Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - طلب العلم

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Dipaksa Bahagia, Menyikapi Toxic Positivity dengan Bijak

1 September 2024   17:16 Diperbarui: 1 September 2024   17:31 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi toxic positivity | Image by Theaggie.org

Selain itu, toxic positivity dapat merusak hubungan. Ketika seseorang merasa tidak didengarkan atau dipahami karena orang di sekitarnya selalu berusaha mengarahkan percakapan ke arah yang positif, mereka mungkin akan mulai menarik diri.

Mereka merasa bahwa emosi mereka tidak valid atau bahwa mereka tidak bisa berbicara dengan jujur tentang apa yang mereka rasakan. Akibatnya, hubungan menjadi dangkal, karena tidak ada ruang untuk kejujuran emosional yang sesungguhnya.

Cara Mengenali dan Menghindari Toxic Positivity

Mengakui bahwa kita memiliki kecenderungan untuk mendorong toxic positivity adalah langkah pertama yang penting. Hal ini sering kali berasal dari niat baik kita ingin membantu orang lain merasa lebih baik.

Namun, penting untuk diingat bahwa perasaan negatif adalah bagian normal dari kehidupan, dan kadang-kadang, yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk seseorang adalah hanya mendengarkan dan membiarkan mereka merasakan apa yang mereka rasakan.

Untuk menghindari toxic positivity, cobalah untuk memberikan ruang bagi semua jenis emosi, baik positif maupun negatif. Alih-alih mengatakan, "Kamu harus bersyukur" coba katakan, "Saya paham ini sulit untukmu. Apa yang bisa saya lakukan untuk membantumu?" atau "Tidak apa-apa untuk merasa sedih, marah, atau kecewa".

Dengan mengakui dan menerima emosi negatif, kita memberikan diri kita sendiri dan orang lain kesempatan untuk benar-benar merasakan dan memproses perasaan tersebut. Ini tidak berarti kita harus tenggelam dalam negativitas, tetapi kita harus memberikan ruang bagi perasaan yang mungkin tidak nyaman. Kadang-kadang, hanya dengan mengakui bahwa semuanya tidak baik-baik saja sudah cukup untuk mengurangi beban emosional yang kita rasakan.

Memilih Empati di Atas Kepura-puraan

Kunci untuk mengatasi toxic positivity adalah empati. Empati berarti mendengarkan tanpa menghakimi, menerima tanpa memaksa perubahan, dan memberikan dukungan tanpa syarat. Ketika kita berempati, kita tidak berusaha untuk memperbaiki perasaan orang lain dengan segera, melainkan kita hadir bersama mereka dalam perjalanan emosional mereka.

Mungkin lebih mudah untuk menawarkan kata-kata positif daripada menghadapi kenyataan yang sulit, tetapi dengan memilih empati, kita membantu orang lain merasa dilihat dan didengar. Ini adalah hadiah yang jauh lebih berharga daripada sekadar dorongan untuk "berpikir positif".

Menghargai Keragaman Emosi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun