Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merekat Relasi Akhirat

7 Agustus 2018   09:30 Diperbarui: 7 Agustus 2018   09:46 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika ditanya, bagaimana kelak masa depanmu di akhirat? Mau Surga atau Neraka? Dijawab," Surgalah. Namun, apakah kita sudah benar-benar mempersiapkannya? Atau kita masih sibuk dengan berhala-berhala dunia?  Jika soal dunia saja kita sungguh-sungguh, kerja banting tulang, tulang patah-patah. Bagaimana untuk akhirat nanti? Kota abadi kita? Kita berasal dari sana, dan kembali juga ke sana. Tapi, untuk tempat kembali ada dua, kembalinya ke mana? Kitalah yang menentukan.

Allah Taala berfirman:Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18)

Memaknai ayat di atas, Quraish Shihab menafsirkannya,  Wahai orang-orang yang beriman, berlindunglah kalian dari azab Allah dengan selalu mematuhi-Nya. Hendaknya setiap orang memikirkan apa saja amalan yang dipersiapkan untuk hari esok. Selalu bertakwalah kepada Allah. Allah benar-benar mengetahui dan akan membalas segala sesuatu yang kalian kerjakan. Demikian pula, Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir al-Quran al-'Azhim, menafsirkan juga, "Evaluasilah diri kalian sebelum amal perbuatan kalian dihitung, periksalah amal perbuatan yang kalian simpan untuk diri kalian demi hari di mana kalian akan dikembalikan dan diperlihatkan kepada Tuhan kalian!"

Dengan begitu, ayat ini mengajurkan kita untuk senantiasa menyiapkan diri untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Meraih kesuksesan di dunia dengan ilmu dan amal adalah untuk bekal nantinya. Bukan menimbun harta melimpah di bank atau banker karena takut dicuri.

Banyak manusia yang sadar, bahwa dunia merupakan tempat transit, penyinggahan sementara, namun, adakalanya lupa. Bukan lupa, tetapi ada unsur kesengajaan. Sehingga memungkinkan kita melalaikannya berulang-ulang. Kita kadang menggandaikannya dengan asumsi, kan masih muda, kan masih ada waktu, kan masih sehat, kan kan kan banyak kan-nya. Akhir kan tak mendapat kan apa-apa.

Sungguh, sebagai nasehat bagi pribadi penulis dan kita, ada sebuah kisah dari Ibrahim ibn Muhammad al Basyri, beliau berkata: Umar ibn Abd al Aziz melihat seseorang laki-laki yang warna kulitnya berubah. Lantas Umar ibn Abd Al Aziz berkata kepadanya: Apa yang kamu alami? Laki-laki itu menjawab: Saya sedang menderita sakit, wahai Amir al Mukminin.

Umar ibn Abd al Aziz kembali bertanya dengan pertanyaan yang serupa sebanyak tiga kali. Laki-laki itu pun menjawab seperti jawaban pertanyaan yang sebelumnya. Lantas Umar ibn Abd al Aziz berkata kepadanya: Maukah engkau kuberitahu sesuatu hal? Sesungguhnya aku telah merasakan nikmatnya dunia. Namun semua gebyar dan keindahan dunia ini terasa tidak begitu berarti untukku. Tidak ada bedanya antara batu dan emas bagiku. aku juga melihat orang-orang berbondong-bondong menuju Surga. Sedangkan, aku sendiri merasa sedang menuju Neraka. Sehingga sebagai konsekuensinya, aku tidak tidur pada malam hari dan tidak merasa haus pada siang bolong. Dan semua yang kulakukan, tidak ada artinya disisi ampunan Allah, pahala dan siksa-Nya.

Cerita di atas membawa hikmah bahwa ketakutan para orang-orang shaleh di zaman dulu tersebut telah mengantarkan mereka ke dalam cintaNya. Berbeda dengan kita saat ini. Imaji kita mengatakan ingin bahagia di akhirat, namun tak satupun hal yang kita siapkan menuju ke sana. Pada suatu kesempatan, saya berkesempatan berdiskusi dengan seorang dai di Ambon, sebut saja inisialnya UH. Beliau menyampaikan  bahwa bila kita ingin menuju cintaNya, maka terbanglah besama dua sayap. Sayap pertama adalah raja (harap) dan khauf (takut) Kedua sifat ini harus ada dalam diri manusia. Tidak bisa satu saja.

Keduanya bagaikan dua sisi mata uang, sama-sama mempunyai nilai dan kekuatan. Beliau menganjurkan agar keduanya diseimbangkan dalam bingkai kehidupan.

Olehnya itu, sebelum terlambat dan menutup dosa kita sebanyak debu-debu serta memperbaiki umur sisa ini dengan maksimal,  ada beberapa hal yang mesti kita lakukan, diantaranya:

1. Menjaga hubungan dengan Allah SWT,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun