Ini rumusan gagasan Shafiq: "Waktu saya di Ambon, jelas-jelas anak muda semua. Saya tanya ada yang pake Facebook enggak? Cekikan semua, itu ma bapak saya yang pakai, bahasa kasarnya seperti itu. Ada yang pakai Twitter enggak, angkat tangan? Itu celingukan, seperti menanyakan itu benda apa? kata Shafiq saat menjadi narasumber di program Ngopi. "Lalu saya tanya Instagram, sedikit yang angkat tangan. Oh saya tanya lagi mungkin Line, tidak juga. Oh ternyata banyak yang pakai Blackberry Messenger."
Boleh jadi, maksud Shafiq baik untuk memaparkan platform social media di suatu daerah. Namun, agaknya dia terlalu cepat menyimpulkan. Dia tidak secara sistematis memaparkan apa latar belakang, apa motif, gambaran pengguna media sosial, bagaimana model pengambilan sampel dalam survei. Â Lalu, agaknya pula dia terjebak pertanyaan-pertanyaan spontanitas dari host sehingga apa yang terekam dalam benaknya hilang begitu saja.Â
Juga, dengan porsi bicara yang terbatas, terkesan membuat dia tak bisa mengoptimalkan topik yang sedang diperbicangkan secara efektif dan efisien. Sehingga sangat wajar bantahan datang seperti diuraikan dalam kronologis oleh Embong Salampessy dalam facebooknya yang berjudul Anak Muda Ambon Tidak Melek Media Sosial?
Selanjutnya, bantahan juga datang dari Marvin Laurens dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Ambon berpendapat Shadiq Pontoh memang pegiat media sosial asal Bandung. Shafiq pernah ke Ambon untuk acara pesta pendidikan. Marvin menyayangkan ketika Shafiq bicara tanpa data. Mestinya, Shafiq menjelaskan secara rinci perkembangan pengguna media sosial berdasarkan platform di Ambon.
"Terkait platform social media untuk pengguna di Ambon, Maluku, itu perlu katong lihat kembali teknologi internet nie masuk ke Ambon kapan? Dan penyebaran platform social media yang dia bilang di Ambon itu booming kapan? Kalau uraikan juga panjang. Intinya dia bicara tanpa data," ujar Marvin dalam media kumparan.com
Sementara itu jika dikaji dari aspek peristiwa tindak tutur. Peristiwa tindak tutur atau tindak ujar adalah aktivitas menuturkan atau mengujarkan tuturan dengan maksud tertentu. Â Pada bagian tuturan, yakni tuturan konstatif, tuturan yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia.Â
Kaitan dengan itu, Shafiq pun dibantah oleh YLBHI dalam media cengkepala.com pada poin keempat somasinya: Bahwa kami sedikit memaparkan data sederhana agar saudara ketahui, bahwa pada tahun 2017 lalu telah dilakukan pemilihan Walikota, dan untuk setiap pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota memiliki Media sosial Facebook, instagram, dan twitter, bukan hanya itu pada tahun 2018 ini juga di Maluku telah dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan keseluruhan pasangan calon, melakukan kampanye di semua sosial media sama seperti pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Ambon.
"Bahwa alasan terbesar dilakukannya kampanye di sosial media, karena semua orang baik orang tua, anak muda hingga anak remaja telah memiliki dan menggunakan facebook, instagram, line, WhatsApp, twitter, bahkan anak SMP kelas 2 sebagai youtubers, dan anak-anak muda Ambon sudah ada yang memproduksi video.Â
Perlu saudara ketahui juga, Blackberry Messenger di Ambon sudah ditinggalkan anak muda Ambon, pasca kecepatan mengirim pesan melalui WhatsApp booming, dan itu sejak 2015 -2016 lalu. Yang menjadi pertanyaan lagi, saudara duduk dengan anak muda Ambon yang mana, sehingga saudara dapat memaparkan data seperti demikian?"
Dari peristiwa ini, kita berharap apa yang terjadi pad Shafiq menjadi pelajaran terpenting dalam kehidupan manusia di era global. Ada ruang privasi manusia yang tidak boleh diganggu. Penggunaan bahasa lisan di ruang publik juga harus dikemas secara baik.Â
Sehingga audiens merasa tak tersinggung. Kejadian ini mengingatkan kita pada kasus HB Jassin dengan cerpen Langit Makin Mendungnya di tahun 1968, Arswendo Atmowiloto- penulis yang dijeboloskan penjara karena survei tabloid Monito tahun 1990, atau masih segar diingatkan kita tentang Ahok.