Mohon tunggu...
Dewi Anggar
Dewi Anggar Mohon Tunggu... -

Aku terhenyak, Senyuman membias makna, melambung harapan, mengikis mimpi lalu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Denting Gadis

16 Mei 2016   08:47 Diperbarui: 16 Mei 2016   08:50 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bilakah denting kaca sanggup memecah hening dalam seteguk rindu?

Gadis kembali merenung. Memeluk sepi dalam malam dan hujan.

~0`0~

Mengalun lagu sendu dari kamar berukuran kecil milik Gadis. Lagu lembut dengan intonasi mendayu, kadang tersayat angin, mengumbar rindu, memutar ingatan, menerobos ruang waktu. Belakangan Gadis  tumbuh semakin sensitif. Rayap yang mengalur di kayu plafonnya, membuatnya risih. Pun hal-hal kecil bisa membuatnya mengadu pada Tuhan hingga sesenggukan.

Gadis belajar banyak hal hingga bisa sampai ke titik ini. Titik di mana Gadis menyadari bahwa teman hanyalah ilusi tumpahan aduan. Nyatanya teman tidak selalu ada dan benar-benar ada kala resah memeluk batin. Gadis acap kali memegang ponsel, meenelusuri kontaknya dan tidak menemukan satu orangpun untuk sekedar membagi bebannya. Belum, Gadis masih berkelana.

Pada sebuah fase  dimana peristiwa mengguncangkan kedirian Gadis, takkala dunia dan cinta yang dia pegang berpaling dan menusuknya hingga berdarah dan  hilang akal, Gadis kemudian menginsafi, bahwa Tuhan adalah muara dari seluruh gelisah.

Tangan-tangan Tuhan senantia menjulur dan menghamburkan isyarat cinta kepadanya. Menuntunnya pada waras, sajadah, dan ikhlas. 

Gadis insyaf seinsyaf-insyafnya, tentang kelu dan kesah yang hanya boleh diadukan kepada-Nya. Tentang pilar sandaran yang kokoh dan pijak serta kening yang menyatu dengan tanah. Dialah  Sosok sempurna yang pendengarannya meluas samudra, hingga tak peduli betapa banyakpun keluhan dan aduan yang disampaikan, Sang Maha Mendengar tidak akan pernah marah. Benar begitu kan?

Tuhan Maha Baik. Gadis tahu itu. Karena itu, dia tidak akan berhenti mengadu pada-Nya. Tentang risau di penghujung hari, tentang ingatan dan  janji, atau mungkin tentang batu yang menyandung kakinya saat berjalan ke kantor pagi ini. Gadis ramai mengobrol dengan Tuhannya. Setiap hari, setiap hari, dalam helaan napas, lailaha illallah.  

~0`0~

Lorong waktu menggerus ingatan dalam memori tentang mereka. Kala waktu, Gadis, dan dia berpacu dalam lalu lintas kota metropolitan. Hedonisme anak muda. Langgar norma, langgar batas, hingga kaki tak berpijak pada yang baligh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun