Sampai di sini, saya sudah bisa memperlihatkan kepada Anda mengapa saya melihat sebaliknya dari gonjang-ganjing di atas. Sama seperti BG yang "dibawa" ke posisi di mana ia harus mendapat perhatian KPK setelah kasusnya sekian lama membeku, kelihatannya Jokowi kali ini membawa Badrodin Haiti ke posisi serupa. Seakan-akan pesannya kepada KPK adalah jangan hanya BG, sekarang saatnya beri perhatian kepada Badrodin Haiti.
Pesan di atas, tidak dapat menjadi bumerang bagi Jokowi, karena memang belum ada status tersangka bagi Badrodin Haiti. Jokowi tidak dapat dituduh "sudah tahu koq kenapa angkat". Tetapi pada saat yang sama, Jokowi justru berpesan "kita sudah sama-sama tahu, kenapa diam saja, KPK?"
Jika dugaan saya di atas benar, maka tampaknya kasus kepemilikan rekening gendut di kalangan para petinggi Polri yang sempat di-peti-es-kan pada era SBY, mulai dilirik oleh Jokowi. Ia menjadikan momen pencalonan Kapolri ini sebagai "momen sentil" bagi para petinggi Polri yang terkait kepemilikan rekening gendut, sekaligus bagi KPK.
Bagi para petinggi Polri tersebut, Jokowi memberi "pesan", silakan inginkan kursi Kapolri karena di situ nanti Anda akan mendapat perhatian KPK. Di sisi lain, KPK mungkin saja mematikan Tempo (merujuk tulisan rekan Kompasianer Sang Pujangga), namun Jokowi menyentil mereka untuk menghidupkannya kembali.
Beranikah KPK?
(Catatan: Silakan diberi koreksi apakah dugaan di atas memiliki sufficient ground untuk dianggap sebagai salah satu alternatif yang mungkin dari kisruh pencalonan Kapolri? Kritik Anda dihargai, karena dengan demikian Anda mengkonfirmasi pentingnya memperhatikan sufficient conditions dalam mengemukakan opini politik)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H