Visi besar yang sedang gencar digaungkan pemerintah saat ini yaitu Indonesia Emas 2045. Indonesia digadang-gadang menjadi negara yang tangguh, mandiri, dan inklusif melalui serangkaian transformasi yang berarti.Â
Salah satu pilar utama yang terus dilancarkan pemerintah guna mencapai visi tersebut yaitu pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.Â
Sumber daya manusia merupakan aset strategis yang patut diinvestasikan. Namun, apakah talenta muda Indonesia sudah layak disebut sebagai aset strategis?
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan perekonomian nasional pada tahun 2023 tumbuh sebesar 5,05 persen yang memberikan kabar baik bagi masyarakat Indonesia.Â
Namun demikian, sampai saat ini Indonesia masih dihadapkan pada persoalan fundamental, yaitu stagnannya kualitas SDM Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kualitas generasi produktif yang begitu didambakan oleh negara menunjukkan kondisi yang krisis dan masih tertinggal dari negara-negara tetangga.Â
Berdasarkan survei Institute for Management Development (IMD) World Talent Ranking tahun 2023, daya saing SDM Indonesia menduduki peringkat empat di Asia Tenggara. Indonesia dengan skor 51,13 terlihat masih tertinggal jauh dari Singapura dengan skor 79,96 yang menduduki peringkat pertama se-Asia. Bahkan tertinggal dari Malaysia dan Thailand yang menduduki peringkat kedua dan ketiga di Asia Tenggara.
 Ini merupakan fakta menyedihkan mengingat Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduk terbanyak di Asia Tenggara. Seharusnya hal tersebut bisa menjadi aset yang mendorong kemajuan Indonesia. Namun, nyatanya belum demikian.
Selain itu, data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2020-2023 dari Badan Pusat Statistik menggambarkan bahwa tidak ada tren peningkatan IPM yang signifikan pada tahun tersebut. Pada tahun 2023 IPM Indonesia hanya tumbuh sebesar 0,84 persen sehingga berada di angka 74,39. Ini merupakan kondisi memprihatinkan sebab masih sangat jauh dari IPM negara maju yaitu rata-rata di atas 80.
Parahnya, hasil Susenas menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah anak Indonesia tahun 2023 yaitu 8,77 tahun. Hal ini berarti sebagian besar anak putus sekolah saat menduduki bangku sekolah menengah.
 Selanjutnya, standar hidup layak masyarakat juga dapat dilihat dari pengeluaran riil per kapita per tahun.Â
Namun faktanya, data Susenas menunjukkan pengeluaran riil per kapita per tahun masyarakat Indonesia hanya menyentuh angka Rp11.899.000,00 yang tergolong masih sangat rendah bagi negara yang menuju maju.Â
Hasil Susenas juga menunjukkan bahwa prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan masyarakat Indonesia tergolong cukup tinggi sebesar 8,53 persen.Â
Ini juga memprihatinkan sebab masih ada penduduk yang belum tercukupi kebutuhan pangannya dengan baik padahal kecukupan konsumsi pangan merupakan fondasi penting bagi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.Â
Pangan yang bergizi akan memberikan energi dan nutrisi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang secara optimal. Sebaliknya, kurangnya asupan nutrisi yang seimbang akan menghambat pertumbuhan fisik dan mental, serta menurunkan produktivitas individu.Â
Oleh karena itu, masalah ketidakcukupan konsumsi pangan merupakan masalah serius yang harus segera dituntaskan demi generasi yang berkualitas.
Tidak kalah mengejutkan, Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi (APK PT) di Indonesia masih disoroti sangat rendah. Data Susenas menunjukkan APK PT Indonesia tahun 2023 sebesar 31,45 persen.Â
Sekitar 68,55 persen penduduk Indonesia lulusan SMA tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini sangat disayangkan, karena tidak bisa dimungkiri bahwa kuliah merupakan salah satu jalan untuk membuka berbagai peluang dan kesempatan.Â
Kompetensi seorang lulusan sarjana tentu berbeda dengan lulusan pendidikan menengah. Inilah yang patut disoroti dan ditindaklanjuti. Selain itu, jumlah pengangguran di Indonesia juga masih sangat miris.Â
BPS mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia sebesar 4,82 persen atau setara dengan 7,2 juta jiwa per bulan Februari 2024. Dari fakta-fakta inilah seharusnya pemerintah dan masyarakat semakin melek dengan kondisi SDM Indonesia saat ini serta terus menggenjot berbagai aksi.Â
Beberapa aksi yang dapat digencarkan untuk meningkatkan kualitas talenta muda yaitu BELAJAR. BELAJAR merupakan singkatan dari serangkaian aksi strategis untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia dengan langkah-langkah nyata dan efektif.
Pertama, Beasiswa pendidikan yang tepat sasaran.
Beasiswa berguna untuk meningkatkan iklim edukatif dan prestatif bagi masyarakat Indonesia. Agar program beasiswa memberikan hasil yang optimal, penyaluran beasiswa harus benar-benar tepat sasaran. Seharusnya dana beasiswa dialokasikan kepada calon penerima yang benar-benar membutuhkan melalui data yang konkret dan memiliki potensi untuk berkontribusi bagi masyarakat.
Kedua, Lowongan pekerjaan yang terbuka lebar.
Salah satu katalisator peningkatan kualitas SDM yaitu adanya lowongan pekerjaan yang terbuka lebar. Ini dapat turut menekan angka pengangguran di Indonesia yang saat ini terhitung masih sangat tinggi. Tentunya harus dibarengi dengan peningkatan kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Ketiga, Akses dan kualitas pendidikan memadai.
Fondasi kokoh dalam membentuk SDM unggul yaitu adanya akses dan kualitas pendidikan yang memadai. Pendidikan yang berkualitas memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal. Selain itu, pendidikan yang memadai akan menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan dunia kerja. Tentunya hal ini meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja.
Keempat, Jaringan kerja sama antara dunia pendidikan dan dunia usaha.
Supaya menghasilkan SDM yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja, diperlukan sinergi dan kolaborasi yang kuat antara dunia pendidikan dan dunia usaha. Jaringan kerja sama yang terjalin antara kedua pihak akan menciptakan ekosistem pembelajaran yang efektif sesuai dengan kebutuhan industri yang terus berkembang sehingga menghasilkan lulusan yang siap kerja.
Kelima, Akses layanan kesehatan mudah.
Kesehatan merupakan aset penting setiap individu. Jika individu memiliki akses yang mudah terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, produktivitas dan kualitas hidup mereka akan meningkat secara signifikan. Tentunya ini akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM Â suatu bangsa.
Keenam, Riset dan penemuan bidang IPTEK.
Perkembangan IPTEK yang begitu pesat telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan dan dunia kerja. Riset dan penemuan baru di bidang IPTEK tidak hanya mendorong inovasi, tetapi juga menjadi katalisator dalam membentuk individu yang lebih kompeten, adaptif, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Krisis SDM merupakan tantangan besar yang harus dihadapi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Namun, hal itu bisa diatasi dengan komitmen dan aksi-aksi konkret di antaranya aksi BELAJAR sehingga SDM dapat menjadi aset strategis untuk melancarkan transformasi besar-besaran guna mencapai Indonesia mandiri dan berdaya saing tinggi. Â Hal ini juga selaras dengan beberapa poin Sustainable Development Goals (SDGs), di mana diperlukan insan yang tidak hanya berdedikasi, tetapi juga mengabdi pada negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H