Yang lebih tepat harus dimusuhi adalah para oknum pemerintahan yang tidak mau menjalankan regulasi pengelolaan sampah. Terutama pada peraturan mengenai tanggung jawab produsen pada sisa produknya alias sampahnya.Â
Sebab, dengan tidak dijalankannya regulasi persampahan, maka produsen plastik dan produk apapun lainnya akan bebas dari tanggung jawabnya untuk mengumpulkan dan mengolah kembali sisa kemasan atau sampahnya.
Sebenarnya sama saja produk plastik dengan non-plastik. Jika sampahnya tidak dikelola, semuanya akan jadi beban bagi lingkungan. Namun, dalam hal ini plastik tidak selamat dari bullying karena masa terurainya paling lama dibanding sampah non-plastik.
Saking ingin selamatnya produsen plastik dari bullying sebagai perusak lingkungan, produsen produk plastik akhirnya cari cara supaya bebas dari kecaman. Di antaranya dengan mencampur bahan plastik dengan adiktif yang bisa mempercepat penguraian. Kemudian plastik dengan zat adiktif penguraian itu mengklaim dirinya sebagai plastik ramah lingkungan.Â
Ketika plastik sama ramah lingkungannya dengan produk non-plastik, maka produsennya bebas dari tanggung jawab mengelolanya. Lalu jadi beban lingkungan juga dengan status ramah lingkungan.
Sesungguhnya, semua produk 'baik itu plastik atau bukan plastik harus dikelola. Dan itu sangat mudah jika pemerintah mau menjalankan regulasi pengelolaan sampah. Hasilnya pun akan lebih besar mengelola sampah daripada terus-terusan menjadikan masalah sampah sebagai proyek abadi.
Untuk bisa mengelola sampah itu, jika pemerintah tidak punya anggaran, mudah juga untuk mengatasinya. Hanya dengan menerapkan dan menjalankan regulasi pengelolaan sampah.Â
Yaitu, dengan melibatkan produsen untuk mengelola sampahnya kemudian memberikan insentif bagi produsen yang disiplin mengelola sampahnya serta mengenakan disinsentif pada produsen yang abai pada sampahnya.
Komposterisasi Seluruh Rumah Indonesia
Kunci dari pengelolaan sampah hanya tiga, yaitu sorting (pemilahan), collecting (pengumpulan), dan processing (pengolahan). Jika tidak mampu tiga, cukup dua: sorting dan collecting. Tidak bisa dua, satu saja: sorting. Dan satu itu hanya butuh alat yang sangat sederhana. Yaitu, komposter. Wadah sampah organik untuk dekomposisi.
Dengan adanya komposter di setiap rumah, maka sampah anorganik akan bersih dari kontaminasi organik. Jika sampah organik dikomposting dengan komposter, maka masyarakat tidak akan membuang sampah setiap hari.Â