Dalam berbagai kesempatan presiden Jokowi selalu gembar-gembor akan mempermudah perijinan, tapi pengalamanku mengurus IMB (Sekarang istilahnya PBG dan SLF) kali ini jauh dari fakta. Perubahan dari IMB ke PBG bukan menawarkan kemudahan seperti yang digembar-gemborkan presiden, tetapi sebaliknya, makin RUWET dan yang pasti biayanya jauh lebih MAHAL.
Dua bulan ini saya sedang mengurus IMB (saya tetap menggunakan istilah IMB biar familiar-pen) untuk sekolahan swasta yang saya kelola. Saya cukup percaya diri karena dua tahun sebelumnya pernah mengurus IMB sendiri dengan proses yang mudah dan masuk akal. Seperti SOP yang terpasang, tidak sampai sebulan IMB sudah turun.
Biaya mengurus IMB saat itu juga murah. Biaya paling mahal waktu itu cuma bayar "tukang gambar" gedungnya dan itupun bisa dinego sampai gratis karena untuk lembaga sosial. Setelah gambar siap, saya mengurus IMB sendiri di kantor PUPR kabupaten Nganjuk yang ternyata juga melibatkan beberapa instansi lain seperti Amdal. Tidak sampai 28 hari seperti SOP yang ditetapkan, IMB sudah selesai dengan biaya tak lebih dari sejuta rupiah. Biaya itupum sudah termasuk transport dan makan, tapi itu dulu..
Gembar-gembor presiden Jokowi yang mempermudah perijinan membuat saya makin percaya diri untuk mengurus IMB lagi yang nota bene diganti istilahnya menjadi PBG & SLF di kantor PUPR Nganjuk. Petugas yang saya temui kali ini berbeda dari sebelumnya, karena rupanya sudah terjadi pergantian pejabat. Berbeda dari dua tahu lalu, respon petugas PUPR kali ini berbeda dari petugas yang dulu saya temui. Sang peugas bukan menjelaskan prosedur dan langkah-langkah yang harus saya siapkan seperti dulu, tetapi malah bilang, "waduh sekarang mengurus IMB sangat rumit, tidak seperti dulu. Saya saja bingung".Â
Dia menunjukkan di atas mejanya ada dua lembar persyaratan yang harus saya penuhi yang di dalam persyaratan itu masih ada setumpuk persyaratan lain yang katanya tidak kalah rumit. Seketika bayangan akan mengurus IMB semudah dulupun sirna, tapi karena butuh segera mengurus IMB, saya bertanya apa yang harus saya lakukan, tapi beliau tidak menjelaskan langkah-langkah proseduralnya. Â Â
Dia malah menyarankan saya menggunakan jasa konsultan, tapi tidak asal konsultan. Konsultan itu, katanya, harus punya kwalifikasi ini itu yang tentu saja saya tidak paham persis maksudnya, karena di luar bidang saya. Intinya penjelasannya, konsultan itu orang yang expert dan punya kwalifikasi yang disyaratkan pemerintah. Â
Tentu saja penjelasan itu bukan membuat proses yang harus saya lalui makin jelas, tapi sebaliknya, tapi dari pada buang-buang waktu mengurusi hal-hal teknis yang katanya begitu rumit, saya nurut saja untuk menggunakan jasa konsultan yang dia rekomendasikan. Saya pikir, kalaupun harus keluar biaya sedikit lebih banyak tidak masalah, karena kalau ada yang mengurus tentu akan membuat saya bisa lebih fokus bekerja. Â
Setelah menunggu sekitar dua minggu kemudian, petugas PUPR memberikan kontak konsultan yang direkomendasikan dan sayapun mendatangi sang konsultan. Saya mengira konsultan itu orang yang sangat paham apa yang akan saya konsultasikan, tapi rupanya saya salah menduga, sebab yang saya jumpai sama sekali tidak seperti konsultan pada umumnya.
Konsultan apapun biasanya mampu membuat klien lebih mudah memahami permasalahan yang dihadapi dan bila perlu mampu memberi gambaran dan alternatif-alternatif apa saja yang bisa dipilih oleh klien, tapi kali ini sama sekali tidak seperti itu. Saya berhadapan dengan orang yang sama sekali tidak tampak sebagai konsultan, bahkan tidak lebih paham tentang apa yang akan saya konsultasikan dibanding orang yang seharusnya menjadia kliennya.Â
Saya malah dibikin emosi mendengar jawabannya tentang apa saja langkah-langkah yang harus saya lakukan untuk mengurus IMB, sebab dia malah bilang, "Ini nanti butuh waktu lama, pak", jelasnya singkat. "Lama itu berapa hari?" sahutku. "Bisa dua tiga bulan atau lebih" jawabnya tanpa ekspresi dan spontan membuat emosi saya naik. "Bagaimana bisa, di situs PUPR SOP proses mengurus IMB itu tidak lebih dari 28 hari!!", sahutku, tapi dia hanya diam.Â
Lagi-lagi saya kaget saat dia bilang biaya gambar gedungnya 50 ribu per-meter. Ini termasuk murah karena katanya, di Kediri harganya 75 ribu per-meter. Tentu saja saya menyergah, karena saya baru saja pesan ke sebuah pengembang gambar gedung dua lantai lengkap dengan animasi 3D yang harganya cuma 25 ribu per-meter. Bahkan kalau untuk kepentingan sosial dan keagamaan bisa diberikan separuh harga atau malah seikhlasnya.
Di akhir pertemuan akhirnya saya kembali minta kejelasan tentang langkah-langkah yang harus saya lakukan dalam mengurus IMB kali ini, tapi dia sama sekali tidak menjelaskan apa-apa dan hanya menyodorkan lembaran berisi daftar dokumen yang dibutuhkan persis seperti yang saya foto di kantor PUPR. Saya sangat kesal karena dia sama sekali tidak bisa menyebutkkan dokumen atau apapun yang harus saya persiapkan. Â Â
Saya makin tidak bisa menahan emosi ketika bertanya tentang siapa nanti yang upload dokumen di OJS dan PIBG. Maksudnya, apakah saya sendiri atau dia yang upload dan mengisi form pengajuan IMB, tapi dia malah balik bertanya "OJS dan PIBG itu apa?" Alamak..... Rasanya pengen marah semarah-marahnya mendengar pertanyaan itu. Kalau dia konsultan, bukankah seharusnya dia jauh lebih paham dari saya, kliennya?
Tanpa sadar mulut saya mengata-ngatain dia, "Kamu itu konsultan macam apa? Kenapa kamu tidak lebih paham dari saya?".Â
Saya bisa banyak bertanya karena selain pernah mengurus IMB yang tidak serumit ini, sebelum datang ke konsultan yang direkomendasikan itu, saya sempat browsing cara mengurus IMB terbaru. Rupanya mengurus IMB saat ini bisa dilakukan secara online dan menurut SOP-nya harus sudah selesai sebelum 28 hari. Saya bahkan sudah mencoba-coba sendiri membuat akun, mengisi dan upload form yang disediakan dan sepertinya tidak sulit.
Jujur, saya merasa orang-orang ini bukan bikin urusan jadi jelas tahap demi tahapnya, tapi bikin makin rumit dan gelap. Prosedur mengurus IMB secara online cukup jelas, tapi kenapa saat ketemu petugasnya justeru membuat semuanya makin tidak jelas, gelap-gulita? Bukanlah seharusnya bertemu langsung dengan petugas membuat semuanya lebih jelas? Â
Beberapa hari kemudian saya kembali menemui petugas PUPR dan menceritakan pertemuan saya dengan sang konsultan dan rupanya sang konsultan tadi sudah cerita ke petugas ini. Dia mengakui kalau konsultan itu memang bukan yang mengurus IMB sampai selesai, tapi hanya bertugas menggambar gedungnya saja, bukan pula konsultan profesional seperti yang saya bayangkan sebelumnya meski entah mengapa disebut konsultan.Â
Dalam pertemuan itu, lagi-lagi petugas PUPR menjelaskan kalau prosedur mengurus IMB saat ini memang rumit dan seolah tidak mungkin saya jalani sendiri seperti pengalaman mengurus IMB sebelumnya. Saya juga bercerita soal pengalaman saya mengisi form secara online, tapi anehnya malah disarankan untuk tidak mengisi OJS dan PIBG sendiri, karena katanya akan mempersulit dan membuat semakin lama proses pengurusan IMB.Â
Sejujurnya terdengar aneh, tapi saya iyakan saja karena yang saya butuhkan sederhana saja, IMB segera selesai. Dari pembicaraan demi pembicaraan saya merasa tidak punya pilihan selain harus mengurus IMB melalui konsultan yang dia rekomendasikan, tanpa peduli lagi siapa dan seperti apa orangnya. Apalagi petugas PUPR itu bilang, kalau soal harga gambar masih bisa dinego.
Beberapa hari kemudian konsultan yang kemarin saya temui datang bersama beberapa orang mengukur bangunan yang saya ajukan IMB. Saya cukup lega, setidaknya proses pengurusan sudah dimulai, tapi lagi-lagi saya dibuat kaget setelah beberapa hari kemudian dia mengirimkan rincian biaya mengurus PBG saja sebesar 82 juta lebih. Biaya itu belum termasuk biaya mengurus Sertifikat Layak Fungsi (SLF) yang pasti butuh biaya lagi.Â
Tentu saja biaya segitu terlalu mahal untuk Sekolah swasta di pedesaan yang selama ini saya biayai sendiri dari hutang demi hutang. Buat saya, angka 82 juta, bahkan bisa-bisa mencapai 100 jutaan bila sekalian mengurus SLF sudah cukup untuk membangun satu lokal ruang kelas, angka yang terlalu besar untuk selembar IMB.Â
Hari ini saya berfikir ulang untuk mengurus IMB. Saya tak henti bertanya-tanya kenapa mengurus IMB berubah jadi begitu rumit dan begitu mahal? Saya hanya mengurus IMB untuk Sekolah Swasta, bukan Pabrik yang perlu persyaratan yang jauh lebih kompleks.
Kalau benar yang berlaku saat ini aturannya seperti itu, berarti omongan presiden Jokowi soal kemudahan perijinan hanyalah Omong Kosong belaka. Dibandingkan pengalaman mengurus IMB sebelumnya, pengurusan IMB saat ini benar-benar makin tidak jelas, rumit alias ruwet, bukan mudah dan cepat seperti omongan presiden.Â
Saya tidak tahu apakah ini hanya berlaku di kabupaten Nganjuk Jawa Timur saja atau berlaku juga di seluruh Indonesia, atau.... entahlah..... Sejujurnya saya kadang merasa seperti sedang jadi "bahan mainan" aparat pemerintah yang seharusnya melayani minimal seperti dua tahun yang lalu, tapi saya tidak tahu ke mana harus mengadu. Tadinya ingin mengadu ke Plt Bupati, tapi saya urungkan sebab reputasi kabupaten ini sudah ada tiga bupati dan satu wakil bupati secara hampir berturut-turut menjadi penghuni lapak jeruji penjara. Â
Yang jelas, Â di kampungku bahkan di negeri ini masih jauh lebih banyak bangunan yang tidak ber-IMB dan belum banyak yang berniat mengurusnya. Bila aturan mengurus IMB memang berubah serumit dan semahal ini, sangat boleh jadi semakin sedikit warga negara yang bisa membangun rumahnya sendiri secara legal, ber-IMB.Â
Seandainya Presiden Jokowi bisa mendengar keluh kesah ini, saya hanya ingin berseru... Pak Jokowi..., Buktikan Omonganmu...!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H