merasa cocok dengan sosok sang ayah, karena Pak Domu menganggap anak anaknya melakukan hal hal yang melenceng dari adat Batak.Â
Akhirnya, Pak Domu dan Mak Domu pun membuat siasat untuk berpura pura cerai agar ketiga anak lelakinya mau pulang ke kampungnya. Sekilas, film ini seperti menyajikan konflik permasalahan yang tampak sederhana, yaitu kerinduan orang tua kepada anak anaknya yang pergi jauh merantau. Namun, makna yang dikandung lebih daripada itu.Â
Film ini bisa membawa kita untuk melihat sosok orang tua yang mungkin selama ini sering tidak sepaham dengan kita, namun di balik semua itu, ada harapan besar dan niat yang baik untuk anak anaknya. Terdapat sosok anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya tetap bisa sukses tanpa harus menjadi sosok "PNS" yang ideal menurut orang tuanya. Tidak hanya itu, ada pula pengorbanan seorang anak perempuan yang harus mengalah kepada saudara saudaranya, melepas impiannnya dan menuruti keinginan orang tuanya. Film ini berhasil membuat saya bisa merasa simpati kepada seluruh pemerannya, seakan akan saya bisa mengerti masalah yang dialami oleh mereka semua.Â
Ngeri Ngeri Sedap berhasil memperkenalkan budaya dan adat Batak dengan beberapa potongan adegan yang menarik, seperti pesta adat Sulang Sulang Pahompu yang memang masih diwariskan secara turun temurun dan masih sering dipakai sampai sekarang di tengah masyarakat Batak, dan juga prosesi adat penjemputan Mak Domu dari rumah orang tuanya yang harus diikuti oleh Pak Domu, yang dimana sangat menegaskan bahwa bercerai dalam adat Batak bukanlah suatu hal yang mudah, dengan segala aturan dan adat yang mengikat, karena orang Batak tidak mengenal kata perceraian.Â
Detail yang disajikan di film ini memang bukanlah suatu hal yang patut diragukan. Saya kerap memperhatikan dan menyukai rumah tempat keluarga Pak Domu dan Mak Domu tinggali, dimana saya seakan akan mendapatkan vibes yang sama dengan rumah nenek saya di Tarutung.Â
Barang barang yang ada di dalam rumah pun tampak mendukung sekali suasananya, sehingga setiap kali saya mendapatkan "easter egg" tersebut, saya jadi senyum senyum sendiri dan berkata dalam hati "Ih, nenek saya juga di rumahnya ada yang seperti itu"Â
Selain itu, saya juga senang melihat mi gomak yang berkali kali muncul menjadi menu santapan keluarga Domu. Mi gomak adalah salah satu makanan khas adat Batak yang saya sukai, yang sering diibaratkan seperti spaghetti nya orang Batak.Â
Merupakan suatu keputusan yang tepat untuk kamera bergerak secara zoom in ke mi gomaknya pada beberapa kesempatan, karena hal tersebut juga bisa menjadi sarana promosi akan kuliner Batak yang lezat dan menggugah selera. Saya sendiri sampai ngiler melihat mi gomak tersebut, dan ingin memakannya saat itu juga.