Pasal 44 adalah pasal dalam UUPS yang paling banyak dilanggar hingga kini. Amanat UUPS adalah 'pemerintah merencanakan penutupan TPA sistem pembuangan terbuka (open dumping) 1 tahun setelah UUPS terbit pada tahun 2008. Kemudian, UUPS mengamanatkan supaya semua TPA Open Dumping ditutup selambat-lambatnya 5 tahun setelah UUPS terbit. Seharusnya seluruh TPA Open Dumping di Indonesia ditutup pada 2013 silam.
Kenyataannya, hingga 11 tahun kemudian rata-rata TPA di daerah masih open dumping. Bahkan, sejumlah daerah yang telah beralih ke sistem TPA Sanitary Landfill akhirnya kembali ke sistem open dumping. Itu karena sistem hulu tidak dibangun, mereka hanya membangun TPA dengan sistem sanitary landfill tanpa membangun sistem hulu ke hilir sampah. Akibatnya, meski TPA-nya sanitary landfill, sampah yang masuk tetap seperti sampah saat sistem TPA masih open dumping.
Kalau pasal 44 ini direvisi, dilemahkan atau bahkan dicabut, maka perluasan TPA open dumping pasti akan ugal-ugalan. Sementara masyarakat sudah banyak protes dan menolak adanya TPA baru. Jika demikian, maka TPA open dumping akan dibangun di lokasi-lokasi yang jauh dari masyarakat. Akibatnya, akan ada alih fungsi lahan menjadi TPA baru, akan ada pencemaran baru, dan akan ada operasional yang besar untuk membuang sampah ke tempat yang jauh.
Pasal 45 juga merupakan pasal yang paling banyak tidak dilaksanakan oleh pemerintah sebagai regulator. Dengan fungsi ganda sebagai operator pengelola sampah juga, pemerintah membiarkan dan justru memfasilitasi pengelola kawasan untuk tidak melaksanakan pasal ini. Dengan sejumlah nilai uang retribusi persampahan, pengelola kawasan terbebas dari tanggung jawab membangun dan memfasilitasi pengelolaan sampah.
Sampah yang bersumber dari kawasan-kawasan diangkut ke TPA karena telah membayar retribusi pada pemerintah. Pengelola kawasan pun akhirnya terus terbiasa demikian dan akhirnya enggan memfasilitasi dan membangun instalasi pengelolaan sampah sebagaimana diamanatkan UUPS. Kondisi ini jugalah yang membuat TPA cepat penuh hingga over capacity. Sehingga kebanyakan pemerintah daerah kemudian menginisiatif untuk terus menerus memperluas TPA open dumping.
Ketiga pasal tersebut jika terkena revisi atau bahkan dicabut, maka masalah sampah Indonesia pasti berlanjut tanpa ujung. Yang mestinya dilakukan justru memperkuat 3 pasal itu dengan sistem. Misalnya terkait peran organisasi persampahan. Supaya peran organisasi persampahan kian diperhitungkan. Karena bisa jadi selama ini organisasi persampahan tidak begitu digubris, maka mereka akhirnya hanya asyik sendiri dengan kegiatannya.
Begitu juga dengan pasal penutupan TPA open dumping. Revisi seharusnya memperkuat pasal ini supaya TPA open dumping yang jelas-jelas merusak lingkungan ditutup semua. Bukan malah melemahkannya dengan alasan rendahnya kesadaran masyarakat mengelola sampah atau masih banyaknya lahan yang bisa dipakai untuk TPA open dumping.
Pasal kewajiban pengelola kawasan membangun dan memfasilitasi pemilahan sampah juga harus lebih diperkuat. Supaya mereka tidak bergantung pada pemerintah untuk membuang sampahnya. Dan pemerintah juga tidak "memaksa" mereka membayar retribusi sampah dan berhenti mengangkut sampah mereka ke TPA.Â
Dengan begitu, desentralisasi pengelolaan sampah akan berjalan sebagaimana amanat UUPS. Masalah sampah tidak bertumpu pada TPA saja. Dan angka daur ulang bisa dipastikan meningkat dengan metode dan sistem yang komprehensif, menyeluruh dan berkelanjutan.
Revisi UUPS yang Akan Menguntungkan
Mulai dari pasal 4 yaitu tentang tujuan pengelolaan sampah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Saat ini di tingkat pemerintah daerah, pengelolaan sampah masih belum termasuk urusan wajib meski sudah ada pasal 4 itu. Akibatnya, alokasi dana untuk pengelolaan sampah sangat minim dibanding untuk bidang pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan lainnya.