Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Jika TPA Sampah Piyungan Tutup Permanen

14 Maret 2024   11:53 Diperbarui: 15 Maret 2024   01:44 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulai dari merencanakan perluasan lahan TPA Piyungan, membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Pembangkit Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL), mendirikan ratusan hingga ribuan bank sampah, menetapkan peraturan pemilahan sampah, memberlakukan denda bagi yang tidak memilah sampah, memberi dana tiap kelurahan untuk mengolah sampah organik, dan banyak lagi upaya lainnya.

Tapi sayangnya, dari semua upaya itu belum membuahkan hasil. Upaya-upaya sanksi yang hendak diterapkan pada masyarakat dan keberadaan pengelola-pengelola sampah di masyakarat rupanya belum signifikan mengurangi volume sampah ke TPA Piyungan.

Apa yang salah dengan semua upaya Pemerintah DIY dan Kartamantul itu?

Tidak ada satu pun yang salah. Hanya saja ada yang ketinggalan sebagai dasar dari segala upaya mengurus sampah itu. Yaitu, penerapan regulasi Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). 

Dimulai dari azas pengelolaan sampah, hak dan kewajiban, pemenuhan kebutuhan suprastruktur dan infrastruktur pengelolaan sampah, tanggung jawab pengelola kawasan, pengenaan tanggung jawab produsen yang produk atau kemasannya jadi sampah, hingga insentif pengurangan sampah oleh masyarakat.

UUPS hanya dipakai sepotong-sepotong oleh pemerintah untuk menekan masyarakat agar patuh dalam pengelolaan sampah. Sementara pemerintah sendiri belum memenuhi kewajiban-kewajiban yang tertera dalam UUPS itu sendiri. 

Kondisi itu akhirnya tidak bisa mempertemukan kepentingan masyarakat dan pemerintah di satu titik. Keduanya saling menuntut dan saling ngotot untuk mendapatkan haknya karena merasa sudah menjalankan kewajibannya masing-masing. 

Masyarakat merasa sudah menjalankan kewajibannya dengan membayar retribusi. Pemerintah merasa sudah melaksanakan kewajibannya dengan mengurus sampah. 

Masyarakat menuntut haknya supaya sampahnya diangkut dan dibuangkan. Pemerintah menuntut hak supaya masyarakat patuh pada peraturan pengurangan dan pengendalian sampah. Keduanya tidak akan pernah bertemu.

Kuncinya Desentralisasi Pengelolaan Sampah

Banyak pihak yang salah pengertian dan salah paham tentang desentralisasi pengelolaan sampah. Para pihak yang salah paham itu berpikir desentralisasi pengelolaan sampah adalah dengan membangun TPA-TPA di setiap kabupaten/kota (seperti yang akan terjadi di DIY untuk menggantikan TPA Piyungan). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun