Mohon tunggu...
Naraya Syifah
Naraya Syifah Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Penggembala Sajak

Tidak ada yang istimewa dari Naraya Syifah, ia hanya seorang gadis kampung yang sederhana, putri sulung dari keluarga sederhana yang disimpan banyak harapan di pundaknnya. Ia memiliki kepribadian mengumpulkan sajak di pelataran rumahnya. Pernah tergabung dalam beberapa komunitas literasi dan alhamdullilah saat ini sebagai penggerak literasi di kabupaten Subang. Ia menjalankan komunitas Pena Cita bersama teman-teman sehobinya. Kecintaannya pada literasi menghantarkannya sampai di sini. Semoga awal yang baru ini dapat lebih mengembangkan tulisannya dan merubah hidupnya. Selain menulis ia juga tergila-gila dengan K-drama yang dapat menginspirasi nya dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Kisah Nyata) Terjebak Rayuan Maut Sang Pujangga

2 Juli 2022   18:30 Diperbarui: 2 Juli 2022   19:29 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zahra mengambil ponselnya lalu memotretnya untuk dikirimnya pada lelaki yang sudah sangat ia rindukan itu. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya ponselnya bergetar pertanda sebuah pesan masuk.

"Itu pasti dia," ucapnya saumringah.

Lamat-lamat ia terus menatapnya sambil menahan sesuatu yang sudah berkumpul di pelupuk matanya. Dadanya sesak, sesuatu seperti tengah menghantam jantungnya dengan keras.

AKU INGIN PUTUS!

"Brengsek!"

"Kau bajing*n!"

"Munafik!"

Tentu saja Zahra tidak mengatakan semua umpatan itu. Andai seonggak tubuh yang menyebalkan itu ada di hadapannya saat ini, ia sudah mengulitinya dengan semua makiannya. Ia akan menghancurkan seluruh tubuh itu dengan segala kutukannya.

Tapi apa?

Mulutnya dibungkam dengan tangis, semua makian dan hinaan itu hanya menggumpal di kerongkongannya. Lihat saja ia, meraung-raung sendirian seperti orang bodoh. Dunianya hancur. Seperti mengorek kembali luka yang telah lalu, kali ini luka itu sudah berbau dan berlubang. Bahkan kini bertambah lebar.

Zahra, perempuan tinggi berambut panjang itu meninggalkan Bandung sembari menggendong lukanya dengan setia. Dia membelah jalanan kota dengan motornya, dan kucuran air mata yang senantiasa menemani perjalanannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun