Mohon tunggu...
Natalia Turangan
Natalia Turangan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Regular employee with irregular activities. Digital Strategist, somewhat blogger, @TEDxJakarta volunteer, also member of @KopdarJakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pelajaran Berharga dari Nonton di Sebelah Nicholas Saputra

5 November 2017   14:52 Diperbarui: 5 November 2017   19:19 12446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nicholas Saputra melirik tajam (KapanLagi)

Nicholas Saputra melirik tajam (KapanLagi)
Nicholas Saputra melirik tajam (KapanLagi)
Nih, ada gambar untuk membantu membayangkan lirikan Nicsap.

...

Sebenarnya pandangan menghujam hati itu gak terlalu kelihatan sih di ruangan yang temaram begitu. Tapi anggap saja terlihat, dan terasa banget gitu.

Lalu bayangkan, dia menegur dengan suaranya yang rendah dan ketus, "Mas, tolong ya cahaya handphonenya!" (oke pada bagian ini saya sudah gak ingat sih dia ngomongnya seperti apa hahaha). DEG! Padahal bukan saya yang ditegur kali ini lho.

Sesungguhnya dan sejujurnya, di antara membela teman dan mendukung Nicsap, ya tentu saja dong daku memilih mendukung Nicsap! Jadi karena teman saya itu gak nyadar kalau lagi ditegur (dan masih asik aja scrollingdi handphone), saya mengambil inisiatif untuk meneruskan teguran Nicsap, "Jangan buka handphonenya, cahayanya ngeganggu, mending disimpan saja," kira-kira begitu ujar saya, sambil mulai sebal kok pas banget lagi nonton di sebelah Nicsap, ada insiden-insiden kurang enak yang harus saya alami.

Seterusnya, sambil menonton film Twenty Feet From Stardom itu, saya tidak mengeluarkan apalagi membuka handphone saya sama sekali. Fokus saya ada pada film yang ditayangkan, dan mungkin berkat pikiran yang fokus itulah, cerita dari film semakin merasuk pada saya. Teman saya sih sempat membuka handphone lagi, tapi sudah sangat low light dan dijauhkan dari arah saya. Mungkin dia gak mau ditegur lagi, huehe.

Saya tidak mencantumkan di tulisan dulu itu karena sungkan (alias malu), sebenarnya saya sangat tersentuh menonton film tersebut sampai menangis. Mending ya kalau nangis elegan, ini tak tertahan kayak keran hidung dan mata bocor (bikin malu aja). Teman saya sampai heran (dan mungkin Nicsap juga *geer dikit*) karena saya mencari-cari tissue.

Ya, sebagian pengalaman di film itu saya tahu banget rasanya, Jadi saya bisa membayangkan, dan menghubungkan pengalaman mereka dengan apa yang saya jalani dalam hidup saya. Lelah berjuang, tapi tidak sampai ke posisi 'kesuksesan' yang diinginkan. Hiks. Mungkin hal-hal yang kayak ini juga berkontribusi pada rasa kesepian saya (coba baca 'Terjebak Kesepian').

Setelah hari itu, sikap saya berubah saat menonton film di bioskop.

Memang tidak drastis berubah, tapi bertahap. Awalnya saya kalau terpaksa buka handphone, ya saya umpetin banget dalam tas, dan pengaturan cahaya layar dibuat seminim mungkin. Saat di bioskop, handphone selalu saya atur dalam modus silent atau getar. Lama-kelamaan saya berhenti membuka handphone, DAN ANTI MENERIMA TELEPON, saat menonton di bioskop.

Belakangan ini kalau menonton, saya bahkan mengatur agar handphone saya berada dalam airplane mode. Sikap ini bagi saya adalah wujud penghargaan saya terhadap karya film  dan para pembuatnya, dan sekaligus menjadikan 'menonton' sebagai quality time saya, benar-benar mendedikasikan waktu dan pikiran untuk menikmati tayangan di layar (lupakan kerjaan dulu!).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun