Kucumbu Tubuh Indahku (2019), salah satu film yang ramai dan menyita perhatian publik. Bagaimana tidak? Film garapan Garin Nugroho ini berhasil meraih banyak prestasi, namun ironisnya, film tersebut juga menuai kontroversi di masyarakat.
Film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) dinilai mengangkat isu yang dianggap sensitif yaitu LGBT di Indonesia yang dikhawatirkan bisa merusak moral bangsa. Padahal Garin Nugroho hanya mencoba memotret hal yang lebih luas dari sekadar kisah seorang penari Lengger Lanang.
Sesungguhnya film tersebut seperti apa?
Sinopsis Film Kucumbu Tubuh Indahku (2019)
Film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) dirilis pada 18 April 2019 yang menceritakan perjalanan hidup Juno dari kecil hingga dewasa. Sejak kecil, Juno harus menjalani hidup sebatang kara karena sang ayah memutuskan untuk meninggalkannya pasca tragedi berdarah G30S/PKI.
Dalam kesendiriannya, Juno akhirnya bergabung dengan sanggar tari Lengger yang dipimpin oleh seorang seniman. Sejak saat itu, Juno memutuskan untuk memiliki tujuan hidup sebagai penari Lengger.
Perjalanan hidup Juno tidak mulus, selama tinggal di sanggar tari, ia sering mendapati hal-hal yang berseberangan dengan prinsip hidupnya. Sang guru kerap menyinggung topik pembicaraan bernada seksual yang membuat Juno merasa tidak nyaman.
Pada suatu kesempatan, Juno mendapati sang guru memberikan hukuman mati pada seorang murid yang ketahuan melakukan hubungan badan. Lantas, Juno memilih untuk keluar dari kelompok tari tersebut dan menetap di rumah sang bibi.
Hanya berselang sebentar, Juno mendapatkan guru tari pengganti yang lebih baik. Hanya saja, Juno kembali ditimpa kemalangan karena sang guru melakukan pelecehan seksual pada dirinya. Kejadian tersebut sangat membekas dalam benak Juno hingga beranjak remaja.
Juno mulai mengenal cinta dan perasaan tertarik pada orang lain. Seorang petinju amatir yang gagah, berhasil menarik perhatian Juno. Perasaannya yang tidak wajar membuat Juno memutuskan untuk memendam perasaan tersebut supaya tidak dianggap aneh oleh orang sekitar.
Pertemuan tersebut menjadi momen penting bagi hidup Juno. Bahkan dapat dikatakan sebagai awal kehidupan Juno yang baru. Berbagai permasalahan masih melingkupi kehidupan Juno. Hanya saja, Juno bisa menghadapinya.
Fakta Film Kucumbu Tubuh Indahku
Kucumbu Tubuh Indahku (2019) mendapatkan rating 7.4/10 oleh IMDb. Jika dilihat dari ratingnya, film ini termasuk memiliki rating yang tinggi. Artinya film ini dapat diterima oleh masyarakat serta memiliki cerita yang menarik dan menantang.
Cerita dalam film ini mencerminkan sikap sebagian masyarakat Indonesia yang beragam namun sulit menerima perbedaan. Juno yang mengalami kesulitan berkaitan dengan identitas ekspresi gender sejak kecil membuatnya merasa sulit diterima oleh masyarakat.
Juno melampiaskannya pada tarian Lengger Lanang, namun tidak membuat masyarakat mengerti juga. Padahal tarian Lengger Lanang, umum dibawakan oleh laki-laki di kawasan Banyumas, Jawa Tengah. Hanya saja, dalam film berlatarkan era reformasi, masyarakat menolaknya.
Selain itu, Garin mencoba menampilkan mengenai kelompok marjinal yang sering ditunggangi oleh kepentingan politik. Di sisi lain, kebudayaan asli Indonesia kerap menjadi korban politik yang dicap sebagai wadah komunisme, klenik dan sebagainya.
Film ini juga menampilkan fenomena sosial yang bersinggungan dengan hal sensitif bagi pemahaman masyarakat Indonesia. Juno digambarkan sebagai masyarakat yang kental dengan budaya Jawa. Digambarkan juga, melalui perawakan dan tampilan karakter yang feminim, lemah lembut, tidak banyak bicara, tatapan yang sayu dan melalui isyarat gerak tubuh.
Sebagai penari, Juno mudah dicap sebagai lelaki penari gemulai yang memiliki orientasi seksual yang berseberangan dengan pemahaman umum. Sehingga, film ini memiliki banyak makna dan pesan kemanusiaan. Tentunya, film ini harus ditonton dengan pemikiran terbuka.
Bagaimana Tanggapan Masyarakat Indonesia?
Film yang memiliki banyak makna ini, nyatanya menuai berbagai kontroversi di masyarakat. Saat film ini rilis, Bupati Kubu Raya, Kalimantan Barat melayangkan surat penolakan penanyangan dengan alasan akan berdampak negatif bagi masyarakat.Â
Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat; Pemerintah Kota Pontianak, Kalimantan Barat; hingga Pemerintah Padang, Sumatera Barat juga memberikan penolakan penayangan. Selain itu, ada petisi yang menentang dan memboikot film tersebut.Â
Berselang tujuh bulan semenjak rilis, sebuah organisasi masyarakat menghentikan secara paksa film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) karena dinilai mempromosikan isu LGBT.
Walaupun begitu, film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) tetap tayang di Indonesia. Hanya saja, ada beberapa part yang memang dihapuskan. Saat ini, film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) dapat disaksikan di Viu.
Lalu, bagaimana sesungguhnya tanggapan masyarakat Indonesia?
Seorang mahasiswi Ilmu Komunikasi (21 tahun) berpendapat bahwa film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) memang mengandung isu sensitif, namun jika dilihat menggunakan kacamata yang berbeda, maknanya bisa memberikan pembelajaran.
"Jika ditelisik lebih dalam, point sebenarnya adalah berkuasa atas dirinya sendiri. Masalah tentang tubuh dalam perspektif tubuh indahku, rumit untuk dijelaskan apalagi di berada di lingkungan konservatif dan all we know lingkungan adat kita seperti apa," ujarnya.
Sama dengan, mahasiswi Psikologi (21 tahun) yang berpendapat bahwa film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) merupakan film yang bagus karena membahas dan memperkenalkan budaya yang unik dan khas di Indonesia.
"Filmnya bagus. Terdapat point plus yaitu menggambarkan perjalanan seseorang dalam meleburkan sisi feminim dan maskulinnya yang disalurkan pada tarian Lengger. Mungkin banyak orang yang berpendapat bahwa film tersebut mempromosikan LGBT, padahal tidak karena yang mau ditunjukkan ya kesenian itu sendiri dan nilai yang ada di dalamnya," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa ketika menonton film ini, akhirnya memang penonton yang dituntut untuk selektif dalam melihat konten tersebut, apakah film itu benar-benar menunjukan LGBT atau itu merupakan bagian kecil dari keseluruhan film. Artinya, jika hanya sebagian kecil, tidak berarti apa-apa dan tidak begitu penting.
Apresiasi juga datang dari seorang mahasiswi Kedokteran (20 tahun).
"Keren banget filmnya. Garin bisa menggambarkan hal yang tidak pernah dilihat oleh masyarakat umum. Padahal itulah kehidupan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Film ini patut untuk ditonton semua orang sih!" ucapnya.
Pendapat yang berbeda disampaikan oleh seorang ibu rumah tangga (47 tahun).
"Saya setuju dengan pemerintah karena menurut saya, dengan adanya film tersebut akan mengubah pandangan masyarakat. Bisa jadi masyarakat juga ke arah sana dan dapat dikatakan tidak sesuai dengan kodratnya," ujarnya.
Hampir sama, pendapat dari seorang laki-laki yang bekerja sebagai pegawai swasta (20 tahun), Â mengaku bahwa film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) merupakan film yang bagus, namun jalan ceritanya hanya untuk memberikan pandangan yang berbeda.
"Aku menonton film ini, tetapi bisa dibilang aku tidak suka dengan jalan ceritanya yang menggambarkan LGBT karena menurutku hal tersebut menyimpang dan tidak seperti biasanya," ujarnya.
Berhasil Meraih Prestasi
Berbagai tuaian kontroversi diterima oleh film ini, namun juga merajut prestasi. Film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) berhasil mewakili Indonesia dalam ajang Academy Award 2020 atau Oscar. Selain itu juga bertarung dalam kategori International Features Film Awards.Â
Tidak hanya itu saja, film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) juga masuk 12 nominasi dari 11 kategori ajang penghargaan Festival Film Indonesia (FFI) 2019. Kategori tersebut meliputi Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, Pengarah Sinematografi Terbaik dan Pengarah Artistik Terbaik.
Lalu, juga Penyunting Gambar Terbaik, Penata Suara Terbaik, Penata Musik Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik.
Di tahun 2018, film ini diputar di Venice Intenational Film Festival ke-75 dan membawa pulang dua penghargaan Festival Film Tempo 2018. Pada tahun yang sama, film ini juga berhasil meraih penghargaan di Bisato D'oro Award Venice Independent Film Critic di Italia, Film Terbaik pada Festival Des 3 Continents di Prancis dan Cultural Diversity Award Under The Patronage of UNESCO pada Asia Pasific Screen Award di Australia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H