"Maaf mengganggu waktunya Pak, kami dari kepolisian. Jika Pak Reza ada waktu bisa ke kantor kami Pak? Ada yang kami bicarakan terkait kasus meninggalnya Bu Rani," kata Polisi yang menelepon.
"Oh iya Pak, bisa kok. Bisa banget. Pagi ini saya ke sana," sahut Reza cepat lalu menutup telepon.
Sebelum berangkat, ia menelepon Adit terlebih dahulu. "Dit, barusan pihak kepolisian telepon katanya ada yang penting terkait kematian Rani. Tolong kamu handle semua pekerjaan kantor ya."
"Aduh Za nggak penting banget sih, itu kan kasus udah berlalu ngapain juga masih diungkit-ungkit," sahut Adit.
"Aku juga nggak tahu Dit, makanya aku harus tahu jadi aku kali ini minta tolong sama kamu ya, handle pekerjaan kantor, oke," jawab Reza cepat lalu ia menutup teleponnya.
Reza lalu menyalakan mobilnya dan menuju ke kantor polisi.
***
"Bagaimana Pak? Ada yang harus dibicarakan dengan saya terkait kematian Rani dua tahun lalu?" Tanya Reza tanpa basa-basi.
"Oh iya Pak, silahkan duduk dulu. Jadi begini orang yang menabrak Bu Rani hingga kini terus mengeluarkan asumsinya bahwa bukan kesalahannya," kata Polisi itu.
"Apa asumsinya Pak? Kita harus tahu dulu asumsinya apakah bisa diterima dengan akal sehat," Reza menarik kursi dan duduk tepat berhadapan dengan polisi tersebut.
Polisi itu terlihat menghela napas. "Justru itu saya panggil Pak Reza, jadi Pak menurut sopir truk itu, dia di bayar untuk menabrak Bu Rani hingga meninggal."
"Tunggu Pak. Apa tadi katanya? Dibayar? Siapa yang bayar? Apa tujuannya?" Cecar Reza.
Tentu saja Reza kaget dengan statement itu. Kenapa ada orang yang berniat membunuh Rani? Apa tujuannya?