Atas semua itu, kita mesti belajar seorang anak kecil bernama Adinda Nanda, pada Insiden Bendera Merah Putih terbalik dalam buku panduan SEA Games 2017 yang cukup menyita kemarahan publik tanah air terhadap tuan Rumah Malaysia. Melalui akun facebooknya, remaja yang mengaku duduk di bangku kelas 9 itu menulis surat terbuka untuk pemerintah Malaysia. Kini surat terbuka tersebut menjadi viral. Dan telah dibagi ribuan kali oleh netizen. Mungkinkah Shafiq mau mempergunakan masa ini untuk memviralkan dirinya? Tanyakan saja padanya.
Agar produk bahasa tidak gagal, olehnya itu kita harus bersikap positif serta senantiasa menunjukkan indikasi kesetiaan, kebanggaan, dan kesadaran dalam bertutur. Bila kita mau mengumpakan, maka kecakapan berbicara seperti membuat pecel. Berbicara  itu tak ubahnya seperti kita membuat pecel. Betapa tidak, berbagai bahan mentah milik orang lain (daun singkong, kacang panjang, toge, kacang tanah, gula merah, dll.)Â
Kita elaborasi atau lawok sedemikian rupa, pakek hati, dengan takaran bumbu dan kematangan sayuran yang terukur. Hasilnya tentu pecal enak yang standar, yang bercita rasa tinggi. Dalam satu sendok yang kita angkat ke mulut terwakili semua sayuran dan bumbu. Itu artinya adonan pecal teraduk rata dengan baik, dan kesan taste rasanya mantap, maknyus.
Lebih dari itu, yang paling utama keterampilan  berbicara menjadikan otak kita selalu aktif berpikir; mencari ide, menyesuaikan fakta, mencocokkan data, mengelaborasi teori, merangkai kata, memvariasikan kalimat, dan menjelaskan gagasan secara efektif: baik, benar, logis, dan sistematis.Â
Tersebab aktivitas tersebut, waktu yang terpakai tidak sia-sia. Tapi, bisa jadi karena keasikan berbicara pun kita tidak sadar atau bahkan sempat mengumpat membicarakan keburukan orang lain, ber-ghibah mencari-cari kesalahan orang lain. Maka, kegiatan berbicara harus diatur sebaik-baiknya strukturnya. Sebab, kata yang telah keluar tidak bisa diedit lagi.
Akhirnya untuk menghadapi Shafiq, Tajudin Buano (Jurnalis Maluku) memaparkan dalam akun fecebook resminya, Marilah katong mengoreksi Shafiq Pontoh dengan kepala dingin. Jangan pakai kata-kata kotor yang justeru mengotori media sosial kita.Â
Boleh marah. Kecam. Tapi, jangan mencacimaki. Yang dikotori Shafiq Pontoh, harusnya kita bersihkan dengan cara narasi yang baik. Kita luruskan secara sopan. Karena itulah derajat tertinggi bermedia sosial. Yang terendah adalah mencaci maki.Â
So, dahsyatnya perang maya terhadap lelaki Bandung ini, sehingga bisa mengalahkan quict qount dalam hitungan detik. Maka, mari belajar damai dari Maluku, seperti tema talkshow Rossi enam hari lalu di Kompas TV.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H