***
Hari ini kembali Parmin ngobrol dengan Mbak Rus. Sesuatu yang mengejutkan Parmin saat mengakhiri obrolan.Mbak Rus menyodorkan sebuah bingkisan kecil.Parmin menolak, namun Mbak Rus memaksanya.
"Bukan apa-apa Mas Parmin. Ini sekedar rasa terimakasih Mbak kepada Mas Parmin. Terima saja, Mas. Mbak tahu Mas Parmin sangat membutuhkannya. Tapi jangan dibuka sekarang. Nanti di rumah saja."
Bingkisan itu Mbak Rus masukkan ke kantong baju Parmin. Parmin tak bisa menolaknya. Rasanya juga tidak enak menolak pemberian orang lain. Bukankah itu sama artinya menolak rezeki?
Setiba di rumah, Parmin tidak mendapatkan istrinya. Belakangan memang istrinya sering keluar dan pulang dengan belanjaan. Minah bilang dia membantu teman di pasar. Sekedar menambah kebutuhan dapur katanya setiap Parmin menanyakan dari mana.Â
Parmin masuk kamar dan segera membuka bingkisan kecil pemberian Mbak Rus. Kali kedua Parmin terkejut setelah melihat isi bingkisan itu. Sebuah jam tangan sangat bagus menurut penilaian Parmin. Segera ia ingin memakainya, namun apa nanti kata istrinya, Parmin bingung.Â
Mau dikembalikan jelas tidak enak, akhirnya Parmin putuskan untuk menyimpannya di tempat yang sangat aman dan tak ditemukan Minah. Pikir Parmin, dia tidak akan memakainya sebelum jelas apa maksud Mbak Rus.
Tampak Minah masuk rumah dengan belanjaan yang cukup banyak. Parmin menyambutnya dengan senyum. Dia bangga kepada isrinya yang juga mau bekerja. Minah bilang dengan bekerja, maka uang dari suaminya bisa ditabung, dan untuk kebutuhan sehari-hari dari hasil kerjanya membantu teman di pasar.
Parmin untuk kali ketiga terkejut. Dia melihat istrinya selain menebar senyum juga ada sesuatu yang lain pada diri istrinya. Telinga Minah kini beranting-anting. Belum sempat Parmin bertanya, Minah justru terlebih dahulu melempar pertanyaan.
"Ada yang lain pada diriku, Mas? Kok melongo?"
"Dari mana anting-anting itu Minah?"