Manusia sampah yang ini bukan orang yang setiap hari bergelut dengan sampah. Hidup di TPA, mengambil sampah dari rumah-rumah atau yang setiap hari berpindah - pindah membersihkan sampah.
Orang ini berbeda. Namanya Asrul Hoesein, asal Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Dia bukan pemulung, bukan petugas sampah, bukan pegiat bersih-bersih lingkungan dan bukan juga pejabat.
Rasanya tak berlebihan jika kepadanya julukan "Legenda Hidup Pengelolaan Sampah" diberikan. Yang mana sejarahnya sejak muda sudah bergelut dengan sampah. Ketika Pemerintah Indonesia di masa Soeharto menganugerahinya penghargaan sebagai Pemuda Pelopor Nasional dari Bone.
Bukan hanya sekali, Asrul dianugerahi sebagai Pemuda Pelopor Nasional dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Indonesia masa Soeharto karena gerakannya mendorong anak-anak muda di Tanah Bugis dan sekitarnya untuk berkarya dan berbisnis. Atas prestasinya itu, Asrul kemudian menjadi instruktur Achievement Motivation Training (AMT) di Kementerian Tenaga Kerja yang membuat pikirannya meng-Indonesia sejak muda hingga saat ini.
Sejak itu, anak-anak ideologis Asrul ada di seluruh Indonesia. Berkarya dan bergerak di berbagai bidang. Terutama di bidang kewirausahaan. Maka tak heran di masa pensiun dari bisnis, Asrul justru makin sibuk terbang ke berbagai daerah di Indonesia untuk menemui dan membimbing anak-anak ideologisnya.Â
Sekarang, pada usianya yang ke 60 tahun (7-04-1962) ini, Asrul sama sekali tidak kelihatan lelah. Dia masih terus berkarya dan bergerak. Kini dengan temuannya mengenai manajemen pengelolaan sampah melalui sistem Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS), Asrul terus aktif mengajari, membimbing, dan mendorong "anak-anaknya" menjadi solusi masalah sampah di Indonesia.
Memakruhkan Diri Berbisnis Sampah
Selalu ada kesan di jumpa pertama. Dengan Asrul Hoesein ini, kalimat yang saya tangkap pertama kali : "Makruh hukumnya jika saya berbisnis sampah."
Pemahaman saya tentang bisnis sampah hanya selevel pemulung dan pengepul rongsokan. Saya sendiri penggerak sosial. Yang cinta keadaan bersih. Memang tidak bisnis sampah.
Dari Puang (sebutan penghormatan dalam masyaraat Bugis) Asrul inilah saya mendengar bisnis sampah ternyata lebih tinggi levelnya dari pengetahuan saya. Dan memang itu yang ingin saya ketahui. Yaitu, saat saya diajak Nurcholis, Leader World Cleanup Day (WCD) Kabupaten Lumajang, ikut acara sosialisasi Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) di Surabaya. Sebuah entitas lembaga bisnis pengelolaan sampah yang merupakan idenya Puang Asrul.