Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Egosentris Bias, Dunia Tak Sesempit Pikiran

30 Januari 2025   06:46 Diperbarui: 30 Januari 2025   13:59 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa sadar, kita merasa gaya hidup kita lebih "benar" dan mempertanyakan kenapa orang lain tidak berpikir sama seperti kita.  

Algoritma media sosial juga memperparah bias ini. Kita lebih sering melihat konten yang sesuai dengan pandangan kita, bikin kita makin yakin kalau sudut pandang kita adalah yang paling valid. 

Begitu nemu opini yang berbeda, respons otomatis kita bisa jadi defensif, bahkan langsung nge-judge orang yang punya perspektif lain sebagai kurang wawasan atau salah paham.  

Kenyataannya, kalau kita berhenti sejenak dan mencoba memahami, bisa jadi kita akan sadar bahwa perbedaan itu bukan soal siapa yang lebih benar, tapi soal bagaimana latar belakang dan pengalaman hidup membentuk cara berpikir seseorang.  

Kenapa Kita Cenderung Egosentris?

Jawabannya sederhana, karena otak kita memang didesain untuk itu. Dari kecil, kita tumbuh dengan melihat dunia hanya dari pengalaman kita sendiri. Kita belajar memahami sesuatu dari apa yang kita alami duluan.

Jean Piaget (1998) dalam The Child's Conception of the World menjelaskan bahwa anak-anak secara alami mengalami fase egosentris dalam perkembangan kognitifnya.

Mereka menganggap bahwa perspektif mereka adalah satu-satunya yang ada, dan butuh waktu serta pengalaman sosial untuk menyadari bahwa orang lain memiliki pandangan yang berbeda.

Bahkan saat kita tumbuh dewasa, sisa-sisa pola pikir ini masih bertahan hanya saja dalam bentuk yang lebih halus dan kompleks. Otak kita juga bekerja dengan cara yang mengutamakan efisiensi.

Bukannya terus-menerus mempertanyakan apakah perspektif kita benar atau apakah ada sudut pandang lain yang lebih masuk akal, kita lebih cenderung menerima pengalaman dan keyakinan pribadi sebagai standar kebenaran. Ini adalah mekanisme bertahan hidup yang memungkinkan kita membuat keputusan cepat.

Kalau kita terbiasa hidup di lingkungan yang menilai pendidikan tinggi itu penting, kita mungkin sulit memahami orang yang memilih jalur karier tanpa kuliah. Kalau kita selalu dikelilingi orang yang berpikir logis, mungkin kita bakal kesulitan memahami mereka yang lebih mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan.  

Egosentris bias ini bukan sesuatu yang harus dihilangkan sepenuhnya karena jujur aja, itu hampir tidak mungkin. Tapi kita bisa belajar untuk mengendalikannya.  

Cara Melepaskan Diri dari Egosentris Bias

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun