Mohon tunggu...
Nasrullah Mappatang
Nasrullah Mappatang Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Alumni Fakultas Sastra UNHAS dan Pascasarjana UGM - Pegiat Sekolah Sastra (SKOLASTRA) - Mahasiswa Doktoral/ PhD di University of Malaya, Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Musra Relawan, Cinderella Syndrome, dan Post-Power Syndrome Jokowi?

15 Mei 2023   10:36 Diperbarui: 15 Mei 2023   10:52 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak lama, Ganjar diumumkan jadi capres PDIP, Erick dan Jokowi, entah apa langkahnya lagi. Akankah come back dengan memasangkan Ganjar-Erick seperti banyak kalangan membacanya sebagai "pasangan idaman" Jokowi? Kita tunggu tanggal mainnya. 

Sebaliknya, Sandi yang boleh dikata "diam - diam makan di dapur" telah menyeberang ke PPP, meninggalkan Prabowo-Gerindra, memberi tanda bahwa Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu bersiap untuk menjadi cawapres usungan PPP. Apakah Cawapresnya Ganjar, atau malah cawapres Prabowo, boleh jadi. Bahkan, bukan tidak mungkin mendampingi Anies lagi seperti di Pilkada Jakarta, atau bisa saja bersama Airlangga- Golkar. Semua masih serba mungkin. 

Bagaimanapun, PPP dengan 4% suaranya adalah modal persentasi usungan. Dan, bukan rahasia lagi, Sandi selalu siap dengan senjata "logistiknya". Dalam politik Indonesia belakangan, sosok ini memang dikenal "siap membeli" apa saja yang "siap dijual" demi jalan politiknya. Dengan modal PPP dan kesiapan logistik, siapakah yang akan kembali "dibeli" oleh Sandi? 

Politik Cawe-Cawe?

Peneliti LP3ES Wijayanto dalam diskusi "Politik Cawe - cawe Jokowi" (Kompas, 15/5) menyoroti pentingnya presiden Jokowi untuk netral. Belakangan, dengan sanjungan media dan pengamat sebagai "king maker" 2024, Jokowi memang seperti dibuat melambung. Jokowi seolah diposisikan sebagai "penentu" siapa Presiden Indonesia selanjutnya, dimana boleh jadi presiden Jokowi memang berkepentingan untuk itu. 

Tuntutan agar Jokowi netral alias tidak cawe - cawe memang benar saja adanya. Bahkan, apa yang dibilangnya pada acara puncak Musra (Musyawarah Rakyat) yang digelar para relawan Jokowi di pilpres 2014 dan 2019 itu, sebagai "membisiki partai politik" juga adalah bahasa cawe - cawe seorang politisi ketimbang sebagai seorang negarawan. 

Kurang elok saja kelihatannya sebagai seorang presiden yang negaranya sedang menghadapi "tahun politik". Apakah pak Jokowi sengaja melakukan itu atau beliau tidak paham bahwa itu tak pantas? Beliaulah yang tahu jawabannya. 

Apapun itu, gestur politik Jokowi seperti tak ingin kehilangan peran di 2024. Mungkin dia belajar dari Megawati dan SBY beserta presiden - presiden sebelumnya, bahwa dirinya bukan pemimpin partai yang masih bisa saja eksis di dunia politik meski tak lagi berkuasa. 

Bayangan ke depan

Barisan ("partai") relawan adalah modal Jokowi untuk baku tawar dan bernegosiasi dengan partai - partai saat ini, selain kuasanya sebagai presiden tentunya. Termasuk nasib anak dan menantunya saat ini dan di pilkada selanjutnya. Memang, sekarang ini ketika Jokowi masih presiden, partai - partai boleh jadi masih berlomba- lomba mengusungnya. Tapi, bagaimana ketika Jokowi tak lagi Presiden? Apakah partai - partai masih saja sebaik hati demikian? Ditambah lagi, apakah barisan relawan, yang seperti "partai" nya Jokowi itu, masih tetap solid bersama Jokowi jika beliau tak lagi berkuasa? Layak dinanti. 

Membayangkan hari depan Jokowi memang sedikit mencemaskan. Bukan saja apakah program - program dan proyek - proyek strategisnya dilanjutkan atau tidak, namun apakah dirinya sendiri masih "diperhitungkan" atau tidak? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun