Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Saat Pendidikan Tak Lagi Sekadar Hak, tetapi Sebuah Privilege

21 Desember 2024   18:31 Diperbarui: 23 Desember 2024   21:11 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sebuah privilege dalam pendidikan | Image by Kompas.id

Ada satu momen yang sering muncul di sela-sela perbincangan ringan, biasanya saat melepas penat di kantin kampus atau di tempat kerja setelah jam lembur. "Kita sudah sejauh ini, ya," ungkap seseorang, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada orang lain.

Kalimat sederhana itu sering kali membawa refleksi. Dulu, siapa yang menyangka bisa melangkah sejauh ini, bahkan untuk bermimpi duduk di bangku perguruan tinggi pun rasanya tak pernah terlintas.

Hidup memang punya caranya sendiri. Masuk perguruan tinggi atau kuliah bagi sebagian orang adalah jalan yang dipilih bukan karena keadaan mendukung, tetapi justru karena keadaan menantang. Ada yang harus bekerja di pagi hari dan berlari ke kampus sore harinya.

Ada yang rela bergadang menyelesaikan tugas sambil menahan lelah setelah seharian mencari biaya tambahan. Dan ada juga yang berulang kali meminta pengertian dosen karena harus absen demi memenuhi tanggung jawab lain di luar kampus.

Bukan karena tidak serius, tapi karena itulah cara bertahan.

Pendidikan, meskipun hak semua orang, pada kenyataannya masih sering menjadi sebuah privilege. Tidak semua memiliki akses yang sama, dan tidak semua dapat menikmatinya tanpa tekanan finansial atau emosional.

Laporan dari DJKN Kemenkeu menyebutkan bahwa stres finansial merupakan salah satu pemicu utama gangguan mental seperti depresi, yang dapat menghambat kesuksesan akademis (djkn.kemenkeu.go.id).

Keterbatasan dalam pendidikan ini tidak hanya menghambat individu, tetapi juga memperburuk ketimpangan sosial yang lebih luas.

Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan bahwa sekitar 5,11% penduduk usia 15 tahun ke atas di pedesaan belum pernah mengenyam pendidikan formal, yang menunjukkan adanya ketimpangan pendidikan di Indonesia, terutama di daerah terpencil (rakyat.id).

Sementara itu, di kota-kota besar, meskipun akses terhadap pendidikan lebih terbuka, banyak mahasiswa yang harus berjuang keras untuk membayar biaya kuliah dan menyeimbangkan pekerjaan paruh waktu dengan studi mereka.

Fakta ini menyakitkan, tetapi juga menggugah kesadaran bahwa setiap orang berjalan di jalurnya masing-masing, dengan tantangan dan peluang yang berbeda-beda.

Ada rasa iri yang manusiawi ketika melihat mereka yang mendapatkan segalanya dengan mudah tetapi menjalani pendidikan tanpa semangat. Sementara di sisi lain, ada yang berjuang mati-matian, menghadapi tekanan dari banyak sisi hanya untuk tetap bertahan di jalur ini.

Tapi iri itu tidak boleh berlarut. Hidup mengajarkan bahwa fokus pada perjalanan diri sendiri jauh lebih penting daripada membandingkan keadaan dengan orang lain.

Bagi mereka yang berjuang, setiap langkah kecil adalah kemenangan. Ketika berhasil menyelesaikan tugas tepat waktu meski harus begadang. Ketika berhasil membayar biaya semester tanpa meminta kepada keluarga yang hanya cukup memenuhi kebutuhan harian. Ketika berhasil hadir di ruang kuliah, meski tubuh lelah dan pikiran penuh.

Mungkin terlihat sederhana bagi sebagian orang, tetapi bagi mereka yang menjalani, itu adalah bukti ketangguhan. Setiap usaha kecil itu menjadi penanda bahwa mereka terus melangkah, meski perlahan, ke arah yang mereka yakini benar.

Ada rasa syukur yang mendalam ketika menyadari bahwa kesempatan ini, betapapun sulitnya, adalah sesuatu yang tidak semua orang miliki. Ada ribuan anak muda di luar sana yang ingin kuliah tetapi terhalang keadaan.

Dan di tengah segala keterbatasan, mereka yang terus melangkah adalah bukti nyata bahwa mimpi tidak pernah memandang siapa yang memegangnya.

Perjalanan ini memang tidak mudah. Ada hari-hari ketika lelah begitu terasa, ketika tubuh ingin menyerah, ketika pikiran dipenuhi pertanyaan, "Apakah ini semua akan sepadan?" Tapi jawabannya selalu sama. Ya, karena harapan tidak pernah padam.

Harapan itu datang dalam berbagai bentuk. Dalam doa seorang ibu yang berharap anaknya bisa hidup lebih baik darinya. Dalam senyum kecil ketika akhirnya bisa membayar biaya kuliah dari hasil kerja keras sendiri.

Dalam pelukan teman yang mengerti betapa sulitnya mempertahankan semangat di tengah keterbatasan. Dan harapan itu jugalah yang membuat mereka tetap melangkah, meski dengan langkah kecil.

Pendidikan tinggi bukan hanya soal gelar atau status sosial. Ini adalah perjalanan yang mengubah seseorang, yang membentuk cara berpikir, yang mengajarkan ketangguhan. Dan perjalanan itu, dengan segala tantangannya, adalah sesuatu yang harus dihargai.

Bagi mereka yang menjalani, perjalanan ini adalah bukti bahwa hidup, betapapun sulitnya, selalu memberikan kesempatan bagi mereka yang tidak menyerah. Dan bagi kita yang melihat, ini adalah pengingat bahwa setiap orang punya perjuangan masing-masing, yang tidak selalu terlihat di permukaan.

Ketika langkah terasa berat, ingatlah bahwa setiap langkah kecil itu adalah investasi untuk masa depan. Setiap pengorbanan adalah bukti bahwa mimpi, tidak peduli seberapa besar, layak diperjuangkan.

Dan ketika akhirnya sampai di tujuan, rasa lelah itu akan berubah menjadi rasa bangga bukan hanya karena telah berhasil, tetapi karena perjalanan itu sendiri telah mengajarkan begitu banyak hal tentang hidup, tentang harapan, dan tentang diri sendiri.

Tetap semangat, teruskan perjuanganmu!

Pena Narr, Belajar Mencoret...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun