Masih berdasarkan Annex V MARPOL 73/78, pada jarak lebih dari 12 mil dari daratan terdekat, boleh dibuang kertas, kain gosok majun, metal, botol, dan sisa makanan. Pada jarak lebih dari 25 mil dari daratan terdekat, boleh dibuang bahan-bahan tali dan packing yang terapung.
Yang sama sekali tidak boleh dibuang kelaut adalah: semua jenis plastik. Seperti tali plastik, jaring plastik, kantong plastik, nylon, serta sisa pembakaran plastik dari incinerator. Namun, siapa yang tahu jika pelanggaran itu dilakukan pada jarak 25 mil dari daratan terdekat?
Tidak banyak yang bisa membahas masalah sampah laut secara menyeluruh hingga masuk pada regulasi internasional mengenai pembuangan sampah di laut. Sejauh ini baru Asrul Hoesein, Direktur Eksekutif, Green Indonesia Foundation (GiF) yang secara komperhensif telah membahasnya. Bahkan sudah menuangkannya dalam rancangan kerja "Solusi Sampah Laut".
Hingga saat ini yang banyak ditemui adalah mereka yang selalu menyalahkan masyarakat soal masih banyaknya sampah di laut. Padahal, yang utama bukan soal kesadaran masyarakat yang selalu dijadikan kambing hitam persoalan sampah. Kondisi yang sebenarnya adalah tidak adanya sistem pengelolaan yang tegas, menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan.
Sistem pengelolaan sampah yang benar tidak akan memberi peluang sampah ke laut. Baik sampah yang berasal dari daratan, maupun sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau aktivitas di laut dalam kapal-kapal.Â
Selama ini penyelamatan laut dari sampah hanya berbentuk jargon tanpa membangun sistem pengelolaan sampah yang sesuai regulasi. Bahkan tak melihat potensi pelanggaran regulasi internasional mengenai pembuangan sampah di laut.
Untuk potensi sampah di laut, pengelolaan sampah perlu dilakukan di kawasan pesisir maupun kawasan yang jauh dari laut. Pengelolaan sampah di kawasan pelabuhan dan di atas kapal juga harus ada dan tegas agar tak ada sampah dibuang ke laut di jarak dekat maupun jauh.
Sekali lagi, mengatasi persoalan sampah tidak bisa dilakukan secara parsial. Semua terkoneksi dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh, menata kelola sampah laut di Indonesia tidak bisa lepas dari tata kelola sampah laut di seluruh dunia.
Selama ini Indonesia dan rakyatnya dituduh sebagai pembuang sampah ke laut, sementara pembuang sampah sebenarnya melalui kapal-kapal besar bebas dari tuduhan itu. Padahal, bisa jadi merekalah penyampah laut yang utama. (nra)