Di acara itulah Puang Asrul menerangkan soal regulasi sampah. Sederhana, ringkas dan lugas. Kalimat makruh baginya untuk berbisnis sampah 'keluar berkali-kali. Mempertegas sikap itu pada semua yang hadir.
Puang Asrul sudah puluhan tahun menggeluti sampah dalam perjalanan bisnisnya. "Bisnis sampah bukan hal kecil," katanya.
Dia meninggalkan bisnis sampah agar orang berhenti berpikir bahwa upayanya menata pengelolaan sampah Indonesia adalah untuk kepentingan bisnisnya. Sebab, dia tahu betul siapa saja yang terlibat dalam upaya seperti itu. Berbicara tata kelola sampah tapi tujuan sebenarnya adalah memonopoli dan menguasai berbagai bisnis yang ada di dalam sampah.
Dari orang ini pengetahuan sampah saya menjadi bercabang ke mana-mana. Dari hanya sekadar sisa menjadi material daur ulang, lalu ada dugaan korupsi, bisnis, politik dan skandal-skandal di persampahan.Â
Pada 2015 Puang Asrul mengusulkan sebuah sistem dengan konsep yang menerjemahkan regulasi persampahan. Sistem ini adalah poros sirkular ekonomi Indonesia.Â
Jika orang hanya bicara sirkular ekonomi, pria berkumis itu melangkah lebih jauh lagi dengan memuat konsep porosnya. Sayangnya usulnya sempat "dicuri" pemerintah. Melaksanakan ide yang diusulkannya tanpa melibatkannya.
Keyakinan Puang Asrul bahwa ilmu dan ide akan kembali pada pemiliknya sangat kuat dan itu terbukti. Pada 2019 Puang Asrul dipanggil pemerintah, tepatnya Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) terkait idenya poros sirkular ekonomi tersebut.
Kementerian tersebut kemudian mendukung penuh idenya membentuk PKPS di seluruh Indonesia. Terlepas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang sudah menandatangani kesepakatan dengan Kemenkop UKM dalam rangka peningkatan pengelolaan sampah.
Hingga kini PKPS itu terus tumbuh dan berdiri bermula dari Kota Pahlawan - Surabaya, lalu meluas ke daerah lain di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua, Bali dan menyusul pulau lainnya. PKPS dibentuk secara berjenjang dan berjejaring untuk mengelola sampah "tulang dan dagingnya".
Dengan akses yang dimiliki Puang Asrul di kalangan kementerian, dia sama sekali tidak tergoda untuk menyegerakan terbentuknya PKPS secara nasional. Padahal sangat mudah baginya menjadikan PKPS sebagai jaringan koperasi nasional dengan pola top down.
Tapi, Puang Asrul tetap menyerahkan dinamika pembentukan rumah bersama pengelola sampah itu ke daerah dan personalnya masing-masing.Perkembangan PKPS yang sudah didukung penuh oleh Kemenkop UKM terbilang lambat. Berbeda dengan bank sampah yang didukung KLHK.