Mohon tunggu...
Natalia Joaquin
Natalia Joaquin Mohon Tunggu... Perawat - I am a professional nurse

Saya berprofesi sebagai seorang perawat di salah satu RS Swasta di Jakarta Timur, di bagian IGD dan diberikan tanggung jawab sebagai SPV di IGD. Saat ini saya Sedang melanjutkan pendidikan Magister Keperawatan di Universitas Indonesia dengan peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Hobby saya travelling dan olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Optimalisasi Kualitas Pelayanan dalam Jaminan Kesehatan Nasional: Tantangan dan Solusi

27 Desember 2023   13:03 Diperbarui: 27 Desember 2023   14:45 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hinoveva Natalia JoaquinMahasiswa Magister Kepemimpinan dan Manajemen Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Email: nataliajoaquin1123@gmail.com

======================================================================================================

Latar Belakang

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program jaminan kesehatan sosial yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. JKN merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan UU No. 40 Tahun 2004, serta diwujudkan melalui UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. 

Dasar hukum Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia berakar pada hak asasi manusia, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 28 H UUD 1945, yang menjamin hak setiap orang untuk hidup sejahtera, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan. 

Selain itu, UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) juga mengamanatkan bahwa setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya, termasuk jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. 

Pasal 34 UUD 1945 juga menegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, serta memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Dasar Hukum Jaminan Kesehatan, n.d.).

Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur bahwa setiap orang berkewajiban mengikuti program jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional. Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f sebagai salah satu kewajiban setiap orang dalam penyelenggaraan kesehatan. 

Selain itu, dalam Pasal 34 ayat (2) disebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan, akses, dan pendanaan kesehatan yang berkesinambungan dan berkeadilan. Jaminan kesehatan nasional mencakup pelayanan kesehatan primer dan lanjutan yang diselenggarakan secara terintegrasi dan berjenjang. 

Jaminan kesehatan nasional juga mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pasien, sumber daya manusia kesehatan, dan masyarakat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, n.d.). 

JKN mengintegrasikan berbagai program jaminan kesehatan yang sebelumnya dilaksanakan oleh pemerintah, seperti Askes PNS, JPK Jamsostek, TNI, Polri, dan Jamkesmas, serta program jaminan kesehatan swasta yang bersifat sukarela. JKN diharapkan dapat meningkatkan akses, kualitas, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, serta mengurangi beban biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat secara out of pocket (Populasi Kunci, n.d.).

Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan rujukan merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan kesehatan di Indonesia. Namun, kualitas pelayanan yang diberikan oleh FKTP dan rujukan masih belum optimal. Belum optimalnya kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan rujukan, karena masih adanya kelangkaan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana kesehatan, serta ketidaksesuaian antara tarif dan standar pelayanan.

Tujuan
Tujuan penulisan manuskrip ini adalah untuk menganalisis kebijakan dimana BPJS Kesehatan harus melakukan penyesuaian tarif pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) dan biaya pelayanan kesehatan (BPK), serta memberikan insentif dan sanksi kepada fasilitas kesehatan berdasarkan kinerja dan mutu pelayanan.

Metode
Metode penulisan dengan kajian literature terkait dengan Analisa UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, serta UU no 17 tahun 2023 tentang kesehatan dan Kualitas Pelayanan dalam Jaminan Kesehatan Nasional dengan menelaah beberapa jurnal terindex dan berita terupdate.

Hasil Analisis Kebijakan Yang Telah Ada
Berdasarkan UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, serta UU no 17 tahun 2023 tentang kesehatan, memiliki peran penting dalam menjamin kualitas pelayanan kesehatan nasional.

UU No. 40/2004 tentang SJSN mengatur tentang sistem jaminan sosial nasional yang bertujuan untuk memberikan perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

UU ini menetapkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.

UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengatur tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial, termasuk jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan bertanggung jawab atas penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. 

UU No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan mengatur tentang penyelenggaraan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. UU ini juga menetapkan bahwa setiap orang berhak atas pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Dalam konteks kualitas pelayanan dalam jaminan kesehatan nasional, ketiga undang-undang tersebut memiliki peran yang saling terkait. UU No. 40/2004 tentang SJSN menetapkan bahwa program jaminan sosial harus memberikan manfaat yang memadai bagi pesertanya. UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS menetapkan bahwa BPJS Kesehatan harus memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia. 

UU No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan menetapkan bahwa pelayanan kesehatan harus bermutu dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dalam optimalisasi kualitas pelayanan dalam jaminan kesehatan nasional, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Berdasarkan ketiga undang-undang, tantangan tersebut meliputi:


1.Keterbatasan sumber daya manusia dan sarana prasarana kesehatan:
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan memerlukan dukungan sumber daya manusia dan sarana prasarana kesehatan yang memadai (Benjamin, 2023; Kurekov et al., 2023). 

Namun, keterbatasan sumber daya manusia dan sarana prasarana kesehatan masih menjadi kendala dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. Untuk memaksimalkan potensi sumber daya manusia dan sarana infrastruktur kesehatan, penting untuk fokus pada beberapa faktor kunci. 

Pertama, investasi dalam pengeluaran kesehatan dan infrastruktur telah terbukti memiliki dampak yang signifikan pada hasil kesehatan, meskipun ukuran dan arah efeknya dapat bervariasi di antara negara-negara dengan tingkat pendapatan yang berbeda (Kurekov et al., 2023). 

Kedua, meningkatkan kualitas layanan dan akses ke layanan kesehatan sangat penting. Hal ini dapat dicapai dengan mengatasi masalah seperti layanan yang ramah dan informatif, mengurangi waktu tunggu, dan memastikan pasien tidak ditolak atau dibiarkan tidak dilayani (Patandianan et al., 2018). 

Selain itu, penting untuk mengenali saling ketergantungan kesehatan dan bertujuan untuk etika ekologi global yang memprioritaskan pembuatan tempat yang etis dan memungkinkan orang di mana-mana memiliki kemampuan untuk menjadi sehat (Pestaria et al., 2022). Terakhir, memastikan keberadaan infrastruktur kesehatan masyarakat yang memadai dan tenaga kerja yang terlatih sangat penting untuk memberikan layanan kesehatan berkualitas tinggi (Eckenwiler, 2020).

2.Keterbatasan anggaran:
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan juga memerlukan dukungan anggaran yang memadai. Namun, keterbatasan anggaran masih menjadi kendala dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. Untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan dengan dukungan anggaran yang memadai, pembuat kebijakan harus fokus pada memotivasi penyedia layanan kesehatan dan memastikan pembiayaan layanan medis yang tepat waktu dan lengkap (Lagarde et al., 2019). 

Penting untuk mengembangkan arah nasional yang jelas untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan menetapkan mekanisme untuk mengukur kemajuan (Romenska et al., 2022). Kebijakan peningkatan kualitas harus dikaitkan dengan prioritas kesehatan nasional yang ada dan mengatasi tuntutan penduduk yang paling mendesak (Syed et al., 2018). Selain itu, pembuat kebijakan harus berhati-hati ketika mengorbankan tingkat sumber daya kesehatan, seperti tenaga kesehatan, dalam menanggapi penurunan ekonomi, karena hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas perawatan (Garca-Corchero & Jimnez-Rubio, 2022). 

Meningkatnya ketergantungan pada sektor kesehatan swasta dapat mengindikasikan inefisiensi dalam sistem publik dan pentingnya fitur tertentu dari asuransi swasta bagi pasien (Bode & Brilli, 2022). Secara keseluruhan, upaya sistematis dan terkoordinasi diperlukan untuk meningkatkan kualitas perawatan di seluruh sistem kesehatan, dengan fokus pada tata kelola, akuntabilitas, dan pemantauan.


3.Kualitas pelayanan yang belum optimal:
Meskipun jaminan kesehatan nasional bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, kualitas pelayanan yang diberikan masih belum optimal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti keterbatasan sumber daya manusia dan sarana prasarana kesehatan, kurangnya pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional, serta kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. Untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kepemimpinan organisasi, keterampilan komunikasi, dan penggunaan peralatan terkini (Al-Enazi et al., 2022). 

Pentingnya kepemimpinan kolaboratif, termasuk kerjasama antara profesional kesehatan dan pasien, sangat membantu mengatasi perbedaan dalam layanan kesehatan (Mockeviciene et al., 2022). Pengembangan strategi yang seimbang, evaluasi terus-menerus, dan keberadaan pemimpin yang visioner sangat diperlukan untuk mencapai kualitas perawatan di seluruh sistem. Hanya berbicara tentang peningkatan kualitas tidak cukup; langkah-langkah perbaikan yang efektif perlu diimplementasikan untuk hasil yang lebih baik. Ketersediaan personel yang berkualifikasi dan pelatihan yang baik memiliki dampak besar pada kualitas perawatan medis (Dixon, 2021; Makarov et al., 2023).


Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain:
1.Peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan:
Peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan, peningkatan kesejahteraan dan motivasi tenaga kesehatan, serta peningkatan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja tenaga kesehatan (Omer & Arumugam, 2022; Sartika et al., 2022). Membangun kader kesehatan masyarakat dan memastikan tenaga kerja yang terampil dengan baik dapat berkontribusi untuk menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas dan mencapai tujuan kesehatan nasional .


2.Peningkatan kualitas sarana dan prasarana kesehatan:
Peningkatan kualitas sarana dan prasarana kesehatan dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti peningkatan investasi dalam pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan pengawasan dan evaluasi terhadap kualitas sarana dan prasarana kesehatan, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi terhadap kualitas sarana dan prasarana kesehatan. 

Menerapkan konsep "Green Hospital" dan peluang hemat energi dapat mengarah pada efisiensi biaya dan keberlanjutan di fasilitas kesehatan (Annura et al., 2022). Dengan mempertimbangkan pendekatan ini, organisasi kesehatan dapat membuat langkah signifikan dalam meningkatkan kualitas fasilitas dan infrastruktur kesehatan.


3.Peningkatan pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional:
Peningkatan pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti peningkatan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional, peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional, serta peningkatan penggunaan teknologi informasi dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional (Bizjak & Konti, 2019). 

Persepsi pemangku kepentingan memainkan peran penting dalam mengevaluasi pelaksanaan program kesehatan, termasuk program Jaminan Kesehatan Nasional. Penting untuk menilai aspek-aspek seperti kesetaraan kesehatan, kualitas layanan, dan pembiayaan kesehatan, dan mengatasi perbedaan persepsi di antara para pemangku kepentingan (Susanti et al., 2021). Hubungan antar pihak dan interaksi juga merupakan kunci dalam memastikan implementasi dan tata kelola program sektor publik yang efektif (Maurya & Kwan, 2019).

4.Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional:
Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti peningkatan literasi kesehatan masyarakat, peningkatan partisipasi masyarakat dalam forum-forum diskusi terkait penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional.

Peningkatan literasi kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti penyediaan informasi kesehatan yang mudah dipahami dan akurat, pelatihan kesehatan bagi masyarakat, serta kampanye kesehatan yang melibatkan masyarakat.
Peningkatan partisipasi masyarakat dalam forum-forum diskusi terkait penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti penyediaan forum-forum diskusi yang terbuka dan partisipatif, penyediaan informasi yang akurat dan mudah dipahami, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam forum-forum diskusi terkait penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. 

Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti penyediaan informasi yang akurat dan mudah dipahami, pelatihan pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional bagi masyarakat, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional (Palmquist, 2020).

Pilihan Alternatif Kebijakan
Alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk optimalisasi kualitas pelayanan dalam jaminan kesehatan nasional, antara lain: Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. INPRES ini diberikan kepada beberapa menteri, jaksa agung, kapolri, kepala BP2MI, direksi BPJS Kesehatan, para kepala daerah, dan ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional. 

INPRES ini ditetapkan guna mengambil langkah-langkah untuk melakukan optimalisasi program jaminan kesehatan nasional, termasuk peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, pengelolaan dan pemanfaatan big data kesehatan, serta peningkatan kolaborasi dan koordinasi antara berbagai pemangku kepentingan.


Kesimpulan
Kebijakan untuk optimalisasi kualitas pelayanan dalam jaminan kesehatan nasional masih menghadapi tantangan yang perlu diatasi dengan berbagai upaya, seperti peningkatan sumber daya manusia dan sarana prasarana kesehatan, pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat, serta partisipasi masyarakat yang lebih aktif. Penulis juga menilai bahwa INPRES Nomor 1 Tahun 2022 merupakan alternatif kebijakan yang dapat membantu mencapai tujuan jaminan kesehatan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun