Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Solusi Sampah Indonesia dalam Visi Misi Capres-Cawapres

2 Desember 2023   08:01 Diperbarui: 3 Desember 2023   01:37 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas pembuangan sampah di TPA Piyungan, Desa Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (28/2/2023). (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Sampah organik yang sudah dikomposting dengan komposter bisa jadi pupuk organik padat dan cair, bisa langsung dimanfaatkan sendiri atau dijual. Masyarakat bisa menahan sampah organik hingga 30 hari lamanya dengan proses komposting di komposter.

Sampah anorganik tanpa bercampur dengan organik menjadi lebih bersih, lebih mudah dipilah, lebih cepat laku, dan lebih mahal. Pabrik daur ulang akan senang membeli bahan baku daur ulang yang bebas kontaminasi sampah organik, karena tidak banyak biaya untuk proses pembersihan. Pengelola sampah bahagia karena lebih cepat bisa menghasilkan uang dari pengelolaan sampah.

Metode sederhana itu akan menghidupi banyak orang dan meningkatkan kualitas-kuantitas daur ulang yang selama ini selalu dikeluhkan perusahaan-perusahaan daur ulang. 

Buruknya kualitas dan kualitas barang daur ulang selama ini menyebabkan banyak perusahaan daur ulang melakukan impor sampah dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan produksinya.

Intinya semua aspek pengelolaan sampah harus simultan dijalankan. Yaitu aspek regulasi, pembiayaan, kelembagaan, teknologi, partisipasi masyarakat, dan bisnis. Teknologi yang dimaksud cukup komposter agar desentralisasi pengelolaan sampah masuk sampai ke rumah-rumah tangga atau sumber timbulan sampah. 

Itu diperlukan agar pengelolaan tidak sentralistik di TPS/TPS3R/PDUS/TPST/TPA. Sebab betapapun hebatnya teknologi di instalasi TPS/TPS3R/PDUS/TPST/TPA, semuanya tidak akan mampu memilah sampah yang sudah tercampur dari sumbernya.

Hanya dengan komposterisasi seluruh rumah di Indonesia itulah prinsip pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan bisa dijalankan. Penegasan singkatnya: tanpa komposter di rumah-rumah tangga dan sumber timbulan sampah lainnya, mustahil bisa membereskan masalah sampah Indonesia. 

Itu pun jika komposternya benar sesuai kontruksi dan kaidah komposting. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun